Tell her nothing

9K 2.4K 229
                                    

"Jari loe gak pegel, tuh, pake berlian segede gitu?" ucap Shera yang masih tak henti-hentinya mengagumi cincin tunangan milik Ara.

"Beuhh, bukan maennn.... Gue kayaknya perlu senam khusus buat nguatin jari doang!" balas Ara jumawa yang membuat Shera menjitak kepalanya.

"Taekk!! Congkak banget dia!!" Tania yang sedang duduk selonjor di sofa ikut melemparkan bantal ke wajah Ara.

"Eciehhh, nyonya Pramudya wannabe .... Bentar lagi gak mau makan ketoprak keliling di komplek rumah gue kayak sekarang. Gak level!" ledek Annisa yang tak ingin melewatkan moment untuk menggoda Ara.

"Sedia kaviar, Nis, kalau Ara dateng lagi pas udah jadi nyonya!" tambah Shera sambil tertawa terbahak-bahak.

Ara tak menjawab ledekan tak penting sahabat-sahabatnya, hanya mengambil kerupuk yang Shera sisakan untuk dimakan bersama bumbu ketoprak terakhir yang membuat Shera marah-marah tak rela.

"Kangen banget gue sama ketoprak abang-abang!" seru Ara! "Di tempat Darren susah banget nyarinya," keluhnya lagi.

Sudah sebulan terakhir ini Ara pindah ke tempat Darren sebagai tanda perdamaian dengan sang tunangan yang kadang masih tak percaya kalau Ara benar-benar kembali.

Walau artinya Ara jauh lebih repot karena membutuhkan waktu paling cepat 15 menit untuk ke Moi's dari sana, Ara mengalah, selama hal itu bisa membuat Darren senang. Akan tetapi, Ara juga masih diperbolehkan kembali ke apartemennya jika Darren harus dinas luar.

"Gak pernah loe ajak makan emperan lagi si Darren?" tanya Tania.

Ara menggeleng. "Gak, berabe kalau mendadak diare. Perutnya high maintenance banget, kan. Susah diajak merakyat."

"Gampang padahal solusinya, Ra. Loe kasih minum Yakult dulu biar dia punya bakteri baik di usus buat ngelawan 'vitamin' debu," usul Shera, asal.

Ara mendelik, memukul Shera telak di wajah dengan bantal sofa. "Hidup jadi loe emang gampang banget ya, Sher. Gak perlu susah-susah mikir," sindir Ara.

Annisa dan Tania tertawa, malas menengahi Shera dan Ara yang mendadak perang bantal seperti anak kecil.

"Hebat ya, Ara. Gue pikir dia udah tamat pas lepas Timot trus dapetnya Didit," seru Annisa menggelengkan kepala keheranan.

"Iya, ibarat lepas berlian dapetnya eceng gondok," tambah Shera lagi.

Ara tertawa kencang. "Woi! Didit masih atasan loe, Sher!!!" ledeknya.

Shera bergidik, bibirnya mengerucut, kesal. "Iya, ih. Kesel gitu gue dia promosinya cepet banget dulu! Tapi gapapa, lah. Sekarang, abis ketiban eceng gondok si Ara malah dapet pabrik berlian. Nasib loe bagus amat, Ra!"

Masih tertawa, Ara menepuk-nepuk bahu Shera jumawa. "Yah, begitulah. Orang sabar memang disayang pacar."

"Eh, eh, gosipnya si Didit ngajuin gugatan cerai, loh ...." tambah Shera yang masih bersemangat untuk bergunjing.

Annisa terbelalak. "Seriusss?? Tau dari mana?"

Shera mengibaskan tangan tak peduli. "Cem loe kaga tau gosip di kantor aja. Infonya valid, sih. Kenapa ya? Pelet Siska luntur atau gimana, sih? Loe tau soal ini gak, Ra?"

"Mungkin Didit gak sengaja nelen daun kelor kali," ucap Tania.

Ara hanya menggeleng. Walau dia tahu alasan perceraian Didit, tak pantas rasanya jika dia membeberkan rahasia itu ke sahabat-sahabatnya. "Berharap yang terbaik aja buat Didit. Kasian loh .... Gue yakin gak ada, kok, yang mau gagal berumah tangga."

Tania terperangah. "Bijak sekali Ibu Ara ini ...." ledeknya.

"Ya bijak, lah. Wong, gue dapet ganti 1000 kali lebih baik dari Didit!" balas Ara.

Miss AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang