7. ngekorin Bian

49.4K 915 69
                                    

"Bi, kamu bener gak bisa nemenin aku ke ultah Amel besok malam?" Tanyaku penuh harap. Bian hanya menatapku menyesal sambil mengunyah rujak di teras kosnya siang itu. Aku sangat berharap Bian bisa menemani kali ini.

Sedikit menggigit bibir, dia tampak menimbang-nimbang. Lantas berujar pelan. "Kalau buat besok malam gak bisa yang, sabtu pagi uda otw ke lembang." Bian merasa bersalah melihat semburat kekecewaan di wajahku. Untuk sejenak dia terdiam cukup lama, kemudian melanjutkan tidak ingin membuat mutiaranya sedih. "Gimana kalau kamu ikut aku ke lembang?"

Oke. Aku cukup terkejut mendengar pertanyaan Bian. Selama dua tahun lebih kami pacaran, Bian tidak pernah sekalipun mengajakku ikut touring. Bahkan ngumpul bareng anak-anak komunitasnya bisa di itung berapa kali dia ngajakin aku.

Dan sekarang..

Haha..

Bian kesambet setan apa di kampus tadi?

Seneng sih. Soalnya perdana di ajakin Bian.

Tapi..

Ultah Amel gimana?

Aku dilema. Pengen ikut, namun di sisi lain perayaan ulang tahun Amel memberatkanku. Bagaimanapun, mana mungkin aku melewatkan ulang tahun sahabat terbaik sepanjang masaku itu?

Yang benar saja.

"Gak mungkin kan aku gak datang ke acara Amel, Bi."

"Tahun depankan masih ngerayain ultah Amelnya." Bian menatapku serius. Dia beranjak, lantas meraih lenganku hingga berdiri dan membimbingku masuk ke kosan. "Sekali-kali gapapalah gak dateng. Ntar aku yang ngomong sama dia."

Aku cemberut. Ngomong sih gampang. Amel itu nekatan orangnya. Kalau aku bilang gak bisa datang, bisa-bisa semua poster bias aku yang nempel di dinding di robekin semua sama dia.

"Kamar aku jadi kapal pecah nanti. Kamu kan tau gimana Amel kalau uda ngamuk." Keluhku pada Bian. Mengikutinya dari belakang, masuk kedalam kamar lantas membanting tubuhku di atas kasur.

Leganya!

Kasur empuk Bian membuatku menggeliat beberapa kali mencari posisi nyaman. Rasanya, sudah lama sekali aku tidak berbaring senyaman ini sejak kemarin saat aku memutuskan pindah ke kontrakan Gita. Ngangkatin barang dari kos lama ke kontrakan baru cukup melelahkan. Apalagi hanya bermodalkan motor matic milik Gita.

Jika di ingat-ingat cukup menggelikan. Panas-panasan. Bocengan berdua sama Gita dengan motor penuh buntelan kain, plus nentengin kasur lipat. Mana di ketawain cowok-cowok gatel pula. Kebayangkan gimana bentuknya?

Dan, kebetulan banget si Bian kampret lagi ada jadwal kuliah. Ada alesan buat gak bantuin deh jadinya.

Aku mengamati Bian dengan kening berkerut. Kemudian bertanya heran ketika dia membuka lemari mengambil baju koko dan kain sarung. "Kamu mau kemana?"

"Jumatan, yang. Masalah Amel entar kita bahas lagi. Aku mandi dulu." Bian meraih handuk yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Melayangkan kissing in the air, lalu berlari terbirit-birit menuju kamar mandi saat aku melempar wajahnya dengan bantal.

Dasar bocah!

Aku mendesah lemah. Menyambar ponsel Bian yang sempat dia lemparkan ke atas kasur, kemudian tersenyum geli ketika menyentuh layar ponselnya.

Bian itu ngeselin. Entah aku harus marah atau gimana liat kelakuannya. Dia paling suka motret aku pas lagi tidur, lalu di jadiin walpaper hpnya. Malu-maluin. Kadang di pamerin ke temen-temennya sambil ngomong begini; 'ini loh cewek gue yang sering kalian bilang cantik. Lagi tidur jelek banget! Mangap! Kadang-kadang ngorok, sampai buat peta di bantal gue'.

I Give My First Love To You || 21+Where stories live. Discover now