9

196 56 12
                                    

Lorong itu begitu gelap. Hanya cahaya rembulan dari celah pintu yang berhasil menembus. Hoseok berdiri di tengah lorong. Sendirian. Jemarinya sibuk menekan telinga agar tidak mendengar suara-suara dari dinding. Jeritan kesakitan, tawa yang menggila, tangisan tanpa emosi... semuanya bisa ia dengar. Mereka seperti berlomba masuk ke dalam telinganya, menetap di otak dan menghantui hidupnya.

Seperti vertigo, tapi Hoseok tidak bisa melihat apapun. Suara-suara itu tetap ada walaupun ia berusaha keras menutup telinganya. Rasanya ia berada di dunia berbeda. Siapa yang berteriak? Siapa yang menimbulkan rasa sakit itu? Hal menyenangkan apa hingga tawa tersebut terdengar begitu jahat?

Lelaki itu terjatuh karena tidak bisa menahan tekanan disekelilingnya. Tubuhnya merasa kesakitan.

Krieeett.

Sebuah pintu terbuka. Cahaya langsung menyeruak menerangi lorong. Hoseok memandang ke arah itu. Sosok yang begitu mengerikan berdiri memunggungi cahaya.

Hell.













###

Hoseok menatap keluar jendela dengan muram. Mimpi buruk sialan. Ia tidak bisa melanjutkan tidur setelah terbangun dari mimpi tersebut, ditambah ternyata Seulgi mendengkur keras. Jadi sepanjang malam ia berusaha memejamkan mata sampai akhirnya matahari terbit dan memaksanya untuk mendapatkan kantung hitam.

Jada berbincang dengan Seulgi. Wanita itu terdengar bersemangat sejak hari pertama dilakukan pemeriksaan tubuh beserta tetek bengek lainnya. Hoseok tidak tahu dan tidak mau tahu. Toh tugasnya pun hanya menjaga Seulgi selama di pulau ini. Sisanya ia serahkan pada Jada. Valid, no debat.

Ia hanya berharap hal ini cepat selesai dan ia segera kembali ke kota. Ia merindukan gudang tempatnya bekerja.

"Baru beberapa hari dan sepertinya seseorang mulai menjadi gila," sindir Seulgi begitu tidak sengaja mendengar helaan nafas panjang Hoseok. Lelaki itu balas melirik sinis, "Kau akan menjadi gila jika terus-terusan bersama orang gila. Jimin contohnya."

"Jika aku sudah mendapatkan penglihatannku kembali aku akan langsung meninggalkanmu dan membiarkanmu membusuk di pulau ini."

"Sorry, tapi aku yang akan meninggalkanmu lebih dulu. Begitu kau melihat untuk pertama kalinya, kau tidak akan pernah melihat bayanganku lagi. Kau tau betapa aku ingin meninggalkan orang gila sepertimu di pulau ini?"

"Jimin akan mengejarmu sampai mati jika itu terjadi. Kau tahukan bedanya Jimin dengan polisi lain?" ucap Seulgi dengan senyum bangga menggembang di wajahnya. Jika saja Jimin mendengarnya, pasti lelaki itu akan senang setengah mati.

Hoseok meringis setengah hati. Orang gila.

Jada yang semakin terbiasa melihat adu mulut antar Seulgi dan Hoseok hanya bisa tertawa kecil. Tangannya menutupi mulutnya, matanya menyipit membentuk bulan sabit dan suara tawanya terdengar sangat feminim. Cukup membuat Hoseok sedikit tertegun.

"Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Jada bingung dengan tatapan Hoseok padanya. Tersentak kaget, Hoseok langsung malu dan berdehem kecil. "Eye smile-mu menarik," jawabnya malu-malu

Jada merespon dengan santai, terdengar bahwa ia sering mendapat pujian seperti itu, "Terima kasih." Senyumnya ia sunggingkan pada Hoseok. Semburat merah perlahan muncul di pipinya sehingga Hoseok harus memalingkan muka agar tidak ketahuan. Gila.

Ditengah kabut aneh diantara mereka, Seulgi bergabung dengan suara cemprengnya. "Mungkin saja ada tempat yang bisa Hoseok datangi selain menunggu disini? Aku cukup muak mendengar suaranya selama dua puluh empat jam!"

