P R O L O G

734 55 1
                                    

Krystal mencoba untuk menahan rasa perih setiap kali menyelesaikan pekerjaannya. Perempuan itu menatap datar pada pakaian yang tercecer di lantai kamar motel yang berwarna merah bata. Dia menghela nafasnya kasar. Mungkin sudah hampir tiga tahun menjalani pekerjaan yang memiliki stigma negatif dimata masyarakat.

Semua berawal ketika dia tidak mendapatkan hasil ketika berulang kali melamar sana-sini dengan bermodalkan ijazah sekolah menengah. Nilai yang diperolehnya tidak cukup untuk membuat Krystal mendapat pekerjaan.

Kecerdasannya tidak mampu membuat dia memperoleh pekerjaan yang layak. Setelahnya memang rasa putus asa membuat Krystal memilih untuk menjadi pekerja seks komersial. Hidup sebatang kara di tengah kota metropolitan membuat Krystal harus memutar otak agar dapat bertahan hidup.

Ayah dan Ibunya telah tiada ketika dia berusia dua belas tahun, meninggalkannya dengan nenek yang juga telah berpulang tepat ketika Krystal lulus sekolah menengah.

Adakalanya dia berfikir bahwa roda hidupnya tidak akan berputar dan tetap berdiam di kondisinya yang sekarang. Krystal sudah tidak memikirkan tentang kebahagian, gadis itu sudah membuang semua mimpi dan citanya. Menjadi seorang wanita bayaran di distrik merah pinggiran kota Seoul membuat Krystal menjadi sosok yang jauh lebih dingin dari sebelumnya.

Setelah selesai berpakain dia memilih untuk menghabiskan sisa malamnya di club malam tempatnya bekerja. Mungkin beberapa gelas soju akan membuatnya tenang. Krystal memilih untuk berjalan kaki dibanding menghabiskan uangnya hanya untuk naik taksi. Jarak satu kilo meter tidak akan membuat kakimu sakit, begitu fikirnya.

Sejauh mata memandang hanya beberapa orang yang berlalu lalang, mungkin hanya satu atau dua pejalan kaki. Kendaraan yang melintas pun dapat dihitung dengan jari. Wajar saja, saat ini masih jam dua pagi. Krystal memilih mendengarkan musik untuk menemani perjalanannya. Dia memiliki kecintaan pada dunia musik, tapi cita-citanya adalah menjadi seorang fashion designer.

Namun terkadang mimpi tidak selalu dapat terwujud. Semua tergatung niat dan usaha, mungkin satu faktor tambahan adalah keberuntungan. Krystal tidak memiliki keberuntungan lebih tepatnya.

Sewaktu SMA dia sudah berusaha mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke universitas, tapi karena satu alasan beasiswanya dibatalkan dengan keputusan sepihak dari sekolah.

Krystal tahu ada beberapa orang yang tidak menyukai dirinya, mungkin lebih tepat membenci dia. Salah satunya adalah Bae Irene, teman sekelasnya semasa sekolah menengah. Dia sering terlibat pertengkaran dengan gadis itu, yang lebih sering dimulai karena Bae Irene yang lebih dulu mengusik Krystal.

Anehnya pihak sekolah selalu menyalahkan Krystal hingga memberikan skorsing pada dirinya, tapi tidak dengan Irene. Semua karena Irene adalah anak dari pemilik sekolah. Lagi-lagi skenario hidup memang tidak adil.

Hingga puncaknya beredar gosip murahan yang mengatakan jika Krystal adalah gadis bayaran, dan membuat seisi sekolah semakin menjauhinya. Itulah satu hal yang membuat pihak sekolah membatalkan beasiswanya untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas Seoul.

Pihak sekolah bahkan tidak lebih dulu mencari tahu kebenarannya, mereka lebih percaya pada omong kosong murid-murid perempuan yang dengan berapi-api mengatakan pernah melihat Krystal keluar masuk distrik merah.

Lagi, semuanya didalangi oleh Bae Irene, Krystal tahu ketika tanpa sengaja mendengar percakapan beberapa murid perempuan yang bilang jika mereka diberi setumpuk uang agar membantu gadis itu. Setidaknya dia tahu siapa dalangnya, dan saat itu Krystal memutuskan untuk diam saja.

Dia bahkan memilih untuk tidak mencoba berbicara pada pihak sekolah, karena dia merasa semua akan terasa percuma. Tidak ada bukti, dan juga tidak ada saksi yang berada di pihaknya, lalu apakah dia bisa membuat pihak sekolah percaya pada perkataannya? tentu saja tidak.

M I R A C L E (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang