Wajah Aisha menunduk dalam, secara cepat teringat bahwa sejak dulu perjodohan memang amat kental di keluarga mereka. Ayah dan ummi, kak Zaky dan istrinya, kemudian kak Sarah dan suaminya, mereka semua menikah karena perjodohan, lalu bagaimana ia berpikir bisa terlepas dari tradisi keluarga ini?

Pikirannya sendiri membuat Aisha menunduk lebih dalam lagi, dadanya sesak, kedua bola matanya memanas, sementara suara ayah dan ummi yang selanjutnya ribut mengulang-ulang sebuah nama, kemudian hanya terdengar samar-samar di telinga Aisha.

***


Langit yang mendung mulai menumpahkan gerimis ketika Aisha terduduk di ruang tengah rumahnya hari itu, dikelilingi ayah, ummi, dan Kak Sarah. Kak Zaky sendiri tidak bisa hadir karena sedang mengantar istrinya yang sedang hamil besar ke dokter kandungan. Bayi Kak Zaky dan istrinya kelak akan menjadi cucu pertama di rumah ini, keponakan pertama Aisha, gadis itu sangat senang, tapi sepertinya perasaan senangnya itu saat ini sedang tergilas dengan rasa tertekan yang menyesakkan.

Nama sahabat kecil ummi Aisha adalah Ratih Arumi, seorang wanita keturunan Jawa yang terlihat anggun dan tidak banyak bicara. Bu Ratih datang bersama anak bungsunya, gadis berusia belasan tahun yang juga cantik seperti ibunya, namanya Maya.

Tak seperti ibunya yang pendiam, bisa dibilang Maya cenderung aktif dan sedikit cerewet. Dia juga seolah tidak berhenti menanyakan segala macam tentang diri Aisha, mulai dari hobi, buku favorit, suka warna apa, bisa masak atau tidak, suka kucing atau tidak, dan sebagainya, yang hanya Aisha tanggapi dengan ramah yang dibuat-buat.

Gadis itu lebih banyak diam, hingga akhirnya Bu Ratih mulai menyebutkan sebuah nama. Nama yang sama dengan nama yang sejak beberapa hari lalu selalu disebut-sebut oleh ayah dan umminya. Sebuah nama yang entah mengapa membuat Aisha tidak bisa mengeluarkan reaksi apapun saat itu, sekalipun itu ramah yang dibuat-buat.

***

Senja sudah turun ketika pertemuan dua keluarga itu akhirnya berakhir. Bu Ratih dan Maya pamit setelah selesai shalat magrib berjamaah, bersamaan dengan hujan yang akhirnya reda setelah hampir seharian hanya berganti-gantian antara gerimis dan deras. 

Namun hari yang panjang ini sepertinya belum akan sampai pada ujungnya, karena tepat setelah selesai membereskan ruang tengah, tiba-tiba ummi memanggil Aisha ke kamarnya. Kali ini hanya ada Aisha dan umminya. Mereka duduk berhadapan di atas ranjang sembari dengan tatapan teduh khasnya, ummi mulai menggenggam tangan putrinya kesayangannya itu.

Kalian tahu, jika ada satu orang di dunia ini yang bisa menebak apa isi hati Aisha bahkan ketika gadis itu mati-matian menutupinya, maka sudah pasti orang itu adalah umminya. Di hadapan ummi seorang diri, Aisha seolah berubah menjadi permukaan air kolam yang jernih, yang mana setiap orang dapat dengan mudah melihat dasarnya tanpa perlu banyak berusaha dan menebak. Maka seketika itu pula, titik-titik air mata yang sudah lama tertahan, perlahan-lahan mulai menetes membasahi pipi Aisha.

"Aisha tahu, dulu ketika kak Sarah pertama kali dijodohkan, dia juga menangis di hadapan ummi seperti ini.. Ummi tahu ini berat dan terkesan terburu-buru.. Tapi yang perlu Aisha tahu, ayah dan ummi tidak mungkin memilihkan yang buruk untukmu.."

"Tapi kenapa tiba-tiba sekali ummi?"

"Insya Allah tidak tiba-tiba nak.. Usiamu sudah cukup, dan sejak tahun lalu ayah dan ummi sudah mempertimbangkan banyak nama untukmu, tapi memang belum ada yang menurut kami cocok. Sampai di akhir tahun lalu ummi ketemu lagi dengan Tante Ratih, sahabat kecil ummi, qadarullah seperti diarahkan juga mengenal putra satu-satunya.. Insya Allah anaknya baik dan paham agama nak, ummi dan ayah sudah pernah ketemu.."

"Ummi dan ayah sudah pernah ketemu dia??"

"Iya.. dan ummi langsung cocok.. ayah juga.."

Aisha sedikit terkejut, "...memang apa yang bagus dari dia?"

"Hmm, kamu akan tahu sendiri saat nadzor minggu depan, tunggu saja.. Tapi yang pasti, kamu harus lihat dulu orangnya, bukannya ummi sudah kirim fotonya?"

"Belum Aisha lihat.."

"Kamu harus lihat segera.. Ummi rasa, dia juga tipe kamu.."

Ummi menutup pembicaraan senja itu dengan tersenyum dan mengusap lelehan air mata di pipi Aisha, lalu dipelukanya putri bungsunya itu erat. Sementara dalam dekapan hangat ummi, entah mengapa pikiran Aisha untuk pertama kalinya tertuju juga kepada nama seseorang itu. Benar sehebat itukah dia sehingga bisa mencuri hati ayah dan umminya secepat ini?

***

Setelah shalat isya berjamaah, Aisha langsung bergegas menuju kamar. Setelah memastikan mengunci pintunya rapat, ia terduduk di atas ranjang sembari memerhatikan ponsel yang tergeletak di atas bantal. Entah mengapa pikirannya masih tertuju kepada nama seseorang itu. Dan karena tak bisa menahan penasaran, Aisha pun mengambil ponsel dan membuka satu pesan dari ummi yang memang dari kemarin sengaja ia abaikan.


Bismillahirrohmanirrohim..

Foto seseorang itu perlahan terbuka dan seketika itu pula jantung Aisha berdegup kencang entah atas alasan apa. 


Jadi orang ini.. yang bernama MALIK HIZAM RASHAAD.


Dan tiba-tiba, waktu di sekeliling Aisha seolah berhenti..


_________________


Do'a Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut,

عَنْ أَبِى وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بِمِثْلِهِ قَالَ وَكَانَ يُعَلِّمُنَا كَلِمَاتٍ وَلَمْ يَكُنْ يُعَلِّمُنَاهُنَّ كَمَا يُعَلِّمُنَا التَّشَهُّدَ اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا

Dari Abu Wa'ilm dari 'Abdullah disebutkan semisalnya, kami diajarkan suatu bacaan dan tidak pernah kami diajarkan sebagaimana diajarkan tasyahud, yaitu, "Allahumma allif bayna qulubina wa ash-lih dzata baynina" (artinya: Ya Allah, satukanlah hati-hati kami dan perbaikilah urusan kami)." (HR. Abu Daud, no. 969)


Half DeenWhere stories live. Discover now