27. Dad, I missed him!

5.6K 778 48
                                    

Donghyuck tak bisa mengelak, sekelumit rasa itu benar-benar kembali bersemi. Dia tak pernah membenci Jisung dalam artian sebenarnya. Pria tampan itu tetap sang tuan pemilik hati, belum terganti dan akan selalu dinanti.

Senyum tipis terus melingkupi diri sejak hari di mana mereka bertemu dan berakhir pada janji di sabtu pagi. Donghyuck tak bisa lagi berpikir saat itu, salahkan cinta yang mengendalikannya. Dia hanya ingin memberi Jisung kesempatan untuk semuanya. Why not?

Kenapa harus menyiksa diri, pura-pura saling tidak membutuhkan padahal menangis di penghujung malam sebab merindu.

Kenapa harus mendendam, bila Tuhan saja mampu memberi maaf pada insan yang berbuat dosa sebesar dunia asalkan sungguh dalam penyesalan.

Donghyuck terlampau baik, dan Jisung bajingan yang beruntung.

Tidak bisa dielakkan juga, sebab senyum Donghyuck selalu karena Jisung. Tak ada salahnya memulai semua dengan lembaran yang baru.

"Jadi kau memberikannya pada Jisung?" tanya sang ayah di suatu senja, saat Donghyuck berkata gelang pemberian ayahnya sudah berpindah tangan.

"Iya, dia sedang mengalami kesulitan. Kuharap keberuntungan selalu menyertainya," Donghyuck menjawab seraya memandang ke atas langit.

"Mengapa kau terlalu baik, nak? Apa kau tidak membencinya? Apa kau yakin dia sekarang berbeda?"

Pertanyaan yang dilontarkan sang ayah membuat Donghyuck tersenyum. Dia kemudian memandang lurus tepat pada manik hitam ayahnya yang sedang sibuk memanggang beberapa daging di belakang rumah.

"Sama seperti apa yang kulakukan pada ayah. Seharusnya aku membenci ayah. Apa yang telah ayah lakukan di masa lalu bahkan ayah harusnya tahu karena ayahlah aku menerima begitu banyak uang dari Jisung saat kami masih bersama."

Tuan Lee terkesiap, ucapan menohok tepat di pusat jantungnya. Tak bisa membantah karena itu adalah kebenaran. Dulu dirinya suka sekali memaksa Donghyuck meminta uang dari Jisung sekedar untuk berjudi atau pun bayar hutang.

"Kenapa ayah diam? Lalu sekarang ketika ayah sudah berubah jadi baik apakah ayah lupa hal itu? Apakah ayah membenci Jisung meski dia juga berusaha menjadi lebih baik?"

"Donghyuck, ayah hanya tidak ingin kau terluka lagi jika menjadi kekasihnya."

"Kami tidak lagi menjalin hubungan seperti dulu. Aku hanya sedang berdamai dengan keadaan dan perasaan. Berteman jauh lebih baik,"

"Apapun yang kau lakukan, ayah selalu mendukung. Maafkan ayah menjadi egois,"

Donghyuck mengangguk, kemudian satu tangannya membantu sang ayah membalik beberapa daging yang mulai matang. Sejak hubungan keduanya membaik, sesekali Tuan Lee mengadakan BBQ kecil-kecilan di belakang rumahnya sambil mengobrol bersama sang anak. Memperbaiki hubungan mereka yang bertahun-tahun renggang sebelumnya.

Dan sabtu pagi nanti, Donghyuck ingin mengajak Jisung ikut serta BBQ bersama sang ayah. Tidak ada yang salah dari semua ini. Tidak ada yang salah dari memberi satu kali lagi kesempatan.





















"Ayah, I really missed him!"

•••

Jisung membuka kotak makanan yang disiapkan ibunya dari rumah. Kemudian menyusun sendok dan sumpit bersama di sampingnya. Dagunya terangkat, senyum penuh kerinduan melengkung pada kedua sisi wajahnya.

"Ayah! Ibu memasak banyak, ayo makan bersama!"

Tuan Park tidak menjawab, dia malah menarik tubuh anaknya dan memeluk kuat sekali. Keduanya menangis. Terlebih Tuan Park, segalanya penuh penyesalan. Melihat anak lelakinya datang menjenguk di penjara membuatnya malu dan merasa gagal sebagai seorang ayah.

"Terima kasih nak, kau masih mau makan bersama ayah!"

"Tentu saja! Apapun yang telah terjadi, ayah tetaplah ayahku. Ayah adalah pahlawan keluarga."

Jisung jauh lebih dewasa, Tuan Park mampu merasakannya. Hanya saja, putranya terasa sedikit kosong tak bernyawa.

Dan Tuan Park tahu penyebabnya.

"Ibumu sudah bercerita soal Donghyuck," Tuan Park berkata, membuat Jisung terkejut. Mengunyah lebih pelan sambil tetap menunduk. "Maafkan ayah. Seandainya kau jujur saat itu mungkin ayah tidak akan memaksamu bersama Jaemin,"

"Seandainya aku jujur, bukankah ayah akan menendangku dari rumah? Ayah homophobic bukan?"

Tuan Park tak menjawab. Jisung juga tidak bersuara lagi. Hening. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ayah dengar kau bekerja dan tidak kuliah lagi. Itu benar?"

"Iya. Aku bekerka di cafe milik kakak Mark. Aku mengajukan cuti kuliah, hanya ingin fokus bekerja dulu. Mengumpulkan uang,"

"Maafkan ayah,"

"Jangan minta maaf ayah, semua manusia pernah berbuat salah. Aku pun sekarang sedang dalam masa memperbaiki diri, memantaskan cintaku untuk aku berikan lagi pada Donghyuck."

"Apa kau sangat mencintainya?"

Jisung tertawa sebentar, menengadahkan kepala guna menahan air mata yang akan jatuh. Saat ini, apa pun hal yang berkaitan soal Donghyuck selalu membuatnya cengeng. Sensitif sekali.

"Sangat ayah. Kalau boleh momohon, saat ini aku ingin dipeluknya. Rasanya hangat sekali, karena dia tulus. Senyumannya membuat aku merasa bahagia. Tapi semua sudah berbeda dan aku tahu diri,"

"Ayah mendukung apa pun keputusanmu, Jisung. Tolong bawa calon menantu ayah kemari jika ada waktu!"

Dengan bersemangat, dia mengangguk-angguk. "Pasti ayah! Pasti! Sabtu pagi akan kubawa dia kemari. Kami janji bertemu di taman!"


















"Ayah, aku sungguh merindukannya hingga ingin mati rasanya."

to be continued
.
.
lagi ujian sempat-sempatnya update cerita bukannya belajar haha!

Toxic || JihyuckWhere stories live. Discover now