"Pah aku berangkat yah, .. Gam jagain Carra, dan Carramel kamu jangan sedih lagi oke," Glenca kembali memeluk semua orang dan kemudian pergi masuk ke pesawat.

"Papah langsung kekantor yah, kalian hati-hati." Gama menepuk bahu Agam membuat cowok ini mengangguk. Kini tinggal Agam dan Carra, mereka tengah terdiam tanpa melakukan apa-apa.

"Besok.. mau sekolah kan?" tanya Agam, Carra mengalihkan pandanganya sebari mengangguk. Mereka kemudian berjalan bersama menuju luar bandara untuk mengambil kendaraan.

**

Pagi ini tidak terlalu cerah, Carra menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya, sedikit ia merindukan sekolahnya ini. Agam sebenarnya ingin berangkat bersama namun Carra menolak dengan alasan, Carra ingin berangkat sendiri. Kurasa itu bukan sebuah alasan.

Carra berjalan disepanjang koridor utama. Sebentar lagi ia akan naik kekelas 12, entahlah rasanya baru kemarin saja dia naik kelas 11. Dibelakangnya Ariana dan Elsa berlari menghampiri Carra.

"Akhirnya lo masuk juga, kita kangen banget," ujar Ariana yang memeluk Carra, Elsa mendengus karna tidak kebagian dipeluk.

"Ih Ar udah dulu meluknya, giliran gue nih," balas Elsa yang menarik Ariana hingga terlepas dari Carra, kedua gadis ini berebut sementara Carra hanya menghela napas.

"Dari pada berantem, sini gue peluk kalian berdua," ucap Carra yang merentangkan kedua tanganya, otomatis kedua gadis itu segera memeluk tubuh Carra. Kapan lagi kan!.

"Gue kangen, lo lama banget cutinya," ringis Ariana yang membuat Elsa mengangguk.

"Iya, lo kelamaan Carr." Balas Elsa yang semakin mengeratkan pelukanya, dari sebrang lapangan seseorang berlari menghampiri ketiga gadis yang berpelukan.

"Jahat lo ya, gak ngajak-ngajak kalau mau pelukan," Sella belaga kesal dengan melipatkan kedua tanganya didada.

"Sell, sini kalau mau ikutan," ucap Ariana yang tak mau melepaskan pelukan dari Carra, tidak membuang waktu Sella segera memeluk mereka.

"Baru ajah tadi pagi gue berdoa supaya lo cepet sekolah Carr, ternyata terkabul, puji tuhan," Ya Sella menangis, ketiga gadis yang sangat merindukan sahabatnya ini menangis.

Carra tersenyum kecil. Itu artinya banyak yang merindukannya, Carra tidak menyangka, pertemanan yang tidak sengaja antara dirinya dengan Sella dan Elsa kini terjalin erat.

"Gue juga kangen sama kalian ... " sebentar Carra kemudian melepaskan pelukan mereka, "..kok gue geli yah ngomongnya," lanjut Carra yang tidak menyangka kata 'kangen' keluar dari mulutnya.

Mereka kemudian tertawa, satu yang harus diingat, Carra yah Carra, sangat aneh rasanya jika gadis bermata elang ini mengatakan hal manis. Bisa gempa tujuh dekade .

Mereka semua segera berjalan menuju kelasnya untuk mendiskusikan kisi-kisi untuk UKK nanti.

Sementara Agam sedang lari terbirit-birit.

"Sial, gara-gara gak bisa tidur semalam gue jadi kesiangan," Agam menggerutu dibalik gerbang sekolah, ia kesiangan bukan hal aneh sih. Agam kemudian mengeluarkan ponselnya berniat menelpon Raga atau Dewa.

"Hallo Wa, gue digerbang nih, lo kesini bisa gak bukain gerbang, tuh satpam kaga bolehin masuk," terdengar suara krasak-krusuk disebrang sana.

"Sorry Gam.. ada pak Jainal, guru kesayangan lo.. sekarang lagi mencak-mencak karna lo gak .. masuk." Suara Dewa seperti berbisik. Sekedar info pak Jainal adalah guru terkiller di Atlanta, semua yang tidak taat aturan sering dibabat habis olehnya. Tak terkecuali Agam.

Agam memutuskan sambungan telponya, bisa brabe urusanya kalau menyangkut pak Jainal, bisa-bisa nilai pelajaran di Nol kan, kan Agam gak mau tuh kembali masuk Remedial.

Agam yang udah gak tau harus pake cara apalagi akhirnya terduduk dikursi panjang yang sengaja disediakan diluar gerbang.

"Hai.. kak Agam," Agam mengalihkan pandanganya, melihat siswi yang sepertinya adik kelas. Agam mengangguk sebagai balasan sapaanya.

Gadis itu menahan dadanya, tidak menyangka Agam yang dipujanya membalas sapaanya meski hanya mengangguk saja.

Dia Sarah. Gadis yang setahun ini menganggumi sosok Agam, meski ia tahu Agam sudah mempunyai kekasih. Menganggumi seseorang boleh saja bukan.

"Kak Agam telat juga?" Sarah menanyakan itu tanpa jeda, Sarah gugup bisa berbicara dengan pentolan sekolah ini. Agam mengangguk, ia sama sekali tidak menjawab. Karna Agam tau jika ia menjawab akan banyak pertanyaan kembali.

Sarah mengigit bibir bawahnya.

"Kak Agam, aku suka kak Agam, berawal dari kagum, kini suka, aku suka banget sama kaka, kaka maukan jadi pacar aku. Gak papah ko aku jadi selingkuhan kaka, karna.. aku ..suka banget.. sama kaka."

Agam menautkan alisnya, heran dengan adik kelas yang berdiri didepanya ini. Dia nembak Agam? serius. Mau jadi selingkuhan? yang benar saja.

"Lo gila," hanya itu jawaban Agam karna sedetik kemudian Raga memaksa satpam membuka gerbang.

"Yo Gam, ngapain duduk ajah," Agam berdiri dan mendekati Raga, mereka kemudian masuk kehalaman sekolah.

Sementara Sarah yang sudah ditolak mentah-mentah hanya memutar bola matanya malas. Ia kemudian menghubungi seseorang.

"Sorry kak, kayaknya gue gak akan bisa ngambil kak Agam dari si Carramel, sebaiknya lo jalanin rencana A ajah," Sarah mematikan sambungan telponya. Kaka kelasnya menyuruh untuk mendekati Agam, namun sudah 2 kali Sarah gagal.

**

Ariana

Ariana

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

*

Sella.

Sella

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

*

Elsa.

Elsa

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।
The Ice Girls [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें