BAB 10

5.2K 529 4
                                    

KEIRA

"Jadi, hari ini kau akan bekerja sambil membawa Kenzo, Kei?"

Aku menoleh, mendapati Ben tengah menatapku sembari menyesap kopinya. "Iya. Sebenarnya aku ingin menitipkannya kepadamu, tapi berhubung hari ini adalah hari pertamamu residen, pasti kau akan sibuk sekali. Lagipula, Josh juga sedang ada urusan di Roma selama beberapa hari ini."

Tanganku dengan sigap meletakkan sepiring roti bakar dengan daging asap, sosis berserta telur setengah matang untuk sarapan Ben. Seminggu terakhir Ben sudah menetap di sini, aku jadi terbiasa menyiapkan sarapan dan juga makan malam untuknya. Hal ini membuat kami jadi sering bersama diberbagai kesempatan, walaupun pada saat jam makan siang aku terpaksa absen, karena pekerjaan membuatku harus bertemu klien.

"Sepertinya kebiasaan untuk menitipkan Kenzo pada Josh harus segera dihentikan," gumamnya yang berhasil membuatku mengernyitkan alis.

"Memangnya ada yang salah menitipkan Kenzo kepada Josh?" tanyaku sembari meletakkan sarapannya.

Untung saja di sini hanya ada kami berdua. Kenzo sepertinya masih mandi di dalam kamarnya. Bagus, artinya anakku tidak akan mendengar perdebatan kecil kedua orang tuanya ini. Ben berdiri seraya berjalan mendekatiku. Dia memelankan suaranya. "Aku hanya tidak ingin Josh terlalu dekat dengan anakku, Kei."

"Oh, ayolah. Mereka sudah dekat, bahkan sebelum kita bertemu."

"Aku tahu. Aku hanya tidak ingin anakku lebih menganggap Josh sebagai ayahnya dari pada diriku sendiri."

"Oh, Ben," tanganku tanpa sadar meraih wajah Ben untuk mengelusnya pelan. "Kenzo lebih menyayangimu daripada siapapun. Selama ini Ken hanya menganggap Josh sebagai pamannya, tidak lebih."

Pria itu tersenyum hangat, kemudian meraih tanganku untuk digenggamnya. "Kalau boleh jujur, aku tidak terlalu menyukai pria itu. Dia menyukaimu, Kei."

Seketika kedua mataku terbelalak mendengar ucapan Ben padaku. Josh menyukaiku? Ben terlalu banyak berimajinasi yang tidak-tidak. Menurutku, apa yang Josh lakukan padaku dan juga Kenzo adalah sebuah rasa simpati seorang pria kepada wanita single parent dan karena persahabatan kami juga membuat kami dekat. Sesederhana itu. Tapi, tidak dengan pikiran Ben.

"Tenanglah, Ben. Josh tidak seperti yang kau pikirkan."

"Kei," panggilnya. Aku menatap lekat kedua mata abu-abunya dan dia membalas tatapan mataku. "Jangan membahas Josh di hadapanku, oke. Aku tidak menyukainya."

Aku mengangguk patuh untuk menyutujui argumen lemah yang Ben ucapkan. Sebenarnya kalau ini diteruskan malah akan membuat perdebatan panjang yang akan merusak pagi indah ini.

"Bonjour! Morning!" Sebuah suara membuat kontak mata kami terputus. Sebenarnya aku duluan yang mengalihkan kedua mataku dari mata abu-abu indahnya itu.

Tubuh mungil Kenzo keluar dari balik pintu kaca. Dia berlari kencang penuh semangat menuju ke arah kami berdiri saat ini. Menubruk kakiku yang kemudian dipeluknya erat. Segera saja aku meraih tubuh mungilnya ke dalam pelukanku, lalu mencium kening dan juga kedua pipinya.

"Morning, sweetheart. Breakfast?"

"Yes, Mommy."

Ben segera mengambil alih Kenzo ke dalam gendongannya saat aku mengulurkan badan kecil Kenzo. Aku kembali dengan kesibukanku menyiapkan sarapan untuk pria kecilku. Tanpa sadar aku memperhatikan Kenzo dan juga Ben yang sedang bercanda satu sama lain. Mereka nampak akrab, tanpa ada kecanggungan walaupun baru beberapa bulan yang lalu mereka mengetahui tentang keberadaan masing-masing.

"Ini sarapanmu, sayang." Aku meletakkan sebuah piring di meja makan setelah sebuah roti bakar dan juga daging asap kesukaannya siap.

Kami bertiga duduk di meja makan dengan aku dan Ben duduk saling berhadapan. Diam-diam Aku memperhatikan calon keluarga kecilku ini. Senyum hangatku merekah lebar, Andai aku bisa menekan perasaan egoisku dan menerima tawaran pernikahan dari Ben. Aku menghela nafas panjang, lalu buru-buru menggeleng. Tidak, aku harus bertahan pada pendirianku. Demi kebaikan semuanya. Demi anakku dan juga demi hatiku.

SHIT HAPPENS [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang