BAB 11

5K 547 11
                                    

BEN

Sebuah suara berhasil mengalihkan perhatianku dari wanita di depanku. Kepalaku menoleh, mendapati Kenzo di dalam gendongan Keira. Tanpa pikir panjang lagi, aku segera meraih tas kerjaku untuk menghampiri mereka. Tanganku yang bebas meraih pinggang Keira dan memeluknya. Memberikannya sebuah pelukan dan juga sebuah ciuman padanya. Aku berdecak kesal saat menyadari bahwa bibir rasa stawberrynya ini selalu membuatku ingin menciumnya terus dan terus, sayangnya aku belum berani berbuat lebih lanjut dari sebuah ciuman kilat ini.

Rasanya aku ingin terbahak ketika merasakan tubuh yang kupeluk tiba-tiba menegang hanya karena ciuman kilat dariku. Wanita ini tiba-tiba saja berubah menjadi wanita pemalu dengan kedua pipi merona, begitu menggemaskan. Tunggu, apa yang tadi aku pikirkan tentang Keira? Sepertinya otakku tidak beres, pasti karena efek hari pertama residenku.

"How's your day, kiddo?" Aku mengalihkan perhatianku kembali pada Kenzo seraya meraihnya ke dalam gendonganku.

"Wonderful, Dad."

"Kenzo tadi nggak nakal, kan? Nggak ngerepotin Mommy, kan?" tanyaku yang hanya dibalas gelengan penuh semangat Kenzo. "Good boy."

"Mana hadiah untukku, Dad?"

Pertanyaannya membuatku terdiam sebentar. Lalu, sebuah ide terlintas di kepalaku. "Bagaimana kalau kita makan es krim ?"

Anakku bertepuk tangan gembira, lalu memeluk leherku. "Thank you, Daddy."

"You're welcome." Aku meraih tangan Keira. "Come on, Kei."

Keira tiba-tiba menahan tanganku. Alisku mengernyit sembari menatapnya, sementara dia hanya membalas tatapanku dengan sebuah senyuman diikuti lirikan di balik punggungku. Saking penasaran dengan maksudnya, kepalaku kembali menoleh, ternyata wanita yang tadi berbicara denganku tengah berdiri tepat di hadapanku.

Seketia aku tertegun. Wanita di depanku ini berhasil memutar kenangan masa laluku. Bagaimana bisa ada dua orang yang nampak begitu serupa? Rasanya aku ingin berteriak. Aku mengira tugasku yang tersisa hanyalah melupakan Calista yang kini berjarak ribuan mill jauhnya dari Paris, lalu selanjutnya adalah jatuh cinta pada Keira. Nyatanya aku malah bertemu dengan wanita yang bahkan setiap gerak-geriknya, postur tubuhnya, caranya tertawa membuatku mengingat Calista. Sayangnya, rambut pirang milik wanita ini membuatku sadar bahwa dia bukan Calista. Tapi, bukan hanya itu saja yang membuatku merana dalam proses move on ini. Selama ini aku selalu memanggil Calista dengan sebutan Angel dan sialnya adalah wanita-yang-sangat-mirip-Calista-ini bernama Angel. Dunia benar-benar membuatku semakin susah untuk melupakan Calista.

Hal inilah yang sebenarnya cukup membuatku canggung berada di dekat Angel. Mungkin segala hal benar-benar mengingatkanku pada Calista, sayangnya tidak kelakuannya. Calistaku sangat angun, sedangkan wanita ini begitu agresif, bahkan aku saja menyadari bahwa dia menaruh perasaannya kepadaku di hari pertama kami berkenalan. Tapi, hal itu membuatku bersyukur karenanya aku jadi sadar bahwa Angel bukanlah Calista.

Namun, demi kesopananku padanya, Aku tetap menyungingkan sebuah senyuman. "Angel, aku mengira kau sudah pulang."

"Aku mengira kau akan memperkenalkanku kepada mereka," balasnya. Dia menyunggingkan sebuah senyuman dan lagi-lagi aku harus bersyukur karena senyuman Calista selalu nampak tulus, bukan senyuman judes yang Angel tunjukan.

Tanganku meraih kembali pinggang Keira dan memeluknya erat. "Pria kecil dan tampan ini adalah anakku, Kenzo. Kenzo, say hi to Angel."

"Hi, Angel," sapanya sembari memamerkan deretan giginya.

"Hi, Kenzo." Angel meraih salah satu pipi Kenzo untuk dicubitnya.

"Lalu, wanita di dalam pelukanku ini adalah istriku, Keira."

SHIT HAPPENS [RE-PUBLISH]Where stories live. Discover now