11

8 1 0
                                    

Pulang sekolah Ratih bertemu dengan Robert di tempat mereka bertemu kemarin, Robert sudah menunggu disana dan sudah selesai ngamen katanya. Robert mengajak Ratih kerumahnya untuk melihat keadaan Key, adik Robert.

"Nggak papa kakak jalan?"

Ratih mengernyit, membuat keningnya mengerut dan alis matanya bertautan. "Kenapa? Kamu juga jalan kan?"

Robert terkekeh, "iya dong kak. Ayo!" ajaknya menarik Ratih, mereka melalui jalan setapak yang penuh becek karena akhir-akhir ini sering hujan. Ratih sampai melepaskan sepatunya karena besok masih digunakan ke sekolah dan Robert memberikan sandal jepitnya untuk dipakai Ratih.

"Kamu kaki ayam dong?"

"Nggak masalah, udah biasa!" jawab Robert santai.

Mereka sampai di rumah bukan, itu lebih mirip sebuah gubuk. Dindingnya terbuat dari anyaman bamboo dan sudah dimakani rayap, Robert mengajak Ratih masuk. Ratih terkesiap, lantainya tanah dilapisi tikar yang sudah robek. Ukuran rumah itu hanya asekitar 7x5 meter saja. Di sudut kana nada sebuah ranjang kecil terbuat dari papan. Disana seorang ibu memeluk seorang anak perempuan.

"Itu Ibu aku kak."

Ratih menoleh memandang Robert yang meletakkan gitar kecilnya diatas sebuah rak berisi pakaian-pakaian lusuh. Kemudian anak itu mendekati Ibunya dan berbicara sebentar, setelah itu Robert mengangkat Ibunya agar terduduk dengan mendorong leher Ibunya. Kemudian meletakkan bantal di punggung Ibunya.

Ibu Robert memandang Ratih dan tersenyum, dengan sedikit keberanian Ratih mendekati Ibu Robert. "Temannya Robert?" Ratih mengangguk, dia menyalim tangan Ibu Robert.

Ratih memandang anak perempuan yang juga sedang menatapnya sayu, itu Key, adiknya Robert. "Dia sakit!" jelas Ibu Robert.

Ratih mengambil sesuatu dalam tas-nya, "kamu mau?" tanyanya menyodorkan sebungkus kue cakwe, sebelum ke tempat ini Ratih menyempatkan membeli kue itu. Karena kata Robert, Key sangat suka kue itu.

Key menerimanya antusias, Ibu-nya mengusap kepala Key. Robert yang tadi pergi memanaskan air sudah kempali dan memberikannya pada Key yang sedang makan kue cakwe itu lahap.

Ratih menatap sendu keluarga itu, hanya kue cakwe. Mungkin Ratih akan bilang kue cakwe hanya seharga dua ribu rupiah, tetapi keluarga itu, terutama Key hanya mendapatkan kue cakwe, anak itu sudah sangat senang seperti menemukan sebongkah emas.

"Terima kasih mbak!" Key menatap Ratih dan memberikan senyum tulus di bibirnya yang pucat.

Ratih mengusap kepala key, "kamu suka?" tanyanya.

Dengan dua tangan berisi kue cakwe, anak itu mengangguk. Dia kemudian melipat plastik yang masih berisi beberapa kue lagi, Key menyimpannya di samping bantalnya. "biar besok masih ada. Mbak mau?" katanya tersenyum, dia menyodorkan satu kue kepada Ratih setelah membaginya juga dengan Ibu-nya dan Robert.

Ratih tersenyum dan menggeleng, dia memalingkan wajah dan menghapus air matanya cepat. Ratih merasa sangat beruntung bisa hidup enak selama ini. Banyak orang yang selama ini bersungut-sungut akan kehidupannya, tidak bersyukur. Tetapi masih ada yang lebih parah, Robert tidak mengeluh, dia hanya bilang hidup itu nggak adil. Dia ingin sekolah, ingin adiknya Key sekolah. Tetapi apa boleh buat, makan saja kadang sulit. Apalagi dalam keadaan Key sakit. Sebagian uang hasil Robert ngamen harus membelikan obat.

Robert kembali ke belakang, kemudian tidak berapa lama muncul lagi. "Kak aku keluar sebentar ya. Mau beli beras."

"Eh? Aku ikut ya." Melirik jam tangannya sebentar, "udah sore juga!"

"Mbak mau pulang?" suara imut Key membuat Ratih tersenyum dan mengangguk.

"Saya bulang ya Bu. Kalau nggak sibuk besok datang lagi," ucap Ratih menyalim tangan Ibu Robert.

Putri MaluHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin