vierzehn

257 42 11
                                    

Aku: pengen nulis kurang dari 1000 words

Juga aku: kebablasan nulis sampai 2000+ words

》••《

"Selamat pagi, Princess." Jongdae mengecup hidung gadis mungil di dalam pelukannya. "Ahrin Sayang, bangun," ujarnya lagi, kali mengecup seluruh permukaan wajah Ahrin hingga gadis kecil itu menggeliat tak nyaman. "Ayah harus bekerja."

Mata Ahrin perlahan terbuka, membuat Jongdae tersenyum lebar. Semua orang yang bertemu putrinya selalu mengatakan bahwa mata mereka terlihat sama, dan Jongdae tidak pernah meragukan hal itu karena dia selalu menjadi yang pertama menyaksikan sepasang manik coklat itu terbuka setiap pagi--walaupun dua tahun terakhir dia tidak dapat melakukan itu karena kewajibannya untuk wajib militer. "Ayah ... Ahrin masih mengantuk," rengek Ahrin, menutup matanya kembali.

"Nope." Jongdae menggeleng. Disibaknya selimut tebal yang melapisi tubuh Ahrin, lantas menyelipkan tangannya di bawah ketiak anak berumur empat tahun itu. Ahrin sekali lagi merengek, meminta untuk diturunkan ketika Jongdae menggendongnya. Jongdae, terbiasa dengan kebiasaan putrinya yang sulit bangun pagi, pura-pura tidak mendengar dan malah membawa Ahrin menuju kamar mandi.

"Ayah!" Pekik Ahrin kesal saat Jongdae mulai memandikannya. "Ahrinie tidak ingin mandi!"

Jongdae mendesah. Dia berjongkok, memposisikan diri di hadapan Ahrin. Ditatapnya Ahrin yang kini balas menatapnya dengan sorot mata kesal. Pagi hari memang selalu membuat Jongdae kesulitan. Ahrin anak yang baik dan penurut, tetapi mood-nya selalu buruk di pagi hari karena Jongdae yang selalu membangunkannya tepat pukul setengah tujuh. Andai Jongdae mempunyai seseorang di sisinya untuk membantunya mengurus Ahrin, tentu rutinitas kecil seperti ini tidak akan terasa begitu sulit. Sewaktu Ahrin di rawat di rumah sakit, Ibu Jongdae yang mengurus, tetapi sekarang ibunya telah pulang ke Siheung. Biasanya, kala Jongdae bekerja, sepupunya lah yang bertugas mengasuh Ahrin, tetapi sejak sepupunya itu pergi berlibur ke Amerika empat hari yang lalu, Jongdae harus mengurus semuanya sendiri, termasuk membawa Ahrin ke dorm EXO karena anggota grupnya akan dengan senang hati menjaga Ahrin kala Jongdae harus memastikan album solonya sudah sempurna menjelang empat hari perilisan.

"Ahrinie, dengarkan Ayah. Hari ini Ahrin akan bersama Paman Jongin karena Ayah harus bekerja, jadi--"

"Paman Nini?" Pupil Ahrin membesar kala Jongdae menyebutkan nama itu. Jongdae berusaha untuk tidak tersenyum penuh kemenangan. Nama Jongin selalu berhasil membuat Ahrin menurut padanya. Meskipun Ahrin tidak pernah mengatakan secara gamblang, Jongdae yakin bahwa Jongin adalah paman terfavorit anak gadisnya itu.

Jongdae mengangguk. "Eung, Paman Nini. Jadi Ahrinie harus menjadi anak yang baik, oke? Ayah akan segera menjemput Ahrin begitu pekerjaan Ayah selesai. Jadi, sekarang Ahrin harus mandi terlebih dahulu. Paman Nini tidak akan mau bermain dengan Ahrin kalau Ahrin bau."

"Ahrin tidak bau!"

"Ayah tahu," balas Jongdae seraya tertawa, mengecup bibir mungil Ahrin yang mengerucut. Dia memang senang sekali menggoda Ahrin. "Hanya tidak wangi saja."

"Ayah, waeeee?"

"Waeeee?" Jongdae sekali lagi tertawa. Rengekan Ahrin benar-benar mirip dengan rengekannya, hanya berbeda di frekuensi saja. "Ayah sudah mandi, jadi Ayah pasti wangi."

"Bohong."

"Coba Ahrinie cium Ayah kalau tidak percaya." Jongdae menyeringai ketika Ahrin memajukan tubuh dan mengecup pipinya agak lama, mengendus aroma mint dari tubuh sang ayah. Modus Jongdae berhasil. "Ayah wangi, kan?"

Ahrin mengangguk, tapi di detik selanjutnya dia menggeleng. "Tapi Ayah tidak sewangi Paman Nini. Ahrin ingin menjadi wangi seperti Paman Nini, bukan Ayah."

[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim JongdaeWhere stories live. Discover now