Bagian XI

3.2K 218 15
                                    

Saat Adit telah selesai membersihkan dirinya dan kembali ke apartemennya sendiri Gulita langsung melihat tanggal.

Sebulan sudah ia telat menstruasi. Apa keinginannya terkabul? Jeritnya pun tertahan didalam hati.

"Aku mohon, aku mohon berikan hadiah itu untukku." Pintanya dengan mengadah.

Mengambil jaket dan dompetnya, Gulita berjalan cepat keluar apartemen. Namun langkahnya terhenti saat ia berhasil keluar pintu.

Jalannya pelan-pelan. Katanya dalam hati saat ia sadar bahwa ia harus melindungi hadiah terindahnya jika Sang Maha Kuasa telah memberikan itu padanya.
.
.
.
.
Bagai orang yang mendapat potongan harga jika membeli banyak. Gulita membeli alat tes kehamilan sepuluh sekaligus. Ia ingin mengetesnya dengan akurat, pikirnya.

Kata apotekernya hasil yang paling akurat adalah saat pagi hari. Tapi ia tak sesabar itu untuk menunggu hingga pagi hari. Maka sore ini pun Gulita langsung mentest lima alat itu sekaligus. Biarlah lima lagi untuk nanti, pikirnya lagi.

Dengan wajah cemas ia menunggu sambil terduduk dikasur. Mengigit satu persatu kuku tangannya menghilangkan rasa cemas itu.

Alarm handphone berbunyi, sudah lima menit. Maka Gulita pun langsung melihat hasilnya.

Dua garis. Ia hampir berjingkat kaget saat melihatnya. Penasaran dengan yang lain ia pun melihat keempat yang lainnya satu persatu.

Dua garis. Senyumnya mengembang.

Dua garis. Semakin mengembang dengan merekah.

Dua garis. Dan ia tak dapat menghentikan suaranya yang menjerit bahagia. Ia pun mengeluarkan jeritannya dengan tertawa senang.

Masih tersisa satu, Gulita melihatnya. Dan senyum merekah serta jeritannya luntur seketika. Kenapa ini satu garis? Tanyanya sendu.
.
.
.
.
"Ibu bisa lihat ini, ada dua cabang bayi yang ada dirahim ibu." Tunjuk dokter wanita itu pada layar monitor dihadapannya.

Gulita menangis terharu. "Dua, dok?" Tanyanya terbata.

"Iya. Ada dua, mereka kembar." Ucap dokter itu membuat Gulita semakin menangis terharu. Bibirnya terus tersenyum dengan tawa yang bercampur tangis. Merasa malu ia pun menutup matanya dengan lengan.

"Selamat ya, bu." Ucapan selamat dokter itu diangguki Gulita yang masih menutup matanya dengan lengan.

"Tapi, bu." Kalimat menggantung itu membuat Gulita langsung melepaskan lengannya dan menatap sang dokter penasaran. "Ada apa, dok?" Tanyanya khawatir.

Dokter wanita itu tersenyum, "usia kehamilan anda sangat muda. Baru berusia empat minggu. Ibu harus hati-hati menjaganya, jangan terlalu lelah apalagi banyak pikiran. Saya akan berikan resep vitamin dan merekomendasikan susu ibu hamil untuk anda." Ucapnya yang diangguki kuat oleh Gulita.

"Nanti saat ibu mengalami mual dan pusing, ibu tidak usah panik. Itu biasa dirasakan ibu hamil. Ibu belum merasakannya kan sekarang?" Lanjut dokter yang diangguki Gulita.

Ia tak bisa berkata apa-apa saat ini, ia hanya ingin terus tersenyum saking bahagianya.
.
.
.
.
"Kenapa?" Tanya Shera saat mereka bertemu disalah satu kafe dekat tempat tinggal wanita itu.

"Lihat deh." Gulita pun menyerahkan foto hitam putih itu dihadapan Shera. Wanita itu mengernyit dalam.

Dan jeritan keluar dari mulutnya saat ia sadar akan foto apa yang ia lihat, "lo hamil?" Tanya Shera antusias yang diangguki semangat dan senyum merekah Gulita.

Dan tanpa diduga, wanita itu berdiri dari duduknya lalu memeluk erat Gulita. Membuatnya terdiam ditempat dengan senyum yang mencair. Pelukan hangat. Pelukan hangat yang selalu ia inginkan dari seorang teman. Lalu sekarang ia mendapatkannya? Membuat matanya kembali berkaca-kaca.

"Lo kenapa?" Tanya Shera melepas pelukannya dan menatap Gulita yang terdiam.

"Makasih," ucap Gulita yang ikut berdiri dan memeluk Shera lebih erat.

"Sama-sama. Selamat ya, akhirnya lo mau punya baby, juga." Ucapnya sambil menepuk pelan bahu Gulita.

"Makasih, makasih." Racau Gulita tak henti merasa kebahagiaan yang membuncah dihari ini.

"Iya, iya, udah ah, malu nih diliat pengunjung yang laen." Pandangan Shera mengeliling melihat fokus pengunjung yang beberapa menatapnya.

Ia lepas dekapan Gulita dan tersenyum singkat pada mereka yang menatap mereka. Kembali duduk ditempat masing-masing, Shera melihat tatapan Gulita yang berkaca-kaca. "Ish... segitu terharunya, sih. Udah dong jangan nangis." Ledek Shera sambil mencubit pipi bulat itu gemas.

"Apa, sih, Sher." Kesal Gulita menepis lengan Shera, sedangkan Shera terkekeh melihat wajah itu menekuk.

"Eh, gue gak nyangka si Genta tokcer juga." Dan cetusan Shera membuat Gulita terdiam. Genta, setelah itu Adit, lalu anak yang dikandungnya ... anak siapa?



Assalamu'alaikum👐🏻
Dimohon untuk tidak mencontoh apa yang buruk dari kisah ini🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Terima kasih untuk yang sudah mampir, vote dan komen🙏🏻👍🏻

Be my friends on
Instagram: Ibugenius
Line: genusthenu
🤗

Wasalamu'alaikum🤗

Gulita Yang Menerang (TAMAT)Where stories live. Discover now