"Ya ampun! Maaf atas kelancanganku. Seharusnya aku sadar bahwa kau akan merasa bosan terus-terusan menunggu disini." Wajah Jada cukup kaget dan merasa bersalah. "Di balik bangunan tersebut ada sebuah rumah kecil yang kami gunakan sebagai perpustakaan dan sebuah komputer yang biasa kami gunakan untuk melepas penat. Sayangnya tidak ada jaringat internet yang bisa diakses tapi setidaknya ada beberapa game yang bisa dimainkan disana. Silahkan gunakan sepuasnya jika kau merasa bosan disini."

Hoseok mengikuti arah jari dengan cat merah gelap pada kukunya berantakan milik Jada mengarah pada gedung yang lumayan jauh, tapi masih terjangkau untuk siapapun. Dibalik gedung tersebut nampak rimbunnya pepohonan besar dan membuat Hoseok sedikit bergidik. Tidak ingin mengecewakan niat baik Jada, Hoseok bangkit. Yah, ia pun sedikit bosan berada disini.

"Thanks, Jada!"

Ngomong-omong, kemarin malam ia tidak melihat cat kuku Jada?













###

"Apa kau bodoh? Kau tidak pernah berhubungan dengan wanita?"

Itulah kalimat pertama yang dilontarkan Seulgi ketika Hoseok menanyakan tentang wanita menggunakan cat kuku.

"Cat kuku adalah hal penting seperti baju. Tanpa cat kuku, kami merasa telanjang. Kami akan merasa malu jika tidak menggunakan hal itu, mengerti?"

"Tapi kau tidak menggunakan cat kuku?"

"Kau buta?" Seulgi memamerkan kuku-kukunya yang berwarna merah gelap. "Jada memakaikan padaku tadi siang saat kau pergi bermain. Membahas hal itu, bagaimana tadi? Apakah kau merasakan hal aneh ketika pergi ke gedung itu?" Seulgi mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa aku harus merasakan hal aneh?" Hoseok balas bertanya.

Dengan wajah bersemangat, yang sedikit menjengkelkan bagi Hoseok, Seulgi berkata, "Kemarin malam aku tidak sengaja mendengar pembicaraan... siapa wanita yang berlogat aneh itu? Hmm... Miya! Aku mendengar katanya saat ia sedang jalan malam-malam untuk mencari sinyal sampai di gedung bercat abu, ia merasa ada yang memperhatikannya dan mencium bau busuk. Jadi aku bertanya pada Jada dimana gedung bercat abu itu dan kebetulan Jada memberitahu juga kalau dibalik gedung itu ada sebuah perpustakaan kecil. Jadi bagaimana menurutmu? Apa kau merasa ada yang memperhatikanmu atau kau mencium bau busuk? Bagaimana jika pulau ini ternyata berhantu?" ucap Seulgi penuh semangat.

Jadi maksudnya, gedung tadi yang dengan santai ia lewati berhantu? Sorot mata Hoseok berkata bahwa ia sudah curiga dari awal pada wanita ini. Pantas saja tiba-tiba dia berbaik hati menawarkan dirinya untuk menghabiskan waktu sendirian, ternyata tujuannya memang untuk mengerjai dirinya yang penakut.

Bulu kuduk Hoseok seketika berdiri. Sudahlah mimpi buruk, melewati gedung berhantu pula!

"Jadi bagaimana? Kau merasakan sesuatu?" tanya Seulgi penuh antisipasi.

"Aku tidak merasakan apapun," jawab Hoseok singkat.

"Huh! Tidak seru!" gerutunya lalu membalikkan badan, memunggungi Hoseok dari kasurnya.

Lelaki yang sudah muak dengan Seulgi itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakukan kekanakannya. Padahal dia pun juga penakut. Kalau benar pulau ini berhantu, pasti yang akan disusahkan pasti dirinya lagi. Yang disibukkan pasti dirinya, Jung Hoseok, yang sudah diberikan jabatan babu oleh Kang Seulgi.

Siapa yang bisa menyangka jika wanita itu pernah berada di dunia gelap, bermain antara hidup dan mati. Jika Jada mengetahui hal ini, Hoseok yakin seratus persen wanita itu akan sangat kecewa dan sedih. Matanya yang biasanya menunjukkan bulan sabit justru akan mengeluarkan airmata. Senyum yang indah perlahan memudar. Dan suara tawanya mungkin akan berubah menjadi isak tangis...

Oh My God! Jung Hoseok, apa yang sedang kau pikirkan?! Get a hold of yourself!

JADED - Wild Liar IIIWhere stories live. Discover now