Part 2

150 40 20
                                    

Happy reading....

Berbeda dari hari-hari biasanya. Pagi ini aku berangkat ke sekolah diantar Bang Martin. Saudara semata wayangku. Dia kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Bandung. Namun minggu ini dia sedang menghabiskan waktunya di rumah.

Biasanya setiap weekend Bang Martin akan selalu menyempatkan untuk pulang ke Jakarta. Atau jika terlalu sibuk dengan kegiatan kuliahnya, dia akan tetap pulang walaupun hanya sekali dalam sebulan.

Begitu melangkah memasuki gerbang sekolah, dari arah parkiran aku sudah disambut dengan cengiran Caca. Rupanya dia juga baru tiba sama sepertiku. aku dan Caca jalan beriringan menuju kelas sambil membicarakan orang-orang random yang kebetulan berlalu lalang di sekitar kami.

Jika ada minimal dua perempuan berkumpul dan tidak sedang melakukan sesuatu hal yang penting, maka sudah bisa dipastikan mereka akan membahas manusia-manusia lainnya (re:gosip).

Caca adalah sahabat terbaikku di sekolah ini sekaligus teman curhat dalam segala genre kehidupan yang kulalui selama di sma. Aku dan Caca selalu sekelas selama tiga tahun. Teman-temanku yang lain selalu bilang kalau kami berdua akan terlihat konyol jika bersama. Jika Devan adalah cowok tengil yang selalu mengacaukan hidupku, Caca ini adalah versi cewek-nya.

Ketika aku dan Caca tengah berjalan haha hihi tersamar-samar aku melihat laki-laki dengan proporsional tubuh yang tidak asing. Dia tengah berjalan ke arah kami sambil tersenyum padaku. Ternyata si Erza.

"Erza" Sebelum Erza sampai di depanku persis, aku sudah melambaikan tangan menyapanya.

Kebetulan baru tadi malam aku tahu bahwa Erza bersekolah di sekolah yang sama denganku. Dan ternyata dia benar-benar sekolah di sini.

"Hai" Sapanya tersenyum manis. Begitu sampai di depanku persis, Erza kembali melanjutkan, "Ketemu kan sekarang?"

Aku harus mengakui bahwa ternyata senyuman Erza ini manis. Dan sepertinya Caca tidak akan pernah bosan jika melihatnya tersenyum seharian. Karena saat ini dia tengah menatap Erza dengan senyum manisnya.

"I-iya hehe" Aku ikut tersenyum menanggapi Erza. Aku melirik Caca, dan perempuan satu ini masih menatap Erza tanpa berkedip.

"Ini Caca, Za. Sekelas sama gue, Ipa 1 juga" Kataku berinisiatif memperkenalkan sahabat feminimku ini pada Erza. Penampilan Caca memang feminim, walaupun tingkahnya senyebelin Devan. Melihat raut ekspresi Caca yang semakin melebarkan senyumnya, aku sudah menduga bahwa perempuan ini pasti sudah bernafsu untuk dikenalkan dengan laki-laki di depannya.

"Hai, gue Erza. Ipa 8" Erza mengulurkan tangannya yang tentu langsung disambut Caca. Tak lupa dengan senyumannya yang masih menghiasi wajahnya.

"Okay, sampai ketemu nanti, Ra" Erza tersenyum tipis padaku, kemudian melihat Caca dan menganggukkan kepalanya sebentar sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkahnya untuk ke kelas.

"Lo abis ngapain, Ra? Kok seakrab itu?" Caca melontarkan pertanyaan begitu Erza sudah melangkah ke arah kelasnya, menjauhi kami.

"Lo kenal dia, Ca? Tanpa menjawab pertanyaanya, aku justru bertanya balik.

"Ngga kenal sih. Cuma tau doang gegara dia cakep"

"Ha? Lo udah pernah lihat dia?"

"Pernah pas classmeet, dia anak voli tau"

"Kok gue ngga pernah lihat dia sebelumnya ya, Ca?"

"Ya kan lo tiap clasmeet cabut mulu"

"Syialan lo" Aku memang tidak begitu suka kegiatan olahraga, dan tidak bisa juga. Jadi daripada menjadi beban teman-teman kelasku saat clasmeet, lebih baik aku kabur. Entah itu ke kantin atau ke perpustakaan numpang tidur.

TangentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang