𝐒𝐨 𝐟𝐚𝐫

71 38 3
                                        

Aku mengulunkan senyuman saat menemukan Harry duduk di tepi kolam sambil melemparkan beberapa kerikil ke dalamnya. Aku merindukan banyak hal dengannya seperti; berbicara dari hati ke hati, tidur bareng dengannya, menonton dia sedang berucap, ia marah padaku, ia menasehatiku terlebih saat ia mengeluarkan dimple manisnya untukku.

Aku tidak tahu di balik Harry yang sering menghiburku ternyata Harry banyak menyembunyikan banyak hal denganku. Aku mengerti alesan ia tidak ingin tahu. Namun seketika aku merasa egois ketika selama ini Harry yang terus membantuku dan aku tidak membantunya.

Saat aku ingin beranjak menuju Harry, langkahku terhenti ketika melihat Carol yang menghampirinya dengan sekeranjang makanan. Ia duduk di samping Harry sambil memperlihatkan apa yang ia bawa.

Kurasa ke hadiranku di sana enggak berarti apa-apa di banding Carol sama hal seperti sebelumnya.

Dan aku tidak mau lagi menjadi perempuan yang sangat egois untuk Harry. Aku tidak mau Harry selalu memaksakan apapun untukku.

Saat aku kembali ke penginapan, Niall langsung menyeret perhatianku dengan sederet makanan di genggamannya. Ia menyadari kehadiranku dan menyuruhku untuk membantu menghabiskan makanannya. Kalau dipikir-pikir, sungguh ironis aku berteman dengannya hanya soal dia ahli makanan.

"Dimana Harry?" Tanyanya sambil melempar kacang ke dalam mulutnya.

"Harry sedang bersama Carol." Aku mengambil salah satu snack dan membukanya.

Alis Niall naik sebelah. "Carol?" Ya aku baru menyadari kalau Niall belum mengenal Carol.

"Perempuan yang bersama Harry saat di pemakaman ibunya, dia Carol. Entahlah aku belum mengenalnya sedekat itu. Aku hanya mengetahuinya saat Harry sering memanggilnya itu." Niall mengangguk dengan mulut berbentuk 'o'.

"Aku bingung Harry selalu dikelilingi perempuan cantik." Aku memutar bola mataku ketika Niall memulai pembicaraan konyol. "Tapi tentu saja akulah yang paling terbaik dalam memilih perempuan." Ucapnya lagi.

"Baiklah tuan Horan aku percaya." Aku tersenyum padanya. Tapi entah mengapa pria itu terus memperhatikanku pada satu arah. Ia mengulurkan tangannya membersihkan sisa-sisa saus tomat yang terdapat di pipiku.

"Terimakasih. Maksudku terimakasih untuk segalanya. Bayangkan kalau tadi aku memutuskan untuk balik ke penginapan dan tidak mengikuti Harry, aku tidak akan tahu semua ini."

Tiba-tiba pria itu tersenyum bangga. Ia memasukkan serauk kacang ke dalam mulutnya sebelum berkata, "kau tahu jasaku tidak bisa di puji dengan kata-kata. Kau berhutang padaku."

Aku menggeleng kepala sambil tersenyum. "Baiklah kalau itu mau mu. Tapi jangan minta yang aneh-aneh karena aku tidak memiliki apapun." Peringatku.

"Tentu saja." Niall mengangguk mantap sebelum pandangannya beralih ke arah depannya yang sebaliknya berlawan arah tempatku duduk, membuat tubuhku ikut berbalik.

Pun kulihat Harry dan Carol berjalan menuju kami. Carol dengan senyum manisnya dan Harry dengan wajah datar yang sulit ku mengerti. Dan kuharap setelah bersama Carol hati Harry tidak seburuk denganku. Aku tahu, seharusnya aku yang menghiburnya dan tapi mengingat hal yang kemarin dia cukup bisa tertawa akibat Carol.

"Hallo Gracia, kita sering berpapasan tapi kita belum sempat berkenalan satu sama lain bukan? Namaku Carolina Emmody panggil saja aku Carol. Aku sering mendengar cerita banyak tentangmu dari Harry yang membuatku tak sabar berkenalan secara langsung denganmu." Ia mengulurkan tangan padaku dan aku menjabatnya dengan ramah.

"Hallo Carol, senang berkenalan dengamu."

Carol menoleh ke sebelahku dan mendapati Niall yang sedang melambaikan tangan dengan cengiran polos. Aku tahu kalau pria itu tertarik juga dengan Carol walaupun dia selalu bilang Carol bukanlah tipenya.

Without A Name [EDIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora