You're the one I truly love

Mulai dari awal
                                    

Aku berdecak kesal, "Bawel lo! Urusin tuh Brian si cupu!"

"Yeee! Cari ribut lo!" Dia menoyor kepalaku. Dasar teman kurang ajar, untung moodku sedang bagus. Jika tidak, bisa kupastikan dia akan kutoyor balik sampai kepalanya mental kemana-mana.

Tapi bahkan sebelum aku sempat membalas surat yang ditulis Rei untukku, bel istirahat keburu berbunyi. Tidak sampai beberapa detik, kudapati Rei sudah bertengger manis disebelahku.

"Woi, kita emang nggak bisa jadi rada so sweet dikit gitu apa?" Gerutu Rei disampingku.

Aku tertawa, "Gue juga bingung, kita kenapa nggak romantis sih!"

"Lagian elo! Gue suruh ngomong pake aku-kamu aja kaga mau!"

"Ah! Bete-bete-bete! Pasangan baru yang norak abis! Gue cabut ajalah! Berasa nyamuk disini!" Reina misuh-misuh sambil pergi dari bangkunya. Sedangkan aku dan Rei hanya bisa cengar-cengir.

"Yah, sori deh, Ren! Ntar gue suruh Brian temenin deh, okeeee?" Ledek Rei pada Reina yang sudah berjalan menjauh menuju pintu kelas.

"Bawel, Rei!" Seru Reina dari depan sana berbarengan dengan Brian yang duduk di belakang sana.

Aku tertawa, "Lo nggak mau makan?" Tanyaku pada Rei yang sudah duduk disampingku.

"Nggak, males. Nggak dibikinin sih."

"Yeee! Modus dasar! Yaudah mau apa, ntar gue biki.." Aku berhenti bicara karna kusadari Rei tengah melihatiku seraya menyangga samping kepalanya sambil tersenyum padaku, "Kenapa?" Tanyaku berusaha sesantai mungkin agar tidak kelihatan gugup. Padahal, sial, hatiku sudah jingrak-jingkrakan kesana kemari. Maksudku, ayolah, siapa yang tidak gugup diperhatikan dengan cowok seganteng ini? Shit, jujur deh, Rei memang jadi ganteng banget sekarang bagiku!

Tangan Rei terulur kearahku, lalu memainkan rambutku. Perlahan dia meraih beberapa helai rambutku dan menciumnya. Aduh! Kenapa sih cowok ini? Aku jadi tidak bisa menahan derab jantungku yang jadi liar banget kan!

"Nanti pulang sekolah, kita pergi ya? Aku.." Dia menatapku lama sekali dan tidak bisa melanjutkan perkataannya sendiri, lalu kusadari wajahnya jadi rada merona. Duh, manisnya... "Aku.. ehm, gue, itu, ah!" Dia mengacak-acak rambutnya frustasi, sementara aku menahan senyumku.

"Kenapa?" Senyumku padanya.

Dia melirikku sekilas, lalu menarik napas panjang-panjang, "Udalah.. pake gue-elo aja.." Gumamnya sendiri, "Gue lagi pengen berduaan sama lo, ntar kita pergi ya?"

Aku tertawa geli, kurasa wajahku juga ikutan merona, malahan lebih merah dari wajahnya, tapi rasanya aku geli sekali melihat ekspresi wajah Rei yang akhir-akhir ini sering banget memerah hanya karna hal-hal kecil tentangku.

"Kenapa malah ketawa sih?" Kata Rei kesal.

"Iya, iya.. Soriiii.." Aku nyengir padanya, "Aku mauuuu kokkkk, Reinalddd! Jangan malu-malu terus dong... Makin lucu tuh mukanya.." Jawabku sengaja sok manis, Rei langsung mencubit hidungku keras-keras, tawaku kembali pecah.

* * *

Rei's POV

Kuingatkan saja ya, kalian boleh mengataiku lebay atau norak atau semacamnya. Soalnya aku juga merasa begitu kok, jadi tenang saja. Yah, kalian juga tau kan seminggu yang sedang kulewati bersama dengan, ehm, pacarku, alias Marsya, benar-benar serasa seperti mimpi indah yang sudah kuiimpikan entah untuk berapa lama. Crap! Aku senang sekali! Ralat, maksudku, aku bahagia sekali! Bahagia banget intinya! Bayangkan saja, setelah penantianku yang telah sekian lama, akhirnya semuanya membuahkan hasil yang benar-benar membuatku kadang tidak percaya aku boleh merasa sebahagia ini.. Memang benar kata orang-orang, ketika jatuh cinta, kenyataan akan jadi lebih indah dari mimpi, dan sekarang tiap malamnya aku jadi menyalahkan waktu karna membuat waktuku yang teramat berharga bersama gadis kesayanganku jadi terbuang percuma..

From benefit to loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang