Two

26 3 1
                                    

"...Din, pokonya semuanya harus di submit by today ya. Gue mau lunch dulu. Kalo ada yang masih kurang jelas. Lo bisa tanyain ke Edo atau Regi ya. Happy working." Tanpa menunggu respon dari Dindra, Aidan langsung ngeloyor dari tempat duduknya karena sejak tadi Benji dan Renata sudah menunggu untuk lunch bareng.

Hari ini adalah hari pertama Dindra di Marcille Digital. Berkat Aga, creative director nya dulu, Dindra di transfer ke Marcille Digital yang sedang kekurangan art director. Dindra yang tadinya juga mau turun makan siang pun akhirnya menunda makan siangnya demi pekerjaannya selesai dan di submit hari ini juga.

"Lo kalo mau makan siang, makan aja dulu, Din. Jangan gara-gara deadline, hari pertama lo di digital, lo malah kena maag." Ucap Regi santai saat Dindra kembali ke tempat duduknya.

"Nanti aja, Mas agak sorean deh. Tadi mas Aidan bilang semuanya harus di submit by today. Takut nggak keburu aja sih."

"Aidan emang resek kalo soal deadline. Tapi gue nggak mau anak-anak gue sakit gara-gara telat makan. Udah, lunch dulu sana. Cid! Lo belum lunch kan? Temenin Dindra lunch gih!" Dari meja anak-anak account, Regi melihat Astrid tinggal sendirian di mejanya. Sementara anak-anak account yang lain pun juga sudah turun dan sebagian lagi belum balik ke kantor.

Tanpa menunggu lama, Astrid pun datang menghampiri Dindra ke mejanya. "Hai, gue Astrid. Lo Nadindra kan? Lunch bareng yuk. Lo juga belum lunch kan?"

"Udah sana kalian makan dulu deh. Jangan lama-lama. Jangan pake gibah!" Lanjut Regi lagi.

Setelah mengambil dompet dan handphone nya, Dindra akhirnya mengiyakan ajakan Astrid untuk makan siang. "Anyway panggil gue Dindra aja."

"Welcome to digital ya, Din." Ucap Astrid ramah saat keduanya tengah menunggu lift. "So, gimana setengah hari pertama di digital? Hahaha..."

"Setengah hari aja kayanya gue udah nggak bisa napas sih..."

"Yaaahhh... Tapi bapak-bapak lo masih tergolong santailah, nggak kaya emak bapak gue. Renata, Benji sama Ditra. Tiga-tiganya bikin hidup gue nggak tenang."

Percakapan mereka terhenti saat pintu lift terbuka, bertepatan dengan Ditra dan Chris keluar dari lift. Mereka berdua memang sejak pagi meeting di kantor klien. "Cid, gue Cuma balik ke kantor sebentar. Abis lunch gue sama Benji mau meeting lagi di luar. So, bisa lah ya progress report lo gue tunggu sore ini. Oh iya, gantiin gue meeting sama anak-anak sosmed ya! Besok pagi gue harus balik lagi ke Nextel. Thank you so much Astrid!"

"Mas Ditra! Lo bener-bener yaaa!" Seru Astrid begitu ia masuk ke dalam lift. "See, lo liat sendiri kan kelakuannya si Ditra. Ya ngerti sih dia lagi packed banget. Tapi ya nggak gitu juga kan. Report harus kelar EOD. Udah gitu, gue di suruh meeting juga."

"Sabar Cid, sabar." Dindra tertawa kecil mendengar Astrid ngomel-ngomel selama turun dari lantai 30 sampai lobby gedung. Untung saja nggak ada orang lain lagi di lift selain mereka berdua.

Astrid menghela napas panjang, "Terus kita mau makan apa nih by the way? Ada ide? Gara-gara Ditra, napsu makan gue jadi ilang."

"Sama sih, sebenernya gue juga belum laper-laper banget.Tadi pagi gue sarapan lontong sayur dulu sama Cakra sebelum naik. Dan sekarang gue masih berasa kenyang banget."

"Hhhmmm... Kalo kita ngopi aja mau nggak, Din? Lagian kan di Starbucks ada cake atau savory snack yang bis ague cemil juga." Sebelum Dindra mengiyakan, Astrid sudah keburu membelokkan langkahnya menuju Starbucks di lobby.

Jam makan siang seperti ini antrian di Starbucks cukup panjang. Sambil menunggu pesanan Americano on the rock nya, Dindra menatap sekeliling, mencari meja kosong untuk ditempatinya bersama Astrid. Tapi Dindra sama sekali nggak menemukan adanya meja kosong. Hanya tersisa tiga meja kosong di smoking area.

The Price of TemptationWhere stories live. Discover now