elf

332 46 1
                                    

Just a friendly reminder that Jongdae is 30 and Daisy is 25.

Enjoy your reading!

←→

"Why are you here?" adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Daisy ketika matanya terbuka. Tatapan tidak nyaman sangat jelas dia berikan pada laki-laki yang tengah duduk di tepi ranjangnya dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Topi dan maskernya sudah lenyap entah kemana, hanya menyisakan baju kaus hitam polos dan celana jeans dengan warna senada.

Tapi, tunggu. Ranjang?

Mata Daisy refleks membola. Sejak kapan dia ada di atas ranjang? Dan bagaimana bisa?

"You're in my room," jawab Jongdae, seolah-olah dapat membaca pikiran Daisy. "You lost your consciousness an hour ago."

"Your room?! Are you crazy?!" seru Daisy seraya bergegas bangkit. Rasa sakit seketika menyerang kepalanya sehingga dia refleks kembali berbaring.

"Hey, relax," balas Jongdae, membetulkan letak selimut yang menutupi tubuh Daisy. "Don't be so extra to yourself."

Daisy mendengus. "You brought me here without my permission. How dare you to say that."

"I had no choice." Jongdae mengedikkan bahunya. "It was too crowded to bring you to hospital. I also didn't want to take a risk to be with a girl in public. In addition, you were all alone with no phone or wallet."

Oh, sekarang Daisy ingat apa yang menimpa dirinya yang mengakibatkan dia harus berakhir di ranjang kamar Jongdae. Apalagi kalau bukan kehadiran Jongdae secara tiba-tiba ketika Daisy sibuk memilih snack di minimarket seberang rumah sakit.

Daisy sontak tertawa getir di dalam hati. Lihatlah betapa menyedihkannya dia saat ini. Bertahun-tahun dia berusaha menghindari Jongdae, namun saat ini dia malah ditolong oleh laki-laki berbulu mata lentik itu. Daisy bahkan ragu apakah kata 'tolong' sesuai dengan keadaannya mengingat di saat yang bersamaan Jongdae lah yang mengakibatkan dia berakhir di ruang yang didominasi oleh warna biru langit ini.

"You should've left me there," kata Daisy akhirnya, membuang muka ke samping. "I would be fine as long as you weren't with me."

Jongdae menghela napasnya. "No, you wouldn't. Look, I need to do something. You stay here, okay? Don't go anywhere. Kau gadis yang sangat keras kepala, kau tahu."

Daisy memejamkan mata ketika dia merasa Jongdae telah pergi dari sisi ranjangnya, hendak melakukan sesuatu—atau apapun itu, Daisy tidak peduli. Pikirannya benar-benar kalut. Dia bahkan tidak peduli Jongdae mengatainya gadis yang keras kepala--Daisy tahu dia memang keras kepala.

Dan bagus sekali, sekarang Daisy justru harus berada di kamar laki-laki bermarga Kim itu. Jika dia bisa, dia sangat ingin berlari keluar dan langsung pulang ke apartemen Seulyoon jika rasa sakit di kepala tidak menghalanginya. Terjebak hanya berdua bersama Theo di tengah Samudra Pasifik bahkan terdengar jauh lebih menyenangkan untuk saat ini.

Ngomong-ngomong, bicara tentang Theo, Daisy jadi bertanya-tanya di mana laki-laki itu saat ini. Daisy hanya pamit sebentar—dia berpikir memang hanya akan pergi sebentar sehingga hanya membawa uang dan meninggalkan dompet dan ponselnya di ruang inap neneknya—untuk membeli snack dan meninggalkan Theo di sana. Tetapi, tampaknya Daisy sudah pergi lebih dari satu jam. Theo pasti panik sekali.

"Eonni! Kau sudah bangun? Ayah bilang Eonni sudah bangun!" satu suara yang melengking dan riang di saat bersamaan itu memaksa Daisy untuk membuka matanya. Daisy kemudian menoleh, mendapati Ahrin entah sejak kapan sudah berdiri di sisi ranjang seraya memandang Daisy dengan sorot mata penuh rasa ingin tahu. Gadis kecil itu terlihat kesusahan menggendong boneka beruang ungu yang berukuran jauh lebih besar darinya. Kesal, Ahrin akhirnya menghempaskan boneka itu ke lantai, lantas naik ke tempat tidur dan duduk di samping Daisy.

[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim JongdaeWhere stories live. Discover now