BAB 8

5.5K 580 6
                                    

KEIRA

Aku memperhatikan sekeliling apartemen malam ini. Sudah tiga hari berlalu sejak kembalinya Ben ke Berlin, tapi entah kenapa aku tiba-tiba merasakan bahwa aku mulai merindukan sosok pria itu. Padahal baru saja sejam yang lalu dia menghubungi kami. Walaupun dia lebih banyak mengobrol dengan Ken, tapi setidaknya aku bisa mendengar suara beratnya serta suara tawanya itu sudah lebih dari cukup bagiku.

Josh, aku mendesah pelan ketika mengingat sahabatku itu. Sepertinya dia benar-benar marah kepadaku. Bukan Josh namanya, jika tidak menghubungiku lebih dari sehari apalagi ketika dia berada di Perancis. Sejujurnya aku tidak berniat memarahinya ketika insiden yang terjadi tiga hari yang lalu. Omelan itu hanya tiba-tiba saja keluar, tidak tahunya efeknya akan seperti ini.

Ting tong!

Terdengar suara bel apartemenku berbunyi. Aku melirik jam dinding sekilas, hampir pukul sepuluh malam dan orang gila mana yang bertamu semalam ini? Lagipula, aku tidak punya banyak teman yang bisa mendatangiku kapanpun mereka mau. Tidak teman kampus, bahkan teman di butik.

Apa mungkin pegawai apartemen atau semacamnya? Tapi untuk apa mereka mendatangiku semalam ini? Segera saja aku menutup sketch book serta menaruh pensil yang sejak tadi kugunakan, kemudian bangkit untuk pintu.

"Sia—" Seketika aku terdiam saat menemukan sebuah tangan terulur dengan se-bouqet mawar merah.

"Je suis désolé." Aku menengadah mendengar suara yang sangat aku kenal.

Josh berdiri di hadapanku. Wajahnya menatapku dengan tatapan menyesal. Aku tahu Josh, dia pasti tidak menyukai pertengkaran konyol ini. Tanpa banyak berkomentar aku meraih mawar tersebut, kemudian mencium baunya sembari menutup mataku rapat-rapat. Harum.

"Sorry for everything, Kei."

Aku menengadah kembali sembari menatap sepasang mata gelap sipitnya. Dia benar-benar tulus dan kesungguh-sungguhan. Kepalaku langsung mengangguk pelan. "Aku juga minta maaf padamu. Kita melakukan hal konyol dengan bertengkar hanya gara-gara masalah seperti itu."

Perlahan Aku mundur beberapa langkah untuk memberi jalan Josh memasuki apartemen. Pria itu langsung masuk, terlihat sangat nyaman berada di sini. Maklum saja, dia hampir setiap hari datang saat berada di Paris. Entah hanya mengantar kami berbelanja atau bermain dengan Kenzo.

Josh melangkah melewati ruang tamu, berbelok menuju daput. Tidak seperti biasanya yang langsung duduk begitu saja di ruang tamu, melepaskan mantel cokelatnya sembarangan di sofa, lalu berlalu memasuki kamar Kenzo. Hari ini dia dengan baik hatinya mengambil sendiri minuman di kulkas.

"Duduklah di sofa bed, Kei," perintahnya.

"Kau tidak seperti biasanya."

Seringai muncul di wajahnya, tanpa repot-repot membalas ucapanku. Walaupun enggan, aku tetap menuruti perintahnya menuju ke sofa bed dan mengambil kembali bergumul bersama sketch book ku. Waktunya kerja kembali.

Sembari menunggu Josh dan ketidak jelasannya, aku kembali menyibukkan diri. Tanganku dengan terampil mulai menggambar beberapa desain wedding gown yang klien inginkan. Tanpa sadar aku mendesah pelan ketika menyadari, kapan aku akan mengenakan sebuah wedding gown untuk pernikahanku sendiri? Rasanya sedih setiap kali melihat begitu banyak desain wedding gown yang kurancang untuk orang lain, tapi tidak ada satu pun desain itu untuk pernikahanku sendiri.

"So, kau tidak ingin menceritakan sesuatu kepadaku. Anything?" Tiba-tiba sebuah suara menyadarkanku dari lamunan.

Josh sudah berdiri di sampingku sembari memegang dua buah cangkir yang kutebak berisi dua kopi panas, karena aroma kopi yang khas cokelat menguar ke seluruh indra penciumanku.

SHIT HAPPENS [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang