KELINCI TERBANG

3 2 9
                                    

Tepat jam empat lewat dua puluh tujuh menit aku datang menemuimu; kau berdiri di hadapan jendela menatap kearah langit seakan memimpikan satu hari saja di mana dunia akan menjadi begitu hening dan kau bebas berteriak melampiaskan segala amarahmu yang telah menggunung.
_
Lalu kau bertanya, mengapa hidup terasa berjalan pincang? Mengapa hidup selalu menolak membahagiakan? Mengapa dan hanya ada mengapa-mengapa yang lain; kau seakan menjadi orang yang paling terluka, sedangkan luka-luka itu tercipta oleh dirimu sendiri.
_
Kau bercerita banyak hal yang lama kau pendam; kata demi kata, kalimat demi kalimat yang menyatukan kisah dari berbagai peristiwa berhasil membuatmu menitikan air mata pun berhasil kupahami bahwa kau hanya sedang begitu takut melepas segala kebencian dalam dirimu.
_
Kekasih, bertahan dengan keadaan membenci adalah jawaban mengapa segala hal kau anggap tak adil; kau iri dan kau tak pernah menerima kenyataan bahwa orang lain pun kau memiliki takdirnya masing-masing; kehilangan, di caci dan di asingkan oleh sebab apapun adalah manusiawi apabila kau terluka, namun tidak untuk kau pendam kemudiam dendam untuk waktu yang panjang.
_
Hidup kadang memang semenyedihkan kelinci yang tak dapat terbang, sayang, kadang juga semenyenangkan jarum jam yang terus berputar tanpa memikirkan lapar; kita cukuplah tertikam saat kenyataan itu tercipta, setelahnya cobalah menerima dan mencintainya serupa balita yang sedang bermimpi untuk berjalan menapaki dapur dan membahagiakan ibunya.
.
.
—Ali Arba
Maros - [06-Agustus-19]

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 18, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SUARA RENJANAWhere stories live. Discover now