Prolog

41 1 0
                                    

"Dit, lo mau minum apa? Gue yang pesenin deh. Lo cari tempat aja di smoking area."

"Biar gue sama Regi aja yang pesen, Ben. Lo sama Ditra tunggu aja di smoking area." Tahu-tahu Aidan sudah mengantri di belakang Benji dan Ditra. Efek tanggal muda, rebutan traktir kopi. "Lo sama Ditra kan nanti mau pitching, biar semangat pitching-nya kali ini gue yang traktir deh. Kalian mau apa?" Tanya Aidan lagi pada Benji dan Ditra yang masih bergeming di dalam antrian.

"Gue hot caramel macchiatto aja deh." Jawab Benji menyebutkan salah satu minuman favoritnya di Starbucks.

"Lo, Dit?"

"As always, Mas. Gue americano on the rock aja. By the way, thank you Mas traktiran kopinya." Ditra menepuk pundak Aidan brotherly sebelum dia berjalan ke smoking area bersama Benji.

Di smoking area, sementara Benji mulai menghisap sebatang rokoknya, Ditra menyalakan MacBook Air-nya. Check and richeck semua persiapan pitching-nya hari ini. Ditra nggak mau pitching hari ini sampai gagal lagi.

Pitching di Nextel adalah salah satu pitching terberat Ditra selama karirnya menjadi anak ahensi. Dua tahun lalu Benji sendiri pernah pitching di Nextel, namun gagal. Kali ini Benji menugaskan Ditra untuk pitching di sana setelah beberapa bulan ini mereka belum dapat klien baru yang membuahkan nyinyiran pedas dari Renata setiap weekly meeting hari Senin pagi.

"Nih kopi lo, Dit. Ngopi kopi item mulu udah kaya dukun aja lo. Tinggal kurang kemenyan aja. Regi sudah hapal mati kebiasaan Ditra yang selalu memesan black coffee seperti ini.

Black coffee, khususnya americano on the rock adalah sajen Ditra setiap hari. Terlebih menjelang pitching seperti hari ini.

"Thanks Man!" Ucap Ditra sambil menutup layar MacBook Air nya setelah memastikan semua slide presentasinya aman.

"Sukses ya nanti. Biar emak lo nggak nyinyir mulu di weekly meeting. Tau sendiri kalo Renata udah nyinyir kaya apa. Account director maha benarlah dia. Hari ini lo gagal, bisa dinyinyirin sampe resign lo!"

Ucapan Regi barusan langsung membuat Ditra, Benji dan Aidan tertawa lebar. Sudah rahasia umum di Marcille kalau Renata adalah tukang nyinyir. Nyinyir in a good way sih sebenarnya biar Benji, Ditra dan yang lainnya dapat klien baru lagi demi mencapai target. Bukan nyinyir kehidupan pribadi anak-anak buahnya juga.

Benji sendiri juga pernah tanpa absen dinyinyirin Renata setiap weekly meeting selama dua bulan karena Benji juga belum dapat klien baru. Efeknya, Ditra, Chris, Astrid dan Feli pun sebagai "anaknya" ikut kena semprot Benji yang saat itu benar-benar kesal.

"Hampir ngasih surat resign tuh gue, nonstop dinyinyirin Renata selama dua bulan. Hahaha... Anak-anak account mah belum afdhol kalo belum pernah dinyinyirin doi. Feli aja dulu sampe nangis-nangis pas awal-awal masuk Marcille."

Lagi-lagi semua tertawa mendengar curhatan Benji soal Renata alias emaknya anak-anak account. "By the way, seandainya Ditra menang pitching butuh team lagi nih di digital buat handle campaign-nya mereka. Karena jujur, gue liat anak-anak gue di creative udah banyak yang pada semaput sama project yang lagi jalan sekarang." Ucapan Aidan langsung menghentikan tawa mereka.

Sebagai advertising agency yang tengah booming di dunia per-ahensi-an, nama Marcille tengah diperhitungkan. Sebagai multinational agency yang berkantor pusat di New York, cukup banyak klien besar yang memakai jasa Marcille.

"Nah bener tuh! Kemarin ini aja Andra, art director di timnya Cakra diopname gara-gara typhus. Udah gitu dua hari yang lalu si Vannya juga menang pitching di Skywave Airlines." Regi yang suka nggak modal rokok, dengan santainya mengambil rokok milik Ditra yang sama sekali belum dibuka oleh pemiliknya. "Ben, mungkin lo bisa request untuk nambah headqounts atau narik anak BTL ke digital."

"Gimana, Ben?" Ditra menyenggol sikut Benji yang saat ini mendadak sibuk dengak smartphone-nya.

"Ya boleh aja sih. Dan setau gue ya emang Marcille lagi buka banyak lowongan juga. Tapi good idea juga kok nge-hijack anak kreatifnya BTL hahaha... Kayanya anak BTL juga lagi kurang sibuk. Ada suggest nggak, Dan siapa yang bisa di hijack dari BTL? Kan lo deket tuh sama creative director di BTL." Respon Ben sambil membalas email yang masuk dari kliennya di smartphone-nya itu.

Aidan tampak berpikir-pikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Regi sambil menyesap coffee latte-nya, "Hhhmmm... siapa ya? Kalo itu lo harus tanya Vindra langsung sih. Gue nggak begitu tau kalo anak kreatif di BTL." Aidan lalu ikut menyalakan sebatang rokok milik Ditra. "Wait, tapi gue pernah denger Vindra nyebut satu nama deh. Anak kesayangannya dia di kreatif. Cuma gue lupa namanya siapa."

"Tapi bisa nggak dia di hijack ke digital?" Tanya Benji lagi. Benji masih tetap fokus dengan smartphone-nya.

Aidan menghembuskan asap rokoknya ke udara, "Kalo udah jadi anak kesayangannya Vindra sih, supposed to bisa ya di hijack ke digital. Cuma satu, masalahnya. Vindra bakal ngasih apa nggak. Vindra sedikit susah kalo salah satu anaknya ada yang di hijack."

"Mas Vindra tega sih kalo nggak ngasih. Sayang juga talenta anaknya kalo nggak dibiarin berkembang di digital." Ucap Ditra santai yang langsung dibenarkan oleh Benji dan Regi.

"Harusnya sih gitu ya. Oh iya... Gue inget siapa orang yang gue maksud tadi, AD-nya Vindra. Cewek. Kece pula."

"Siapa?!" Tanya Ditra, Benji dan Regi surprisingly berbarengan.

"Nadindra Amandira Sjadrie..."

***

The Price of TemptationWhere stories live. Discover now