4. Mulai Janggal

1K 146 6
                                    

"There may be times when we are powerless to prevent injustice, but there must never be a time when we fail to protest."

Elie Wiesel

• • •

Pukul 5.30 pagi, Hira sudah rapi berkaca diri dengan seragam Clugams yang membalut tubuh mungilnya. Bukan sedang kesambet setan rajin atau apa, karena sejak TK Hira memang paling rajin kalau soal sekolah. Meski dirinya bukan murid cerdas yang biasa mendapat peringkat teratas, Hira memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Memiliki kemampuan otak yang terbilang rata-rata terutama dalam urusan hitung-menghitung, bukan kemauan Hira. Hira hanya pandai dalam Bahasa, bertutur kata, merangkai kata sampai bentuk puisi bahkan novel, barulah menjadi jagonya.

Nala memoletkan tubuhnya. Samar-samar matanya yang baru terbuka setengah melihat sosok Hira dari belakang. Nala meraba-raba nakasnya. Mencari ponsel, namun tidak ada. Nala lupa kalau semalam ada Pak Alex yang berkeliling mengumpulkan semua alat elektronik milik seluruh siswa/i. Tidak hanya ponsel, tetapi juga laptop, earphone, play station, semuanya disita. Bisa digunakan kembali hanya setiap weekend. Sabtu-Minggu. Karena pihak asrama pikir untuk komputer dan lain sebagainya sudah disediakan dan memiliki laboratoriom masing-masing sebagai fasilitas asrama.

"Jam berapa sekarang, Hir? Udah rapi aja lo," tanya Nala yang sekaligus heran mendapati Hira yang sudah rapi saja di saat dirinya masih membaring malas di atas ranjang.

Ah, iya. Hira baru ingat kalau di kamarnya ini tidak ada jam selain weker miliknya. Sempat heran juga ketika menyadari asrama seluas ini tidak disediakan jam dinding di setiap kamarnya. Tetapi Hira berusaha untuk tidak ambil pusing. Toh, dirinya juga membawa yang biasa di kamarnya, di rumah.

"Udah mau setengah tujuh. Telat kalian semua, tuh."

"HAH?!" Safira dan Salsa langsung melotot dengan punggung terangkat sempurna.

"Serius lo?" Nala tampak tak percaya.

Sementara Hira tertawa. "Canda, deng. Baru jam setengah 6, kok. Kalian pada mandi sana."

"Gue duluan!" sigap Salsa yang langsung bangkit menyambar handuknya.

"Oiya, nanti kita mesti lapor, tuh, ke Pak Subroto. Air di shower sama keran wastafel keluarnya kecil. Nggak tahu airnya yang nggak ada atau keran sama showernya yang rusak. Tapi yang penting jangan ada yang boros-boros air aja mandinya, biar semua kebagian." Sambil merias diri, sebagai orang pertama yang menggunakan toilet di kamar mereka, Hira mencoba untuk memberi tahu semuanya sebelum ada kejadian main salah-salahan akibat tidak bisa mandi lantaran kering air.

"Yah, mana bisa gue mandi airnya sedikit," keluh Salsa. "Itumah sama aja kayak nggak mandi."

"Masa asrama secanggih ini punya fasilitas yang sebobrok itu?" Lagi-lagi Nala yang tidak langsung percaya.

Sementara Safira diam-diam sudah seperti tikus, merangkak mendekati pintu toilet. Dan saat mendapat kesempatan Salsa yang tampak lengah, ia langsung menyerobot masuk dan menutup pintu juga menguncinya dari dalam. Menyelak Salsa.

Cklek

Mendengar suara kunci pintu tepat di belakangnya, seketika Salsa berbalik. "Wah, si Safira kurang ajar! Heh, buka nggak!"

"Sori, ya. Habisnya gue liat-liat kalian ngobrolnya serius banget, sih. Jadi gue duluan aja."

"Fira airnya jangan diabisin!" seru Nala, memperingatkan. Walau ia memilih mengalah.

Dor! Dor! Dor!

Salsa yang masih tidak terima diselak, dengan kesal hanya bisa menggedor Safira di balik sana. "Awas aja lo kalau sampai pas gue mandi airnya nggak keluar sama sekali!!!"

Clugams #1: and The Cursed ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang