Fighting, Rei! David's Regret, Marsya's Feeling

90K 1.6K 51
                                    

Rei's POV

Pagi ini aku datang kepagian. Beberapa minggu terakhir bangun pagi jadi seperti rutinitasku. Entah kenapa, rasanya aku tidak bisa tidur saat malam, padahal beberapa malam ini aku selalu menemani Marsya telfonan hingga kami sama-sama mulai mengantuk. Yah, aku tau kok betapa Marsya masih punya perasaan yang mendalam untuk si keparat David. Saat malam adalah saat-saat paling menyiksa, maksudku, menyiksa dalam arti kesepian, bagi beberapa orang. Dalam kasus ini, Marsya, aku yakin jika tidak kutemani bertelfon ria walau itu menguras stok pulsaku, itu bukan masalah, agar setidaknya dia jadi tidak punya waktu untuk menangis atau merenungi semua hal menyakitkan yang sudah terlalu banyak dilewatinya.

"Hei, Rei.." Kurasakan seseorang berbicara tepat di samping telingaku, aku menoleh dan mendapatkan wajah Cecil sangat dekat denganku.

"Hai, Sil.." Senyumku.

"Kita udah lama nggak seneng-seneng, how about the both of us just enjoy this morning together? Hmm? Masih sepi kebetulan." Hmm.. dia mulai menggodaku. Tanpa persetujuan dariku, dia memeluk leherku dari belakang dan menempelkan tubuhnya di belakangku. Crap, dadanya menekan punggung belakangku.. Jangan, Rei, tahan..

Ketika akhirnya dia mulai menggesekan dadanya yang bulat itu dan menciumi leherku, sekejab kemudian aku sontak melepaskan diriku darinya. Maaf junior, waktumu untuk bermain masih menunggu.

"Why, Rei?" Dia menatapku bingung.

Aku tersenyum, "Sorry, but I stop from now."

"Heyy, sweetheart.. what's going on with you?" Dia merentangkan kedua tangannya kearahku, aku menepisnya lembut.

"Gue mau serius sama satu cewek, Sil." Aku mengambil buku yang tadinya sedang kubaca dan bergegas berjalan keluar kelas.

Cecil menarik tanganku, "Tunggu, Rei!" Serunya, "Okay, gue ngerti. Tapi, boleh gue tau siapa dia?"

Aku menoleh menatapnya, dan sekelebat ingatan bersama Marsya seakan meluncur begitu saja di otakku, tanpa sadar aku tersenyum, "Marsya.." Ucapku, "Dia satu-satunya yang bikin gue mau jadiin dia satu-satunya."

* * *

Marsya's POV

Sebentar, kupingku masih waras kan? Uh-oh, ini gila. Yah, kadang aku merasa Rei memang ada rasa untukku, maksudku, ayolah, aku tidak munafik, aku tau persis bagaimana gelagat cowok saat menyukai cewek. Memacari banyak cowok selama ini tentu aku cukup punya banyak pengalaman dengan para lelaki. Tapi, kali ini, ah entahlah.. Aku nyaris kena penyakit jantung koroner begitu mendengar dengan teramat jelas penolakan Rei pada Cecil, demi... aku?

Oh, shit, aku jadi senang. Hei, bukannya aku gampang berganti hati ya, tentu kalian juga tau hatiku masih hanya untuk David, tapi wanita mana yang tidak senang begitu mendapat kenyataan bahwa dirinya dijadikan spesial oleh satu lelaki yang begitu nyaris perfect. Kubilang hanya nyaris karna sifatnya yang suka menyebalkan padaku benar-benar tidak tertahankan, yah walau akhir-akhir ini sudah mulai berkurang sih, ehm, sebenarnya sudah hampir tidak pernah.

Ngomong-ngomong walau tadi aku sempat kaget, tentu saja begitu aku tidak sengaja mendengarkan percakapan keduanya lewat celah pintu sehabis aku mengintip dengan gaya kepo, konyol, dan memalukan, aku langsung melesat kabur dari sana. Habis aku harus bagaimana? Aku kan tidak suka dengan suasana awkward.

Dan ketika aku berjalan kearah tangga, aku langsung bisa menangkap pemandangan di hadapanku dengan jelas. David dan Aya. Sial, sudah beberapa minggu seperti ini dan seharusnya aku mulai bisa terbiasa kan? Tapi, sial! Aku tidak bisa. Air mataku selalu terasa berat dan mendesak untuk keluar.

Bisa, pasti bisa, patah hati tidak akan membuatku menjadi lemah dan mati. Ini pelajaran untukku. Aku dituntut untuk menjadi dewasa disini. Jadi dengan langkah gamang tapi pasti, aku mendekat kearah mereka dan menepuk bahu keduanya dari belakang.

From benefit to loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang