Too Late

142 65 12
                                    

🌹

Malam semakin larut, keramaian semakin surut, tapi tak menyurutkan niat para penikmat malam penuh gemerlap di pesta dansa. Minuman berjejer di meja, kartu, dadu, dan segala macam permainan yang menghasilkan pundi-pundi uang tersaji di meja tersebut.

Bau rokok dan alkohol tercium begitu menyengat. Pakaian kurang bahan menjadi daya tarik tersendiri di ruangan yang penuh sesak ini. Pencahayaan yang sangat minim, terlebih hanya dominan kerlap-kerlip lampu berwarna-warni yang menyala dan ditemani dengan musik berdentum yang memekakan telinga, menjadi tempat favorit untuk sebagian orang yang sedang mencari kesenangan. Liukan dan sorakan tanpa beban tersaji di lantai dansa dengan iringan dj yang selalu memutar piringnya dengan tombol kecil bak biji kacang itu.

Bukan hal yang tabu lagi tempat ini menjadi surga dunia para pekerja malam dan pria-pria berdompet tebal untuk menghabiskan lembaran rupiahnya. Mereka pikir apa yang mereka keluarkan sepadan dengan yang mereka dapatkan.

Menjadi keuntungan lebih untuk makhluk berlabel perempuan dengan paras yang terlihat sempurna. Menjadi hewan peliharaan untuk mengiyakan segala bentuk perintah bagi mereka yang rela menggelontorkan rupiahnya hanya untuk sapaan. Hey, di tempat ini menyapa ada harganya.

"Ri, tumben sekali lo di sini, bukankah biasanya lo selalu ada di meja VIP ya?" Seorang teman yang beberapa bulan lalu dikenalnya bertanya heran dengan gadis berparas cantik di sampingnya.

"Hari ini kayaknya gue free sih. Kenapa emang?" Riana, atau yang akrab disapa Riri ini masih menikmati minumannya.

"Tumben aja sih lo gak kepake malam ini. Biasanya tiap malem antrian selalu full."

"Entahlah, bosen kali mereka atau lagi gak punya duit buat nyapa gue."

"Huuu, iya deh tahu yang bayarannya mahal."

"Itulah nilai lebinya mempunyai wajah yang cantik." Riri tersenyum menyeringai.

Mereka terlibat obrolan seru beberapa saat hingga temannya itu ditawar oleh seorang lelaki untuk menari bersama. Kini ia hanya duduk menyendiri dan kembali menikmati minumannya. Seseorang menghalangi tangannya yang ingin menuangkan minuman itu ke dalam gelas, ia menyipitkan matanya meminta penjelasan tanpa bersuara. Si pria yang cukup peka dengan tatapan itu langsung membisikkan sesuatu dan dengan senang hati Riri mengikuti setiap langkah dari pria yang kini menggenggam tangannya hangat.

Hidupnya bak kelelawar. Malam terjaga dan siang terlelap. Ya begitulah kelakuan gadis bernama Riana. Bukan tanpa alasan ia berbuat seperti itu, hanya saja ia sedang menikmati hidupnya untuk beristirahat. Pekerjaannya yang lebih menguras dan menyita banyak waktu di malam hari membuatnya membalik jadwal tidurnya.

Sudah pukul 10.00 dan ini cukup siang untuk seorang gadis yang masih terlelap di balik selimut tebalnya. Gadis? Benarkah Riana masih gadis? Setelah semalam dirinya mengikuti langkah seorang pria yang dikenalnya bernama Rio untuk keluar dari kebisingan ruang temaram itu lalu membuatnya hilang akal. Entah pria bernama Rio itu membawanya kemana, mereka menempuh perjalanan yang cukup jauh. Ia tak sadarkan diri setelah meminum air yang ditawarkan pria itu saat di dalam mobil. Dia juga melupakan jika dirinya berada di dalam kamar yang begitu asing baginya. Apakah ini hotel? Dirinya begitu terkejut ketika ia tersadar dan langsung memeriksa pakaiannya, dan keterkejutannya bertambah dengan menatap pakaian yang saat ini dikenakannya. Piyama berwarna hijau dengan motif bunga lili menempel di tubuhnya. Seingatnya, semalam dirinya memakai gaun malam berwarna merah.

"Seperti dugaanku, kau sudah bangun. Makanlah! Aku membawakanmu sarapan. Apa kau masih pusing?" Seorang pria dengan pakaian yang cukup rapi masuk dengan membawa nampan berisi makanan. Ia berdiri di dekat ranjang dan menaruh nampannya di samping Riana.

"Kau siapa?"

"Kau benar-benar melupakanku ternyata. Apa perubahanmu ini juga merubah akal sehatmu dan memorimu, Ria?"

Ria? Gadis itu tertegun, itu adalah nama kecilnya dan sejak kejadian malam itu, malam yang merenggut semua darinya. Orang-orang terkasih dan juga harta bendanya perlahan lenyap dari genggamannya. Hal tersebutlah yang membuat Riana menjadi gadis seperti ini, menjadi gadis peliharaan demi pundi-pundi uang untuk menghidupi dirinya. Tidak ada pilihan lain, dengan bermodal tampang ia melakukan hal itu meskipun menyakiti dirinya.

Ia menatap kosong dan semenit kemudian ia membolakan netranya menatap lelaki itu.

"Kamu? Kamu Dimas?"

"Kau sudah mengingatku, Ria? Senang mendengarnya." Lelaki itu menyunggingkan senyum.

"Kenapa baru sekarang Dim? Kenapa baru sekarang kamu muncul? Kamu kemana selama ini? Kemana saat aku membutuhkan seseorang untukku bersandar? Kemana saat aku benar-benar ingin ... Hiks." Riana sudah tak bisa lagi memendung air matanya.

"Maafkan aku Ri, aku terpaksa pergi tanpa memberitahumu. Semua serba mendadak."

Riana menyunggingkan senyum sinis. "Dan kini semua terlambat untuk kau kembali, Dimas. Kau tidak bisa mengembalikan semuanya. Kehancuranku, kau tidak bisa memperbaikinya."

"Aku bisa Ria, kita bisa ...."

"Maaf Dim, hatiku sudah membeku, sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya."

🌹

30 September 2019
LOVEDY

Black Venus [Complete]Where stories live. Discover now