Tertinggal

149 10 1
                                    

SUPPOSE THAT

.

.

Chapter 4

.

.

By : K

.

Happy Reading

.

.

"Ugh..." cahaya yang terlalu terang membuat Riana terusik, mau tak mau ia membuka mata.

Karena terlalu terang ia menutupi matanya dengan sebelah lengan. cahaya ini terlalu menyilaukan, membuat Riana tak bisa melihat apa-apa.

Lalu cahaya itu menghilang secara perlahan-lahan dan kali ini dirinya dapat melihat sekeliling dengan jelas. Riana beranjak dan melihat sekitar.

Hari telah berubah menjadi senja, warna keemasan menghiasi langit. Disebelah kiri terdapat bebatuan tebing yang sangat tinggi dan disebelah kanan terdapat pagar pembatas yang berhubungan dengan jurang. Bulu kuduk Riana meremang ngeri melihat jurang jurang itu, 'Orang yang jatuh dari sini pasti mati'

Dahinya mengkerut bingung, kembali melihat sekitar,mengapa ia bisa berada di tempat ini, terlebih sampai tertidur di tengah jalan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dahinya mengkerut bingung, kembali melihat sekitar,mengapa ia bisa berada di tempat ini, terlebih sampai tertidur di tengah jalan.

"Ada apa ini?"

Riana mencoba mengingat-ingat kenapa dirinya sampai di tempat ini. Kedua alisnya mengkerut menyatu, ia ingat terakhir kali dirinya berada di dalam bis dan tertidur. Tapi yang tidak mengerti, mengapa ia terbangun di tengah jalan.

Riana berjalan tak tentu arah, ia hanya mengikuti insting. Sesekali menengok kearah belakang, takut jika ada kendaraan lewat. Jalanan ini tidak mempunyai trotoar, membuatnya was-was.

Bau kayu cendana menguar, Riana dapat menciumnya dengan jelas. 300 meter di depannya,dibelokan jalan, lelaki kelas satu duduk di pagar pembatas. Mata lelaki itu bagai elang, tajam dan fokus pada sesuatu, seolah apa yang dilihatnya sesuatu yang serius.

Riana bimbang antara terus maju atau menjauh. Dirinya diam di dekat tebing, memikirkan kemungkinan terburuk jika berdekatan dengan lelaki itu

Menghembuskan napas pasrah Riana mau tak mau bertemu sapa dengan lelaki itu. Hanya orang itu yang dapat dirinya tanyai tentang semua ini. untuk kali ini Riana memberanikan diri mendekat.

Semakin mendekat membuat alis Riana berkerut. Tubuhnya tidak bereaksi seperti biasanya. Ia merasa biasa saja. 'Ada apa ini?', Hari ini terasa sangat aneh, Riana merasa seperti melewatkan sesuatu.

"Hey" Riana mencoba akrab

"Hmm..." lelaki itu menoleh, kemudian kembali memandang tempat yang sama lagi

Riana duduk disamping lelaki kelas satu. Suasana kembali hening, membuat Riana merasa canggung.

"Hmm... kau tau? kenapa kita bisa disini ya?" Suara Riana mengecil, merasa tak yakin dengan pertanyaan yang terlontar.

"Kau tak ingat?"

"Emm... tidak. Terakhir aku ingat aku tidur di bis"

"Hanya itu?"

"iya"

"Lihat" Lelaki itu menunjuk ke tempat yang sedari tadi ia pandangi

Riana menoleh ke arah yang ditunjuk. Disana terdapat beberapa batu-batu kecil dan potongan besi yang Riana tidak yakin itu dari mana, di baberapa bagian tersebut ada bekas bewarna hitam, seperti bekas ban kendaran yang mengerem secara kuat dan mendadak. Kemudian Riana menoleh ke lelaki itu.

"Kenapa berantakan sekali disitu? Bagaimana kalau ada kendaran yang lewat, mereka bisa kecelakaan"

"Iya kecelakaan" kemudian melanjutkan, "Masih tidak ingat?"

"Apa maksudmu?" bingung Riana

"Mencium bau sesuatu?"

"Tidak"

"Coba tarik napas dalam-dalam"

Riana mengikuti apa yang disuruh meskipun bingung. Tarikan pertama Riana mencium bau samar, tarikan kedua bau yang tadinya samar menjadi jelas. Bau itu membuat jantung Riana berdetak begitu cepat, Spekulasi buruk memenuhi pikirannya. Kali ini meskipun hanya menarik napas biasa, bau itu tercium jelas.

"Bagaimana" Lelaki itu menoleh

"Aku gak suka dengan pemikiranku" Riana menunduk, lebih memilih mengamati kakinya yang terbalut kaus kaki selutut putih lusuh serta beberapa corak merah dan memakai sepatu hitam.

Deg

Riana menegang, kaus kakinya bercorak merah.

tes tes

Dari atas kepala, warna merah pekat itu menetes. Dengan tangan gemertar dirinya menyentuh dahi atas, kemudian menurunkan sampai di depan mata. telapak tangannya bewarna merah pekat. Dari sudut mata Riana sebelah tangan kirinya tertancap pecahan kaca dari pergelangan sampai pangkal tangan sedangkan tangan kanannya seperti dilurumi warna merah pekat itu.

"K-Kenapa dengan t-tubuhku? b-banyak sekali darah" Matanya mulai berkaca-kaca. Riana takut, apa yang dilihatnya benar-benar mengerikan

"K-Kau tau? a-aku merasa gak enak" Matanya beralih menatap si lelaki

"I-ini mimpi kan? Pasti aku masih tidur di bis... hiks"

"A-aku takut"

Riana menangis sesenggukan. Ia menutup wajahnya, dirinya takut dengan pemandangan yang saat ini terlihat. Tubuhnya mendingin, Riana bahkan bisa merasakan darahnya yang keluar dari kepala serta gerakan akibat sesenggukan membuat  ia bisa merasakan sesuatu dibagian dadanya, sesuatu yang padat, keras, dan dingin. Sebuah besi panjang menancap nyata.





Tbc...

Suppose ThatWhere stories live. Discover now