Part 8 : Eliminated

219 21 0
                                    

" Aku punya akses." Aku menyela pembicaraan ketiga laki-laki itu saat mereka tengah berkumpul di dekat van  bersama komputer dan skema gila itu. Sebenarnya aku tak punya keyakinan penuh saat melakukan ini, hanya saja keinginan berpetualangku semakin besar seiring dengan temuan mengejutkan ini. Dari mana lagi aku akan menemukan 'lari, menghindar, dan menghadapi kematian' yang sudah melekat dalam darahku, sementara di Spanyol sana Boixos Nois sepertinya tidak akan membuat kekacauan selama liga masih libur. Belum lagi kelompok-kelompok suporter lain mulai bersahabat dengan kami semenjak kejadian besar di Nou Camp.

" Akses apa ?." Adrian menoleh kepadaku diikuti oleh yang lain.

" Yang bisa mempermudah kalian dalam 'tindakan perbaikan'." Mendengar kata-kataku Arthur langsung menatap kesal pada Adrian.

" Katakan padaku." Kata Arthur mendesak.

" Setelah aku menonton pertandingan negaraku." Aku berbalik arah menuju ke Estadio Beirario bersama suporter yang membludak.

Mengharapkan keberuntungan, aku memilih untuk mencari sekerumunan pemuda dengan Jersey merah milik Chile. Beberapa waktu yang lalu aku mendengar bahwa fans Chile berhasil menerobos masuk ke dalam stadion walau tanpa tiket. Meski aku tak tahu bagaimana orang-orang itu bergerak, aku mengandalkan keberuntunganku untuk dapat masuk ke dalam gerombolan mereka.

Jika aku masih memiliki ponselku, maka tidak mungkin hal semacam ini akan terjadi. Aku bisa meminta bantuan Rafaella ataupun Anna untuk mendapatkan tiket masuk ke dalam stadion dengan mudah. Tapi aku merasa sedikit bosan dengan cara-cara seperti itu, aku ingin masuk ke stadion dengan cara yang biasa aku lakukan di Nou Camp dulu. Menyusup.

Hal pertama yang harus kutemukan adalah kumpulan para pria yang terlihat sedikit berbeda dari suporter biasanya. Mengamati. Jika sudah menemukan kelompok tersebut, saatnya bersiap untuk mendengarkan. Biasanya mereka akan menggunakan kode-kode tertentu untuk berkomunikasi dengan sesama untuk mengecoh petugas. Dan terakhir, membaur bersama mereka seolah-olah aku merupakan bagian yang tak terlihat.

Pintu masuk stadion sudah terbuka lebar bagaikan sebuah pintu menuju surga dimana setiap orang mengantri seperti ular. Aku berkerumun diantara para suporter Chile tanpa peduli dengan dorongan-dorongan ringan yang terjadi.

Tak lama sebuah keributan kecil terjadi antara dua orang pria dengan jersey merah Chile, pria yang marah-marah pertama adalah yang bertubuh gempal sedang berusaha memunguti lima buah karton besar yang mungkin akan ia gunakan untuk mendukung timnas di dalam stadion nanti. Sedangkan lawannya adalah pria bertubuh kekar dengan jambang tembal pada wajahnya, keduanya saling beradu mulut hanya karena si jambang mendorong si gempal hingga pria itu menjatuhkan barang-barangnya. Tak puas hanya dengan adu mulut biasa, si gempal pun mulai berani memukul pria berjambang itu. Dari arah belakang aku merasakan dorongan keras hingga tubuhku mulai terhentak ke depan hingga aksi saling mendorong dan terhimpit tak dapat kuhindari. Aku tersenyum dalam hati, beginikah cara mereka melakukannya. Aku bahkan sudah diajari cara yang seperti ini sejak umurku enam belas tahun. Caranya memang sederhana, mengantri, buat kekacauan, dan masuk dalam kekacauan itu sendiri.

Dan baiklah, paling tidak aku telah berada dalam stadion bersama beberapa suporter Chile lainnya setelah berhasil mendorong dan menghindar dari kekacauan di depan pintu masuk. Entah apakah ini harus kusebut keberuntungan atau menyusup memang keahlianku, sekali lagi aku berhasil.

" Adios." Aku melambai pada pemuda Chile yang sebelumnya sempat melakukan pembicaraan singkat denganku. Dia tersenyum dan membalas lambaianku. Sementara itu kerumunan pendukung Spanyol ada di bagian atas tribun sedangkan di bagian bawahnya masih banyak bagian yang kosong, tidak mungkin aku berada disana sendirian hingga aku memutuskan untuk membaur dengan yang lain di tribun bagian atas.

Lost in BrazilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang