2

814 122 5
                                    

"Pertemuan yang membosankan," keluh Seulgi ketika ia dan Jada tidak dapat pulang karena hujan yang turun deras. Jada yang tersenyum menanggapi keluhan yang sering ia dengar dari gadis itu. "Tapi senang rasanya mengetahui bahwa masih ada orang baik diluar sana," sahut Jada dengan senyum tulus seraya memandangi hujan sebagai berkah dari langit. Seulgi menyunggingkan senyum sinis, mengandaikan jika saja gadis itu tahu masa lalunya pasti dia tidak akan memperlakukannya dengan sama.

"Kang Seulgi, bolehkah aku bertanya padamu sebagi sesama wanita?" tanya Jada tiba-tiba. Seulgi tidak menjawab dan hanya berdehem setuju. "Bagaimana kau bisa bertemu lelaki seperti Park Jimin? Setiap kali kulihat ia menatapku, terpancar kasih sayang yang luar biasa. Aku... juga ingin bertemu dengan lelaki seperti itu," ujarnya agak malu-malu, akan tetapi Seulgi tidak menangkap perasaan malu tersebut sebagai kelembutan hati wanita yang polos. Dengan lantangnya ia menjawab, "Percayalah Park Jimin yang kau lihat tidak sebagus dengan Park Jimin yang kukenal. Apa bagusnya lelaki itu? Banyak mengancam saja!" rutuk Seulgi seakan ia memiliki dendam tersembunyi. Jada menangkap jawaban tersebut dengan sebuah senyum tipis, "Benarkah?" Hanya itu yang bisa ia katakan setelah harapannya akan jawaban yang akan ia terima dihancurkan.

Bohong kalau Seulgi tidak mengetahui hati seorang wanita polos seperti Jada. Ia hanya sengaja mengucapkan kalimat tersebut untuk mengerjainya, namun malah membuatnya merasa sedikit tidak enak. "Setidaknya dia tampan," celetuk Seulgi untuk menenangkan perasaannya.

"Kau... pernah melihat wajahnya?" Mendadak pertanyaan itu keluar dari mulut Jada yang langsung menutup mulutnya kaget. Hal itu juga membuat Seulgi sedikit terkejut. "Kurasa Jimin tidak menceritakannya padamu, kan?" tebak Seulgi dan dibalas gelengan kecil oleh Jada yang tidak ia ketahui. "Aku terlahir dengan sempurna sampai suatu hari kecelakaan mengambil penglihatanku. Ini belum lama sejak terakhir aku melihat dunia namun aku sudah merasa dunia berubah drastis. Apa aku saja yang berlebihan?" Seulgi bercerita sambil menghadap pada luar gedung yang masih diguyur hujan deras. Ia memang tidak bisa melihat bagaimana wujud hujan hari ini, namun ia bisa merasakan kesejukannya. Dan itu sedikit mendamaikan hatinya.

Kedua mata Jada menyayu. Tangannya merangkul Seulgi dan menyandarkan ringan kepalanya pada bahu gadis itu. "Maafkan aku karena membuatmu mengatakan hal tersebut..." rintihnya.

"Aku tidak bisa membayangkan jika berada diposisimu, mendadak tidak bisa menatap dunia..." lanjut Jada lagi seakan berusaha memancing Seulgi untuk terus menceritakan hidupnya. Atau itu hanya pikiran negatif Seulgi saja karena selama ini ia memang belum menaruh hati pada Jada walaupun gadis itu kelewat baik pada dirinya. Tetapi Seulgi juga sedikit rindu ingin berkeluh kesah pada orang lain terkait hidupnya. Biasanya ia melakukan itu dengan Namjoon, tapi ini sudah berbulan-bulan lamanya ia berpisah dengan lelaki yang tidak terdengar kabarnya lagi. "Menakutkan. Seakan hidupmu jatuh ke jurang terdalam dan tidak ada jalan keluar. Aku seperti hidup dalam kematian," sahut Seulgi pelan, menanggapi perkataan Jada. Sekali lagi gadis itu mengucapkan maafnya pada Seulgi.

Tidak ingin terlarut dalam suasana yang kelam, Seulgi berceletuk, "Hujan membuatku ingin makan ramen."

Jada pun dibuat kembali dalam atmosfer yang normal. "Seharusnya aku memanggil taksi sedari tadi daripada menunggu hujan yang tak pasti." Jada langsung mengeluarkan ponsel dan menjauh sebentar dari Seulgi.

"Benar juga. Aku juga tidak bisa membayangkan aku berada diposisi seperti ini," gumam Seulgi pada diri sendiri. Entah mengapa.

Tak lama Jada kembali dengan membawa kabar bahwa taksi yang dipesan akan datang dalam sepuluh menit. Mendengar hal tersebut membuat Seulgi lega karena sejujurnya ia kurang nyaman berlama-lama di tempat yang biasanya mereka jadikan ruang pertemuan ini. Banyak hawa aneh yang selalu ia rasakan walaupun ia bukan bagian dari manusia indigo di muka bumi.

JADED - Wild Liar IIIWhere stories live. Discover now