•12•

3.4K 231 68
                                    

Sebenarnya, ada banyak hal yang mengganggu pikiran Aura akhir-akhir ini. Tapi yang paling membuat Aura tak henti-hentinya mendumal adalah sikap Athura belakangan ini. Entahlah, Aura bukan orang yang suka berpikir jauh, tapi menyangkut Athura, cewek itu rela dibuat resah seharian.

Kenapa sih Athura? Nggak suka cewek bego kayak gue? Apa gimana? 

Rasanya, ia ingin mencak-mencak dihadapan Athura. Tapi lagi-lagi, semuanya ia biarkan bersarang dalam pikirannya.

Akhir-akhir ini, entah perasaan Aura atau memang benar adanya, Athura bersikap sedikit berbeda pada dirinya. Dari mulai sering mengingatkannya perihal belajar, namun yang mengesalkan adalah cowok itu agak memaksa, dan Aura benci itu. Kemudian, frekuensi bertemunya Athura dengan Dhira pun meningkat. Sudah hampir sebulan ini cowok itu lebih sering menemui Dhira dibanding dirinya.

Memangnya sepenting apa sih Dhira itu? Sebatas teman basket saja, kan? Kenapa harus bertemu hampir setiap hari begitu?

Aura memutar bola matanya kesal. Sebenarnya, Ia juga bingung, kesalnya pada Athura tidak ada dasarnya alias tidak ada alasan yang jelas. Ah, sepertinya ia harus segera bertemu Raisya dan Aina. Semoga mereka berdua dapat membantu mendinginkan kepala Aura yang hampir mendidih.

________

"Ya emang lo siapanya Athura?"

Aura melipat bibirnya saat mendengar pertanyaan dari Raisya. Pertanyaan itu sederhana. Bahkan saat mengucapkannya Raisya tak menatap Aura, malah sambil mengecat kukunya.

"Ish! Kok malah nanyain itu sih?" gerutu Aura sebal.

Raisya mengangkat kepalanya lalu menatap Aura jengah.
"Apa sih? Ya gue nanya dulu biar jelas. Biar kesel lo itu ada alasannya. Lo siapanya Athura? Kok bisa-bisanya gak suka kalo dia lebih sering nemuin Dhira daripada lo?"

Aina yang sedang memainkan ponselnya hanya tertawa-tawa mendengarnya, membuat Aura semakin kesal.

"Teman rasa pacar, kan... kata dia?" ucap Aura ragu dengan wajah memerah.

"Pfffftttt..HAHAHAHA! Jadi lo mau apa gimana tuh?" tanya Raisya sambil tertawa ngakak.

Aura cemberut. Menyesal rasanya ia mengucapkan itu. Diambilnya bantal dari atas kasur untuk menutupi wajahnya.

"Lo suka nggak, sih, sama Athura?" tanya Aina, sepertinya Ia benar-benar penasaran dengan isi hati sahabatnya itu.

"Ya nggaklah! Gue sama dia tuh cuma sahabatan. Tetanggaan. Masa gue suka sama Athura?" jawab Aura dengan sedikit jeritan.

"Hm, sahabat ya? Sahabat nggak seberhak itu, sih, ngatur kapan dia harus ketemu lo atau kapan dia harus ketemu gebetannya—"

"Dhira bukan gebetannya kali! Sok tahu, lo!" seru Aura memotong ucapan Raisya.

Raisya mengangkat alisnya, lalu berkata, "Lah, emang lo tahu dari mana Athura nggak naksir Dhira? Tuh cewek kan bersinar banget. Yang model-model gitu kan yang Athura suka?"

Benar. Dhira kan pintar. Dhira kan cantik. Dhira berprestasi. Tidak seperti dirinya.

Kenapa sih, susah sekali untuknya, mengenyahkan rasa untuk merendahkan diri sendiri? Aura bukan orang yang pemalu, tapi cewek itu kerap kali merasa dirinya tidak berpotensi sama sekali.

Kemudian, bahu Aura merosot saat lagi-lagi ia memikirkan hal itu.

"Iya sih, Dhira kan segala-galanya." gumam Aura membuat Raisya dan Aina sontak menoleh.

"Ck! Dhira mungkin segala-galanya. Tapi lo lebih dari segala-galanya." balas Raisya cepat.

Aura hanya tersenyum kecil, membiarkan dirinya kembali tenggelam bersama pikirannya. Iya, pikirannya, tanpa seorang pun tahu apa yang dirasakannya. Aih, Aura.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jingga di Pelataran SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang