It is not what you think it is

16.2K 3.6K 181
                                    

Ara mengetuk dan memanggil berkali-kali, namun tak ada tanggapan dari Darren sampai akhirnya ponsel Ara bergetar-getar menandakan telepon masuk. Saat dia lihat, ternyata panggilan dari Darren yang segera Ara angkat.

"I can't get up ...." keluh Darren setelah Ara berucap, 'Hallo'.

"Are you okay?" bisik Ara prihatin.

"Aku berasa sekarat, sih, tapi selain itu aku baik-baik aja," balas pria itu sinis.

Ara tertawa, Darren dan dark humor-nya memang sudah satu paket.

"Okay, dying man, I can help you if you can open this damn door. Bisa buka pintu gak?" sahut Ara.

"Aku bahkan susah angkat kepala," jawab Darren setelah beberapa saat. Sepertinya tadi dia bersusah payah memaksakan diri untuk bangun, namun gagal.

"Harus kudobrak? Aku pernah latihan wushu dulu buat gegayaan, tapi karena buat gegayaan, gak ada gunanya juga."

"Errr, gak perlu se-ekstrem itu, Miss Ara. Di pintu ada tombol kunci, kan? Tinggal dipencet aja," jawab Darren.

"Gapapa kamu kasih tau sandinya?" Ara memastikan terlebih dahulu.

"Gapapa, nanti bisa aku ganti," balas Darren singkat lalu dia memberikan sederet angka untuk membuka kunci.

Ara menekan kombinasi nomor, lalu bergegas masuk.

Dia sempat terdiam beberapa saat memandangi isi apartemen Darren dan merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia tidak berpikiran untuk menata apartemennya sama seperti ini padahal luasnya sama, akan tetapi, apartemen Darren terlihat jauh lebih lapang lengkap dengan couches yang nyaman.

Ara melesak masuk dan mendapati Darren berbaring pucat di tempat tidur dikelilingi bantal dan selimut acak-acakan. Kaus yang dia kenakan basah oleh keringat padahal ruangannya super dingin dengan dua AC yang menyala.

"Oh My Gosh, what happened to you?" pekik Ara panik.

Darren membuka matanya yang terpejam, menatap nanar ke arah Ara. "I'm dead."

"Oh, come on. Belum lihat cahaya terang, buyut melambai memanggil-manggil lengkap dengan paduan suara nyanyi merdu, In the arms of the angel ... Fly away from here*, kan? It means you're not dead ...." Ara berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Yet ...."

Ara menyambar sekotak tisu yang tergeletak di nakas, duduk di sisi tempat tidur, menyeka keringat dingin yang ada di dahi Darren sekaligus mengecek suhu tubuhnya. Tidak panas, malah cenderung dingin.

"Kamu muntah-muntah?" tanya Ara prihatin.

Darren mengangguk walau matanya terpejam. "Awalnya .... disusul dengan diare beberapa kali sampai dini hari. Selepas jam 4 pagi, aku udah gak ada tenaga untuk bangun."

"I'm so sorry ...." sesal Ara. Dia yakin ini semua terjadi karena ulahnya mengajak Darren makan di pinggir jalan. Ara yang rakyat jelata harusnya tahu diri kalau mau membawa sultan makan. Setidaknya McD mungkin lebih bisa diterima oleh perut sultan.

"Kamu pasti dehidrasi. Sebentar, aku buat teh hangat ya. Aku ambil teh jahe dulu di tempat ku."

Darren tak menyahut. Sepertinya dia sudah tak ada tenaga untuk melakukan hal sederhana, bahkan untuk memberi isyarat setuju.

Ara bergegas kembali ke kamarnya, membuat teh jahe, mengisi botol air panas yang sering dia gunakan untuk mengatasi rasa sakit datang bulan, menyambar koleksi EO-nya, tak lupa menyiapkan roti gandum yang tadinya mau dia makan sebagai sarapan.

Miss AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang