"Gue perkirain tuh abang-abang sekitar 28 atau 30 tahunlah."

"Iih lebih pantes manggil Om ya?"

Di dekat jendela lagi ada Fidi, Roni dan anak cowok yang lain. Mereka mau bolos ke kantin, karena lewat pintu tidak memungkinkan bisa lolos dengan selamat. Jarak kelas 12 IPA hanya dua ruangan dengan Kantor guru, itu sebabnya mereka lebih memilih kabur lewat jendela.

Ratih menghela napas, ingin rasanya berteriak dan memukul meja kuat-kuat agar keadaan bisa hening. Tapi Ratih tidak punya nyali untuk melakukan hal itu.

Sodoran kertas membuat Ratih mendongak, Fidi tersenyum padanya dan meletakkan kertas itu di meja, disana ada ditulis:

Bolos:

1. Fidi

2. Roni

3. Lorenzo

4. Sandi

5. Ari

6. Reynaldi

Ratih mengernyit bingung, alis matanya saling bertautan membuat gadi itu terlihat lucu.

"Tulis trus kasih sama Bu Ria!" perintah Fidi.

"Nanti ..."

"Kasih tahu gue yang nyuruh!"

Ratih mengangguk, "oke!"

Fidi tersenyum dan mengacak rambut Ratih, kemudian cowok itu berlalu dan memanjat melalui jendela, Ratih tersenyum geli melihat Fidi yang merayap seperti cicak, agar tubuhnya dapat melewati jendela tersebut.

***

"Kenapa bolos ke kantin?" Bu Ria menyelidik.

"Lorenzo punya magg Bu!" Ari menyahut.

"Trus minta diantar Bu, udah pusing katanya!" tambah Roni. Teman-temannya mengangguk membenarkan.

Bu Ria manggut-manggut, "Trus kenapa semua yang antar?" tanyanya dengan mata memicing.

Serentak mereka yang tadi bolos ke kantin meringis, Fidi menggaruk kepalanya, bagaimana pun disini dia adalah ketua. "kerja sama Bu, mana tahu dia pingsan iya kan Zo?" tanyanya, Lorenzo mengangguk membenarkan.

"Kenapa harus enam orang? Harusnya tiga orang cukup kan?" tanya Bu Ria lagi.

"Kan ada peribahasa, berat sama dijinjing ringan sama dipikul ...,"

"Kebalik bambang!" Reynaldi yang dari tadi diam memukul kepala Fidi kuat-kuat.

Bu Ria manggu-manggut lagi, "kenapa lewat jendela?"

"Ck!" mereka berdecak, Ratih yang sedari tadi hanya mengamati menunduk dalam-dalam untuk menyembunyikan senyum gelinya.

Bu Ria mendengkus, "sudah sana hormat bendera sampai pulang!"

Mereka melotot tidak terima, "Bu saya harus ngurus surat permohonan sama Ratih!" Fidi protes.

"Nggak ada! Kalo ngurus surat itu nanti aja, hormat dulu!"

Perintah yang tak terbantah lagi, Bu Ria guru BP termuda se-Sinar Kasih, dan tergalak. Apalagi sedang hamil begini, beh! Lompat katak keliling lapangan saja adalah hukuman paling terendah baginya.

Mereka semua keluar dari ruang BP, termasuk Ratih.

"Ratih cantik!" panggil Ari. Ratih menoleh. "Kenapa lo laporin? Biasanya juga diem!" Ari bersungut-sungut.

"Iya nih, si eneng!" Sandi melangkah lebih dekat ke samping Ratih, tetapi Fidi kembali menariknya ke belakang.

"Gue sebenarnya mikir kalau Fidi yang suruh, karena katanya dia jodohnya Ratih!" kali ini Roni si sotoy berkicau. Fidi mendelik menatap Roni tajam, Roni nyengir. "Tapi kayaknya gak mungkin juga, kan dia ikutan sama kita!" lanjutnya membuat Fidi mendengkus.

"Kalian marah?" tanya Ratih gugup.

"Nggak!" serobot Fidi, "kita nggak marah Tih, itu kan hak lo! Iya nggak?" Fidi bertanya pada teman-temannya, namun teman-temannya hanya diam memandang cowok itu datar.

Fidi mengangkat kepalan tangannya, dia dan Ratih berjalan di depan dan teman-temannya di belakang mereka, sehingga Ratih tidak melihat kalau Fidi sedang mengancam mereka.

"Iya Tih itu hak lo!" serentak Ari dan Rolenzo menjawab membuat Ratih menoleh cepat. Teman-teman yang lain hanya mengangguk membenarkan, walau pun dalam hati ingin menegor Ratih, tapi kan di samping Ratih itu ada ular Sanca. Jadi dari pada dipatok lebih baik menurut.

"Yaudah yuk ke lapangan!" ajak Roni, "eh tapi terik banget!" gerutunya.

"Udah ayo atuh, nanti teh Bu Ria ngamuk!" Sandi menarik tangan Roni menuju teman-temannya yang sudah berjalan duluan meninggalkan koridor.

"Eh Fidi!" teriakan Ratih menghentikan langkah Fidi yang berjalan paling belakang. "Makasih ya!" katanya menunduk membuat Fidi tersenyum. "Setidaknya karena lo, gue bisa jadi seketaris yang bertanggung jawab!" Fidi mengangguk, tangannya terulur mengacak-acak rambut sebahu Ratih yang selalu di jedai.

"Itu hak lo!" bisiknya tepat di telinga Ratih, mebuat gadis itu bergidik geli, bulu kuduknya berdiri.

Fidi terkekeh dan berlari mengejar teman-temannya yang sudah sampai di tiang bendera, sejenak dia kembali berbalik melihat Ratih yang masih diam, tetapi membalas tawa Fidi. Hati Fidi menghangat, Ratih belum pernah melakukan hal itu. Selama ini gadis itu hanya tersenyum tipis seolah terpaksa. Namun kali ini Fidi bisa melihat Ratih tersenyum lebar padanya.

***

Hai, salam :)

Gimana hari ini sehat kan? buat kamu yang lagi sedih. stelah membaca ini cobalah tersenyum setelah itu tertawa. lupakan masalah^^

Jangan lupa VOMENT ya^^ 

karena 1 voment and koment itu sangat berharga^^

Mari kita pandang wajah syantik neng Ratih^^

Mari kita pandang wajah syantik neng Ratih^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Semoga suka...

Love^^

Putri MaluWhere stories live. Discover now