Part 10 : First Attack

207 24 0
                                    

Tak percaya bahwa hari ini adalah pertandingan terakhir antara Spanyol dan Australia, dua negara yang sama-sama telah tersingkir dari babak penyisihan. Bahkan tak sedikitpun perlah terlintas dibenakku bahwa negara tempat aku tumbuh akan kehilangan jati dirinya di tanah Brazil; di babak penyisihan. Jika dipikir baik-baik, Spanyol atau Australia harusnya tidak melanjutkan permainan mereka, hanya membuang-buang waktu. Tapi aturan tetaplah aturan, reputasi negara sebesar Spanyol tidak mungkin dikorbankan hanya  untuk hal konyol semacam itu. Lagi pula yang menghalalkan pelanggaran aturan hanyalah aku. Ella. Lebih menyedihkan lagi jika negaraku harus kalah dari Australia, skema yang kulihat dari Rafael memang menunjukkan kemenangan untuk Spanyol. Ya... harusnya kami yang lolos nantinya jika sebelumnya Rafael gagal mengacau.

Jika seperti ini, apakah aku harus kembali ke Spanyol bersama Jordi. Demi Tuhan, aku mulai menikmati permainan ini, rasanya sangat menyenangkan hidup di atas sebuah van  dan berpindah setiap harinya mengarungi Brasil selama piala dunia. Aku belum mengunjungi Recife, atau Natal, bahkan aku belum menginjakkan kakiku di Belo Horizonte. Mungkin saja kota-kota itu akan menjadi tujuan selanjutnya bagi teman-teman baruku.

Curitiba adalah kota yang menyenangkan, terlebih melewatkannya dengan Arthur dan teman-temannya. Kami pergi ke Bangunan Marques Generoso yang menakjubkan, ke Museum Oscar Neimeyer meski hanya sampai bagian depannya saja. Tapi aku tidak akan ragu untuk mengatakan bahwa itu adalah hal paling membahagiakan dalam hidupku. Sekarang, aku lebih menyukai Brasil ketimbang Spanyol .

     " Ella... kau akan menonton pertandingan Spanyol kan ?." Arthur menghampiriku yang sedang memperhatikan orang-orang di sekitar hotel tempat kami menginap dari jendela kamar.

            " Uhmm... aku tak tahu." Kataku setengah mengeluh, perasaanku sekarang benar-benar tak dapat dijelaskan.

          " Apa kau tak menghubungi pria itu dan meminta tiket kepadanya." Kata-kata Arthur seperti menamparku dengan keras. Dia benar-benar tahu bagaimana membuat mood orang rusak dalam waktu singkat.

            " Ugghh... kau menjijikan." Aku nyaris melayangkan tinjuku padanya, jika bukan karena peringatan dari batinku.

            " Lalu, apa dia kekasihmu ?." sekarang lihatlah bagaimana Arthur bersikap, dia tetap tenang seolah apa yang ia katakan sama sekali tak memancing emosiku.

            " Kau tidak sedang mengorek informasi tentangku kan ?."

            " Well... aku anggap dia memang kekasihmu." Arthur mengangkat sebelah alisnya.

            " Berapa lama kalian bersama ?." Lanjutnya kemudian tetap dengan nada bicara yang sama.

            " F*ck you Arthur." Aku memutuskan untuk meninggalkannya.

            " Uhmm Ella, tunggu. Jika kau ingin menonton pertandingan, aku punya tiket untukmu. Masuklah dengan cara yang benar." Arthur mencegahku sebelum aku meninggalkan tempat itu.

            " Terimakasih, tapi aku tahu cara yang benar untuk masuk ke stadion." Tanpa menoleh kutinggalkan Arthur sendirian di kamar itu. Aku tidak butuh tiket darinya, seperti yang kukatakan, aku tahu cara yang benar untuk masuk ke stadion.

            Langkah kakiku membawa kepada jalanan di sekitar Arena da Baixada, meski pertandingan ini sudah tak berarti apa-apa bagi negaraku, tapi masih banyak orang-orang dengan jersey Spanyol yang berkeliaran di sana. Lebih banyak dari jumlam pendukung Australia kurasa. Benarkah hari ini aku harus menyusup lagi, ?. Sejujurnya aku tidak ingin menyaksikan Jordi di lapangan untuk sementara waktu. Bukan aku tak ingin mendukungnya, hanya saja keadaan sekarang jadi sangat sulit menurutku.

Lost in BrazilWhere stories live. Discover now