Seperti yang dijanjikan, taksi datang sepuluh menit kemudian. Dibantu oleh supir taksi, Seulgi berhasil masuk ke dalam taksi dengan pakaian yang sedikit basah. Tidak perlu menunggu lama untuk sampai di restoran ramen yang mereka inginkan, yang Jada inginkan sebenarnya karena Seulgi tidak tahu menahu tentang restoran enak di kota.

Dua mangkuk ramen tersedia di atas meja, Jada yang mengambil duduk di samping Seulgi menunutun gadis itu untuk memegang garpu dan menyendok mie ramen. Sikap yang juga setiap pagi selalu Jimin lakukan untuknya.

"Jam berapa ini, Jada?"

"Lima sore. Kenapa?"

"Bisakah kau menyuruh Jimin untuk menjemputku disini? Setelah itu kau bisa bersenang-senang dengan temanmu."

"Bagaimana kau tahu jika aku akan pergi dengan temanku malam ini?" Jada terdengar senang ketika Seulgi berhasil menebak kegiatannya setelah ini walaupun hal itu merupakan sebuah kebetulan. Gadis itu berpikir bahwa ia berhasil mendapatkan sedikit perhatian dari Seulgi.

Sambil menyeruput ramennya, Seulgi mengatakan dengan datar, "Aku hanya menebak. Jangan berlebihan." Tetap saja itu membuah Jada senang.

Cukup lama mereka berbincang setelah makan ramen, yang sebenarnya didominasi oleh Jada yang menceritakan kehidupan kampusnya. Dimulai dengan asrama yang berhantu, kemudian tugas kuliah yang membuat pusing, dosen yang tidak kompeten dalam mengajar sampai professor yang tertarik dengan penelitian yang ia ajukan. Waktu menunjukkan pukul tujuh dan matahari sudah terbenam. Dari kejauhan, mobil hitam terparkir kemudian muncul Park Jimin dari balik kemudi. Wajah lelah dari lelaki tersebut tidak bisa tertutupi lagi bahkan begitu ia memasuk restoran.

"Hei, maaf aku terlambat. Jalanan macet sekali." Begitu kalimat yang Jimin ucapkan begitu menghadap Seulgi dan Jada.

"Tidak apa-apa, kami berbincang cukup seru juga. Karena kau sudah disini maka kau akan pergi dulu, temanku sudah menunggu." Jada mengundurkan diri dengan sopan lalu meninggalkan restoran.

Jimin mengambil kursi di hadapan Seulgi, kemudian memanggil pelayan untuk memesan. "Kau ingin makan lagi?" tawar Jimin yang membolak-balik buku menu. "Aku tidak ingin menjadi babi," balas Seulgi sarkas yang hanya disambut kekehan lucu oleh Jimin.

"Aku ingin nonton film."

"Ha?"

Jimin berhenti menyumpit mie ramennya begitu mendengar pernyataan aneh Seulgi.

"Kau ingin nonton film?" Jimin mengulangi lagi kalimat tersebut dengan kaget.

Seulgi yang merasa diejek langsung cemberut. "Kenapa? Kau meremehkanku karena aku buta?"

"Maaf, bukan maksudku begitu, Sayang. Kau ingin nonton film? Baiklah kudengar ada bioskop mobil yang beroperasi disekitar sini. Tidak apa, kan?" Jimin merasa bersalah karena sudah menyindir Seulgi namun tidak bisa menyembunyikan kegemasannya pada permintaan aneh gadis itu. Terkadang ia tidak dapat menebak apa isi pikiran Seulgi, bahkan sejak dulu ia memang tidak bisa.












###






Mobil memasuki pintu besar area bioskop. Hanya tinggal menunggu satu antrian mobil, maka mereka akan bisa membeli tiket. Dari arah lapangan terdengar gemuruh riuh suara dari film. Sepertinya mereka terlambat, namun tidak ada yang peduli. Jimin terlalu lelah untuk mematungi sepanjang film dan Seulgi tidak ambil pusing toh ia juga tidak bisa melihatnya.

"Sepuluh dolar per mobil dan lima dolar per orang," ucap penjaga loket. Jimin langsung menyerahkan sejumlah uang dan mendapatkan tiket mereka. Beruntung sekali mereka merupakan penonton terakhir karena tidak ada lagi ruang untuk parkir mobil. Dengan cekatan Jimin memarkirkan mobil di tempat yang sesuai, memundurkan kursi dan menurunkan sandaran.

"Aku tidak mengerti mengapa kau bersikeras ingin menonton film," buka Jimin dalam posisi nyaman yang berhasil ia dapatkan.

"Aku disini tidak untuk menonton," jawab Seulgi cuek, lalu menurunkan sandaran kursinya juga. Jimin sedikit terperanjat ketika kaca mobil diketuk secara tiba-tiba dari luar dan sahutan terdengar, "Popcorn?"

"Aku disini untuk popcorn," lanjut Seulgi dengan wajah sumringah. "Belikan aku ukuran yang besar!"

Jimin terpaksa menurunkan kaca mobil dan menerima tawaran penjaja popcorn. "Kembaliannya lima dolar. Terima kasih." Dan sang penjaja pun pergi. Jimin meletakkan buket besar popcorn diatas paha Seulgi. "Kenapa tidak dimakan? Bukankah kau disini untuk popcorn?" ejek Jimin ketika Seulgi tidak menyentuh popcornya cukup lama. Gadis itu malah termenung.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Jimin lagi dengan santai.

"Kemana penjual popcorn tadi?" Seulgi balik bertanya.

"Sudah pergi. Kenapa memangnya?"

"Ah... tidak apa-apa. Hanya salah dengar..." kilah Seulgi.

"Memangnya apa yang kau dengar sih?" gumam Jimin tak tertarik, justru lelaki itu sibuk mengatur letak kakinya diatas kemudi sambil mengunyah segenggam popcorn.

Padahal jelas yang Seulgi dengar tadi persis seperti suara Jonas, lelaki yang Namjoon temukan tergantung kaku di toilet stasiun akhir.

JADED - Wild Liar IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang