Bab Ketiga

74 15 8
                                    


Tema ke-3: Musim dingin adalah satu-satunya musim kita dapat bertemu.

.Anubis menunduk diam. Dia tidak percaya apa yang dikatakan barusan oleh sang Dewa Tanaman.

"Co-coba anda ulangi sekali lagi?" Kali ini dia ingin memastikan lagi perintah Tuannya sekali lagi.

Dewa bernama Osiris berdehem wibawa. "Kau akan aku tugaskan mengawasi seorang gadis di dunia atas."

Di balik topeng yang anubis kenakan sepasang alis bertemu di tengah. "Ngapain anda menyuruh saya mengawasi seorang gadis? Maaf, anda salah orang. Suruh orang lain atau Hathor.

Senyum tersungging di sudut bibir Osiris. Dia sudah menduga, Anubis akan menolak. Keponakan yang satu ini memang keras kepala. Osiris sudah menyiapkan rencana kedua. Pasti berhasil.

"Tidakkah kau penasaran pada kartu nama yang kau genggam?"

Anubis hendak berbalik mendadak menghentikan langkahnya.

Yes! Keponakannya terdiam, siasat berhasil. Hore! Osiris berteriak kegirangan. Dalam hati tentunya.

"Anak itu akan mati, kan?"

"Kalau sudah takdirnya."

Anubis membalikkan tubuh berjalan mendekat pamannya. Dewa bertubuh hijau lalu berdiri dan melangkah menghampiri si ponakan.

"Saya hanya mengawasi dia kan?" ulang pria berpakaian hitam.

Orisis menepuk bahu kanan Anubis. "Semoga berhasil."

Anubis mengangguk seraya memakai topeng anjing. Dia bergegas mencari sosok perempuan itu di taman. Cuma lama Anubis berjalan, alunan melodi menusuk indra pendengarannya. Samar-samar bunyi gemerincing makin terdengar.

Anubis menatap perempuan itu sedang menari dengan gemulai. Kedua tangan wanita itu menggenggam Sistrum. Sistrum, sebuah alat musik perkusi mengeluarkan bunyi dengan cara digoyang.

Sistrum terbuat dari logam maupun kayu, yang terdiri atas bingkai yang dilengkapi dengan beberapa tambahan potongan logam atau kayu horizontal.

Di bagian badan yang akan mengeluarkan bunyi-bunyian bila digoyang-goyang. Alat musik ini menghasilkan suara berdenting lembut yang disebut-sebut memiliki kemiripan dengan suara batang papirus yang bergoyang akibat ditiup angin.

Anubis begitu terlena, hingga dia tidak menyadari perempuan bermahkota cakram matahari sudah dihadapannya.

"Halloooo," sapa wanita berpakaian merah.

Anubis terhenyak. Amber bertemu cokelat gelap. "Hm," balas Anubis pendek.

"Ah, kau selalu saja begitu. Hai, kek. Apa kabar, kek. Ini cuma 'hm'. Aku bosan," keluh si wanita berparas cantik seraya membetulkan poni dan menyisir rambut menggunakan jari sebagai sisir.

"Hai, Hathor," jawab Anubis datar.

Hathor memutar dua bola matanya. Sungguh, laki-laki di hadapannya ini seperti tidak punya gairah hidup. Selalu saja dingin dan misterius.

Tanpa basa basi Anubis berkata,"Antarkan aku ke dunia atas."

"Hoo tumben? Kau sudah bosan ya?" Goda Hathor.

Anubis kembali menatap datar Hathor. Perempuan ini berisik sekali. "Cepat, antarkan aku!"

"Iya-iya. Aku ganti pakaian dulu."  Hathor berjalan melewati Anubis yang memandang heran.

Hathor berkacak pinggang seolah-olah membaca pikiran Anubis. "Hellooow, kau mau aku kedinginan di dunia atas? Kau mau tanggung jawab kalau aku kenapa-napa? Kalau sampai terjadi, kubilang kau pada ayahku," ancam Hathor.

'Kubilang kau pada ayahku'. Anubis meniru ucapan Hathor sambil menggoyangkan kepalanya. "Halah, dikit-dikit ngadu. Cih!"

Anubis teringat sesuatu. "Ngomong-ngomong, kok kau tahu? memangnya di dunia atas sedang musim dingin gitu?"

"Iya, Anubis bodoh!" jerit Hathor dari dalam ruang pribadinya.

Kedua tangan Anubis mengepal erat. Beraninya wanita jelek itu memaki dirinya. Sial amat Horus memilih wanita sialan itu. Dalam hati Anubis berjanji, apabila Hathor mengatai diriny bodoh ku lempar saja dia ke kawah neraka.

Hathor keluar dari ruangan. Pakaian panjang hitam sampai betis, ditutupi mantel merah tebal membungkus elok tubuhnya. Boot merah menutupi kaki jenjangnya.

"Kau tidak memakai mantel?" tanya Hathor heran.

"Tidak. Aku sudah biasa."

Hathor mengangkat bahu. "Ya sudah. Ayo."

Hathor memutar gelang emas. Hathor tampak merapal mantra. Cahaya kuning keluar dari bawah tanah. Sekejab saja mereka sudah menghilang.

==========

Kota Paris.

Dua dewa dewi itu sudah berada di jembatan Pont de Grenelle. Untung, tidak ada orang yang melihat kemunculan mereka secara tiba-tiba. Dari sini menara Eifell terlihat jelas dan begitu indah. Hathor berdecak kagum.

Mereka berjalan menyusuri jembatan. Anubis menoleh ke belakang. Hathor ikut menoleh ke belakang.

"Ada apa?"

"Ada yang memanggilku."

"Ah mana mungkin?"

Amber sang Dewa Kematian menyusuri area jembatan. Siapa yang memanggil? Dia berjalan cepat mencari sosok tersebut. Di luar jembatan tampak sebuah toko kecil dan seorang gadis sedang menjajakan bunga beraneka warna bersama wanita tua.

Anubis melangkah pelan. Apakah dia-

"Bunganya, Tuan," sapa si bocah manis memamerkan senyum manisnya. Tangan kecil itu mengulurkan setangkai lily. Anubis pun menerimanya.

"Siapa namamu?" tanya Anubis datar. Tidak ada senyum di wajah dinginnya.

"Berenika. Khepri Berenika."

Amber Anubis membulat. Tidak mungkin, orang yang akan dia ambil nyawanya nanti adalah seorang gadis berusia 9 tahun!

Tidak mungkin!

Anubis segera mencatat dalam hati. Di jembatan Pont de Grenelle, naungan musim dingin adalah pertama kali kita bertemu.

Wadaw, 722 kata.

Tema ini agak sulit bagi saya. 😓
😓

Mencari roh cogan berikutnya. See ya.

Dreaming - 30 Daily Writing Challenge NPC 2019Where stories live. Discover now