Part 34

51 6 0
                                    

Setelah Bi Ayem mengobati lukaku, sekarang aku berada di ruang keluarga sedang menonton tv. Sampai terdengar bunyi bel dan tidak lama itu Bi Ayem datang.

"Non."

"Ada apa Bi?"tanyaku.

"Ada den Reno."

"Apa!! Reno?"

Bi Ayem menganggukkan kepala. Aku sedikit berpikir kemudian kembali berbicara.

"Suruh dia masuk Bi."

"Baik non."

Beberapa detik berlalu Reno masuk dengan sebuah kantong plastik di tangan kirinya. Aku hanya menatapnya tanpa menyapa.

"Talia,"panggilnya.

Aku masih tetap diam sampai dia duduk di sebelahku dan menaruh kantong plastik yang dibawanya di meja. Kemudian dia menatapku dan melihat kearah kakiku.

"Talia apa yang terjadi?"ucapnya penuh dengan nada khawatir.

Seandainya kamu mencintaiku Ren.batinku.

"Tidak apa-apa,"ucapku kemudian.

"Kakimu terluka Talia, dan kamu bilang tidak apa-apa. Sebenarnya apa yang terjadi padamu?"

"Jangan bertanya seolah kamu perhatian denganku. Aku tidak butuh."

"Ada apa denganmu Talia, kenapa kamu berubah setelah dari Vila itu."

"Berubah? Kamu yang lebih dulu berubah Ren,"ucapku.

"Apa?"

Aku tidak menjawabnya aku hanya diam karena rasanya ini tidak akan selesai. Sampai akhirnya kami saling diam karena sibuk dengan pikiran masing-masing. Sehingga Reno lebih dulu kembali memulai pembicaraan.

"Baiklah mungkin suasana hatimu sedang tidak baik. Aku akan pergi."

Reno berdiri dan berjalan keluar dari ruang tamu. Aku masih tidak ingin memanggilnya walau dalam hati aku ingin sekali memanggil namanya dan mengatakan bahwa aku cemburu denganya. Tetapi apa hakku untuk cemburu, dia bukan siapa-siapaku.

Hingga buliran air jatuh membasahi pipiku, aku tidak kuat lagi akan bersikap seperti apa. Aku bena-benar terluka sekarang.

Saat aku sudah selesai menangis, aku menatap kantong plastik yang di bawa Reno. Aku mengambilnya dari meja dan membukanya.

Ada coklat yang banyak dan juga satu lembar kertas. Aku mengambil dan membacanya.

'Maaf'

Hanya ada satu kata yang tak aku mengerti. Maaf itu lah yang tertulis di kertas ini. Tidak ada kata lain selain itu. Aku benar-benar bingung dengan Reno.

Aku memanggil Bi Ayem untuk menyimpan semua coklat ini dan meminta bantuan untuk di antarkan ke kamar.

"Bi, aku lupa bertanya pada Bibi."

"Bertanya apa Non?"

"Mama sama Papa belum pulang Bi?"

"Belum non, kata tuan dan nyonya akan lama di luar kota karena banyak sekali pekerjaan yang harus di selesaikan."

"Oh baiklah."

Bi Ayem keluar dari kamarku. Aku kembali menangis saat mengetahui kebenaran Mama dan Papa yang pergi.

Aku merasa hidupku sangat tidak berguna. Aku ingin meninggalkan semua kesakitan ini. Pertama Reno yang mulai dekat dengan Vera. Dan Kedua orang tuaku yang tidak pernah tahu apa perasaanku.

Dengan sedikit sulit berjalan menuju rak yang beriisi buku. Aku mengambil gunting. Entah aku akan mengakhiri hidupku saja. Karena aku benar-benar lelah.

Setelah mengambil gunting aku kembali menuju ranjang.

"Hidupku tak bergunua, tak ada yang mengerti dengan perasaanku,"ucapku sambil menangis.

Aku mendekakan gunting ke pergelanga tanganku. Mungkin ini cara terbaik agar aku tak perlu merasa terluka. Dengan cara mengakhiri hidupku sendiri.

"Aku akan pergi,"ucapku masih tetap menangis

Tetapi sebelum gunting itu menyentuh kulit pergelangan tanganku. Sebuah nampan yang berisi makan dan minuman jatuh ke lantai.

Aku menatap Bi Ayem yang terkejut melihatku. Kemudian dia mendekat ke araku dan mengambil gunting dari tanganku.

"Jangan Bi, biarkan aku mati. Aku tidak dibutuhkan di dunia ini,"ucapku berusaha mengambil gunting yang sudah di tangan bi Ayem.

"Tidak, saya tidak akan membiarkan Non Talia mati, meninggalkan dunia ini. Dan ini bukan cara yang baik untuk dilakukan."

"Sudahlah Bi, biarkan aku bi. Aku tak ingin hidup. Mama dan Papa tidak pernah mengerti perasaanku. Aku ingin mati saja."

"Non jangan bicara seperti itu, bibi sayang sama Non. Non jangan merasa kalau tidak ada satu orang pun yang mengerti perasaan Non,"ucap Bi Ayem yang menangis.

Aku menatap Bi Ayem kemudian dia memelukku. Aku hanya bisa menangis di pelukannya.

Benarkah yang bi Ayem bilang, masih ada yang bisa mengerti diriku. Lalu siapa?,batinku





***

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang