BAB 6

7.5K 648 12
                                    

KEIRA

Ini gila! Rasanya dunia benar-benar sudah menggila. Bahkan saking gilanya, hal ini membuatku ingin menjedotkan kepalaku ke besi-besi menara Eiffel yang keras itu. Ini terlalu kebetulan untuk dikatakan sebagai sebuah kebetulan. Rasanya lebih baik aku ditelan bumi saat ini juga daripada harus berada di tempat ini dan bertemu kembali dengan pria ini.

Benjamin Orlando, pria dengan sejuta pesona yang dia miliki. Pria yang dengan mudahnya membuatku langsung jatuh cinta kepadanya saat pertama kali kami bertemu dan pria yang membuatku rela mengandung anaknya dan pergi jauh agar dia tidak membuat dirinya dan diriku terjebak di pernikahan yang tidak dia inginkan.

Pria itu saat ini tengah berdiri di hadapanku. Menatapku dengan jutaan pertanyaan yang terpancar jelas dari sorot matanya dan aku hanya bisa membalas tatapannya tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun bahwa aku sangat merindukannya.

"Kei, apa Kenzo anakku?" Ben mengulang pertanyaan sekali lagi yang berhasil menarikku kembali ke dunia nyata.

Ya Tuhan, seandainya saja tadi aku tidak mengikuti permintaan Kenzo untuk berjalan-jalan di Eiffel malam ini, mungkin kami tidak akan pernah bertemu. Hari ini aku cukup lelah dengan deadline-ku, tapi anehnya ketika kami di rumah tadi, Kenzo terus memaksaku untuk berjalan-jalan ke Eiffel malam-malam seperti ini. Sebagai ibu tunggal, aku tidak bisa menolak permintaannya karena aku tidak pernah bisa melihat tangisan dari kedua mata Kenzo.

"Mommy gendong." Kenzo menarik ujung kemejaku. Aku menatap Kenzo cukup lama, lalu menggendongnya.

Tiba-tiba aku merasakan seseorang menarik lenganku. "We need to talk," ucap Ben sambil menyeretku menjauhi seorang wanita muda yang sejak tadi bersamanya. Wanita tersebut tengah bergandengan tangan dengan seorang pria tampan di sampingnya. Sedangkan, tangan bebas pria tampan tersebut menggandeng seorang gadis kecil yang mungkin setahun atau dua tahun lebih tua dari pada Kenzo.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan, Ben," elakku mencoba untuk menghentikan tarikan Ben padaku.

Ben menggeleng tegas. Genggaman tangannya terasa semakin erat. "Banyak! Banyak banget yang perlu kita bicarakan, Kei!" desisnya.

Aku menggerutu kesal. Kenapa aku harus bertemu dengan dia kembali? Aku sudah jauh-jauh kabur untuk memulai hidup baruku berdua dengan Kenzo di kota ini, beribu-ribu kilometer jauhnya dari Indonesia dan Tuhan masih membuat kami bertemu di tempat ini. Di bawah menara Eiffel dan lucunya lagi anak kami lah yang mempertemukan kami, maaf ralat, anakku yang mempertemukan kami kembali.

Ben seolah tidak memedulikan apapun yang aku gerutukan. Dia berdeham pelan dan berbicara pelan kepadaku dengan bahasa Indonesia. "Jangan berbicara macam-macam, kau sedang membawa anak balita digendonganmu, Kei."

Aku terdiam dan tanpa sadar mengerucutkan bibir kesal karena aku membenarkan perkataan Ben. Aku menoleh dan menatap Kenzo yang sedang memperhatikan sekelilingnya. Maafkan mommy Ken, Aku merapatkan pelukanku pada Kenzo sembari mencium keningnya sayang. Lalu, setelahnya Kenzo mencium pipiku sebagai tanda bahwa dia juga menyayangiku.

Ben mengarahkan kami menuju ke sebuah kedai es krim yang terletak di sekitaran kompleks Eiffel.

"Duduklah, kau mau pesan apa Kei?" tanyanya padaku setelah aku dan Kenzo duduk bersisian.

Aku menghela nafas pasrah ketika menyadari aku tidak bisa tiba-tiba marah atau kabur dari Ben, karena Kenzo ada di sini dan aku tidak mungkin mengajarkannya ketidaksopanan padanya. "Green tea, please," jawabku pada akhirnya.

Ben mengangguk, lalu berjongkok di depan Kenzo. Dia menatap pria kecilku sembari tersenyum hangat. "Kau ingin es krim apa, Kiddo?" tanyanya.

SHIT HAPPENS [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang