Rumah Sakit

163 12 1
                                    


SUPPOSE THAT

.

.

Chapter 5

.

.

By : K

.

Happy Reading

.

.

"Hiks... Hiks...Hiks"

"Hey, sampai kapan kau mau menangis? aku bosan"

"Hiks...tubuhku kenapa?"

"Itu penampilanmu saat kecelakaan"

"Ha?" Riana mendongak menatap lelaki itu

Si lelaki menghela napas, kemudian memegang puncak kepala Riana, "Tutup matamu"

Beberapa detik kemudian lelaki itu menjauhkan tangannya, "Sekarang buka"

Riana kembali ke penampilan semula, tak ada bau darah serta luka-luka.

"Kau bisa memanggilku Aksa" jeda sejenak, "Aku malaikat pengantar"

Riana menatap kosong, kemudian tertawa hambar, "Ternyata aku sudah mati ya..." Tak pernah terbayangkan bahwa dirinya akan mati muda. Sungguh menyedihkan nasibnya, tak dihargai di keluarga dan sekarang seakan Tuhan tak ingin Riana hidup lebih lama.

"Belum, kau masih koma. Belum saatnya untuk pergi"

"Berarti ada harapan untukku hidup?",Riana menatap Aksa

"Tergantung"

"Tergantung?"

"Tergantung tubuhmu masih bisa diselamatkan atau tidak dan seberapa besar keinginanmu untuk hidup"

"Lalu... dimana tubuhku?"

Aksa berdiri, kemudian mengulurkan tangannya ke Riana, "Pegang tanganku dan pejamkan matamu"






"Buka matamu"

Perlahan Riana membuka mata, hal pertama yang terlihat adalah seseorang yang terbaring lemah diatas ranjang disertai beberapa alat yang melekat di tubuh orang itu serta dibeberapa bagian terbalut perban tebal. Bau- bau obat menyeruak dan menusuk indra penciuman. matanya meneliti wajah orang yang terbaring lemah.

"Itu aku?" cicit Riana

"Siapa lagi?"

Tanpa sadar dirinya mendekat ke tubuhnya, dengan tatapan tak percaya tangannya bergerak menyentuh wajah dirinya yang terbaring di ranjang. Yang didapat hanya kekosongan, Tangannya menembus fisiknya. Kembali mencoba, tetapi yang didapat juga sama.

Dengan mata berkaca-kaca Riana kembali menyentuh pipi itu, memperagakan seolah dirinya dapat benar-benar menyentuh. dengan gerakan pelan mengelusnya.

*****

Riana tak tau sudah berapa jam ia berdiri didekat tubuhnya. Selama ia berdiri, tak sedikitpun merasa pegal, bahkan dirinya masih betah memandang tubuh tak bergerak itu. Ia bahkan tak peduli Aksa telah menghilang entah kemana.

Clek

Pintu terbuka, memperlihat dua perawat masuk sambil membawa meja dada serta yang satunya membawa beberapa suntikan yang terdapat cairan bening.

"Kudengar sampai saat ini keluarganya belum datang menjenguk" salah satu perawat memasukkan cairan suntikan ke selang infus

"Siapa?"

Perawat yang membawa meja menunjuk fisik Rina dengan dagunya "Aku tak tahu apa karena dia memang tak punya orangtua atau ada hal lain, tapi setidaknya ada satu karabatnya yang datang, neneknya mungkin atau keluarga jauh"

" Jangan bilang begitu, bisa jadi anak ini yatim piatu dan tinggal dipanti"

"Pasti walinya akan datang"

"Iya juga ya... ah, ngapain kita bicara ini didepan orangnya, bikin merinding tau. Bisa jadi dia dengarkan"

"Kamu terlalu percaya yang gituan.Udah gak jaman"

"Tau ah.Aku pergi dulu"

"hah... kau ini kita kesini bareng, setidaknya tungguin aku kalau keluar"

Riana menatap nanar kepergian dua perawat itu. Satu fakta yang barusan ia dapat, orangtuanya bahkan tidak datang menjenguknya. Riana kembali memandang sedih dirinya.

"Apa lebih baik aku pergi saja?"

Cklek

Riana tak mempedulikan siapa yang masuk kali ini, dirinya terlalu sedih dengan penyataan menyedihkanyang muncul dipikirannya.

"Riana... Kapan bangun? Aku merindukanmu. Teman-teman kita banyak yang meninggal. Hiks...Saat itu benar-benar mengerikan. Aku masih sadar dan melihat itu semua, hiks..."

Deg

Seketika Riana mendongak. Betapa terkejutnya dirinya melihat Elina. Sahabatnya itu terlihat baik-baik saja meskipun terdapat luka lecet dibeberapa bagian.

'Kenapa Elina cuma mengalami luka ringan?" Bukannya mendoakan Elina dapat hal yang lebih parah tetapi Riana yakin kecelakaan itu sangat parah. Di tempat kejadian ia telah melihat seberapa parahnya kerusakaan bis itu.

"Riana,hiks... aku jadi merasa berhutang Budi"

Riana mengerut bingung. Riana tak mengerti maksud ucapa Elina. Berhutang budi? memenganya apa yang telah dirinya lakukan?

Riana terdiam menyimak Elina, menunggu perkataan selanjutnya. tapi Elina hanya menangis menatap tubuhnya.





Tbc....


jangan lupa vote ya...

Suppose ThatWhere stories live. Discover now