Part 18

16 18 5
                                    

Aku masuk ke dalam rumahku, rasanya hari ini sangat melelahkan jalan bersama Reno. Setidaknya walau aku adalah pembuat masalah dibalik sakit hatinya Reno, tetapi aku juga yang bisa membuatnya bahagia.

Aku menatap Mama dan Papa yang sedang duduk di ruang keluarga. Tidak seperti biasanya, mereka berdua sedang duduk santai di sana. Aku menghampiri mereka dan mencium punggu tangan Mama dan Papa.

"Mama sama Papa sudah pulang?"tanyaku.

"Iya sayang,"jawab Mama.

Aku tersenyum bahagia, lagi-lagi aku bahagia hanya karena mereka berada di rumah.

"Tapi nanti Papa mau keluar lagi,"ucap Papa yang membuatku menundukkan kepala.

"Kemana Pa?"tanyaku menatap Papa.

"Papa sama Mama, mau menghadiri pesta. Jadi kamu ngak apa-apa kan jika di tinggal."

Sudah biasa,batinku.

Aku hanya menjawab tanpa ingin membantah, walau rasanya aku sangat sedih.

"Iya ngak apa-apa kok, Oh ya gimana kalau minggu ini kita jalan bersama  Pa, Ma,"ajakku pada Mereka. Tetapi mereka berdua hanya saling pandang satu sama lain.

"Tidak bisa sayang, Mama ada kepentingan. Biasa mau menghadiri arisan keluarga."

"Kalau Papa?"tanyaku sambil berharap jika Papa bisa jalan bersamaku.

"Papa juga ngak bisa, minggu ini sepertinya banyak pekerjaan."

"Oh, baiklah. Kalau gitu Talia ke kamar dulu yah, mau mandi terus istirahat,"ucapku seraya berdiri dan berjalan meninggalkan ruang keluarga.

"Iya sayang, nanti Papa sama Mama akan berangkat jam tujuh. Kamu makan malam sendiri yah sayang,"ucap Papa.

"Iya,"jawabku dengan suara malas.

Lagi dan lagi, mereka berdua selalu sibuk. Entah itu pekerjaan atau apa, selalu tidak ada waktu untukku. Aku hanya bisa sendiri dan sendiri. Untuk setiap harinya, dilalui dengan kesendirian. Tetapi seiaknya tadi siang aku sudah menghabiskan waktu bersama Reno dan keluarganya, Bunda dan Ayah.

Setelah selesai mandi dan memakai baju yang nyaman,  aku duduk di ranjangku dan mulai membaca novel yang baru aku beli bersama Reno.

Aku masuk ke dalam dunia novel itu, begitu menyentuh hati. Walau baru pertama kali membacanya, tetapi aku sudah merasakan apa yang dirasakan pemeran utama di novel ini.

Aku membuka lembaran berikutnya, dan tiba-tiba ponselku berbunyi.

Drat Drat

Aku melihat nama yang tertera di layar ponselku, Reno. Dialah yang menelvonku, tanpa menunggu lama lagi aku menggeser ke arah hijau yang artinya menjawab.

"Asalamualaiku Ta,"ucap Reno di sebrang telvon.

"Waalaikum salam,"jawabku.

Aku bahagia, hanya karena di telvon oleh Reno. Mungkin karena aku sudah anggap dia sebagai saudara sendiri. Karena Bunda dan Ayah juga  sudah aku anggap orang tuaku.

"Malam ini sibuk ngak?"tanya Reno.

"Ngak kok, emang ada apa?"

"Bunda ngajakin makan malam, kamu bisa ngak makan malam dirumah?"

Aku terdiam sambil memikirkan jawaban apa. Sebenarnya jika aku mengiyakan tidak ada salahnya. Karena orang tuaku malam ini akan pergi ke pesta, tidak mungkin mereka marah jika aku keluar malam. Aku juga keluar ke rumah Bunda dan Ayah.

"Ta, gimana? Bisa ngak?"

"Iya, bisa kok,"jawabku.

"Oke, nanti aku jemput."

"Ngak perlu, aku diantar Pak Asep saja."

"Baiklah, aku tunggu."

"Oke Ren,"ucapku.

Akhirnya setelah itu sambungan terputus. Aku keluar dari dalam kamar mencari keberadaan Mama dan Papa. Mereka masih di ruang keluarga sedang mengobrol.

"Ma, Pa,"panggilku seraya duduk disamping Mama.

"Ada apa sayang?"

"Malam ini aku mau makan malam diluar, boleh ngak?"

"Sama siapa?"tanya Papa.

"Teman Pa, aku sudah kenal dia kok. Bahkan aku juga tahu orang tuanya dan sudah bertemu,"jelasku.

"Baiklah, tapi jangan pulang malam. Pak Asep yang akan antarkan kamu."

"Iya Pa, makasih,"ucapku.

"Iya Sayang."

Aku mencium kedua pipi Mama dan berjalan mendekat ke arah Papa dan mencium pipi Papa.

"Talia sayang kalian,"ucapku.

"Iya, Papa sama Mama juga sayang Talia,"ucap Papa dan Mama hanya tersenyum.

Aku menatap Papa dan Mama bergantian setelah itu kembali berjalan ke kamar.


***

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang