einundzwanzig

286 39 14
                                    

"Keberatan menjelaskan mengapa semalam kau bisa berada di rumah Daisy dan membuatnya seperti itu?" Junmyeon bertanya dengan nada sarat akan tuduhan, membuat Jongdae melorotkan tubuhnya semakin ke bawah di atas sofa--berharap bahwa material lembut itu akan menelannya hidup-hidup. Pria di hadapannya itu memang sering menegur mereka, tetapi kali ini Jongdae merasa sungguh terintimidasi. Terlebih lagi tatapan tajam itu seolah-olah menelanjanginya. "Ada apa dengan 'Hyung, aku berjalan-jalan terlalu jauh dan tidak mungkin pulang ke cottage malam-malam begini jadi aku menginap di hotel yang ada', hmm?"

"Hyung--"

"Kau mengenal Daisy sebelum aku mengenalkan kalian kemarin, kan?" potong Junmyeon, melipat kedua tangannya di depan dada. "Jongdae, aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian tapi apapun itu, kuminta kau menjauhi Daisy."

"Tapi Hyung--"

"Junmyeon Hyung benar." Sebuah suara lain memotong perkataan Jongdae. Dia menoleh, mendapati Jongin berdiri di ambang pintu seraya membawa menjinjing satu kantong plastik putih yang Jongdae tidak tahu isinya apa. Cara Jongin memandanginya sama seperti Junmyeon. Jongdae ingin kabur, tetapi tatapan mematikan mereka memaksanya untuk tidak melakukan itu. Sudah cukup tubuh dan pikirannya terkuras oleh insiden dua hari belakangan--Jongdae tidak ingin menghadapi kemarahan dua orang itu, setidaknya tidak untuk saat ini.

Jongdae tahu konsekuensi dari tindakannya kali ini cukup berat, tetapi beberapa jam yang lalu dia sungguh tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat tangis histeris Daisy tidak kunjung berhenti. Wanita itu tidak pingsan seperti yang sebelumnya pernah terjadi di Seoul, tetapi lebih buruk lagi. Jongdae begitu panik kala menyadari Daisy kesulitan bernapas karena menangis terlalu keras. Demi Tuhan, Jongdae bukan dokter, jadi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia ingin berlari ke jalan, meminta tolong pada siapapun yang lewat, tetapi keadaan Daisy lebih penting. Dia tidak mungkin meninggalkan wanita berambut coklat itu sendirian walau sebentar. Tidak ada pilihan lain bagi Jongdae selain menghubungi seseorang yang sangat mengerti kondisi Daisy: Theo.

Naas, Theo tidak mengangkat panggilannya meskipun Jongdae sudah menelepon berkali-kali. Jongdae panik luar biasa. Suara tangis Daisy berubah menjadi seperti orang tercekik. Mulut perempuan itu terbuka, mencari-cari oksigen yang tampak enggan memasuki paru-parunya. Google menjadi pilihan terakhir Jongdae. Tangannya bergetar ketika dia mencari tutorial "cara membantu seseorang yang sesak napas karena menangis". Beberapa sumber sangat membantu. Dia bergegas menyandarkan tubuh Daisy ke dinding dan meluruskan kaki gadis itu. Meski membutuhkan waktu yang tidak sebentar, Jongdae akhirnya berhasil membantu Daisy memasukkan oksigen ke dalam organ pernapasannya. Dia berkeringat dingin, menggenggam erat kedua tangan gadis itu seraya dengan pelan terus menginstruksikannya untuk bernapas lewat hidung dan mengeluarkannya dari mulut. Pada akhirnya Daisy masih terus menangis, tetapi keadaannya sedikit lebih baik.

Jongdae menghapus aliran sungai yang terus mengalir di pipi Daisy dengan ibu jarinya. Hatinya mencelos. Daisy tampak sangat rapuh. Jika mereka tidak bertemu dalam keadaan seperti ini, Jongdae yakin kisah di antara mereka mungkin akan berbeda. Mungkin cerita mereka berakhir dengan tawa, bukan duka.

Lagi-lagi hanya kata mungkin yang terus berputar di pikirannya.

Pada akhirnya Jongdae mendesah pelan. Dia akan gila jika harus kembali menghadapi situasi yang sama. Melihat Daisy terisak keras membuatnya ingin turut menangis. Jongdae tidak tahu apa yang harus dia lakukan jika ini kembali terulang. Dia tidak bisa menghadapi ini sendirian. Dia butuh bantuan.

Maka dari itu, seraya menyibakkan anak rambut dari kening Daisy yang penuh keringat, Jongdae dengan yakin menghubungi kontak bernama Junmyeon Hyung di ponselnya. Dia tahu tindakannya penuh konsekuensi, tetapi itu semua tidak penting jika dibandingkan dengan Daisy saat ini.

[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim JongdaeWhere stories live. Discover now