Bagian VII

3.7K 224 8
                                    

Malamnya Gulita memijat pelan keningnya, ia merasa sakit kepala mendadak. Kenapa ia bodoh sekali! Bukannya mengeluarkan caciannya untuk pria itu. Justru ia malah menyumpalnya dengan bibirnya sendiri.

Bodoh! Kata itu yang sedari tadi ia lontarkan pada dirinya sendiri.
.
.
.
.
Dan di tempat lain, pria itu kembali memikirkan pegutan panas tadi. Ini memberatkan pikirannya. Ia pun beranjak dari atas kasurnya dan berjalan cepat keluar.
.
.
.
.
Ketukan pintu membuat Gulita tersentak dari lamunannya. Ia menatap pada pintu yang masih terketuk itu.

Siapa pikirnya malam begini ada yang bertamu. Jika Lintang tak mungkin, adiknya itu sedang bekerja diluar kota. Jika pun ia datang pasti ia langsung masuk tanpa mengetuk karena ia yakin Lintang telah hafal paswordnya.

Genta, pria itu juga tau paswordnya. Ia telah memberi tahunya sejak pertama kali mereka bertemu. Gulita pun berjalan menuju pintu dan membukanya.

Tubuhnya langsung terdorong kedalam setelah membuka pintu. Pintu apartementnya di dorong keras oleh kaki pria itu, sedang bibirnya langsung dilumat ganas.

"Lo harus bayar perbuatan lo tadi pagi!" Gertaknya saat Gulita memukul dada bidang itu keras.

"Lo apa-apaan, sih!" Teriak Gulita keras pada pria dihadapannya.

"Membalas apa yang lo lakuin ke gue tadi pagi!" Kesalnya dan kembali memanggut rakus bibir wanita dihadapannya. Ia pegang kedua tangan Gulita saat wanita itu memberontak. Dan yang benar saja, tubuh tambunnya dengan mudah dibawa memasuki kamar yang hanya ada satu itu.

Gulita terhempas dengan kencang diatas ranjang, membuat ranjang sedikit berdecit karena tubuhnya itu. Adit menatapnya dengan seringai puas melihat Gulita yang memejamkan mata terkejut. Ia lepas kaosnya dengan cepat dan kembali melumat bibir bengkak itu. Gulita memberontak namun pria itu jauh lebih kuat dari pada tenaganya.

"Adit!" Jerit Gulita saat pria itu melepas pagutannya. Adit hanya tersenyum semakin tinggi. "Siapa suruh lo mancing gue, hah!" Balas Adit.

"Sekarang lo terima akibatnya!" Dan Adit merobek kasar gaun tidur satin Gulita. Menggerayangi tubuh tambun itu tanpa ampun.
.
.
.
.
Tubuhnya sudah sangat lemah. Namun perbuatan Adit belum juga selesai ia lakukan. Menelungkup pasrah, Gulita menangis tanpa suara dengan hentakan yang semakin cepat pada tubuhnya.

Gulita tak menyukai permainan kasar Adit. Ia sangat kasar! Tak ada kelembutan sedikit pun!

Mengeram tertahan, Adit menengadahkan kepalanya keatas merasakan pelepasannya. Sedang Gulita menggulum bibirnya kuat merasakan reaksi tubuhnya yang tak bisa ia bohongi.

"Lo kuat juga ternyata! Biasanya mereka langsung pingsan, tapi lo masih melek aja." Suara Adit membawa Gulita pada kesadaran. Pria ini memang gila! Kesal Gulita.

Adit melepaskan miliknya dan membalikkan tubuh Gulita keras. Menatap mata sembab itu dengan pandangan tajam.

"Suttt... kok nangis! Tadi pagi lo kan yang mancing gue, kenapa sekarang lo nangis, hah!" Sentak Adit mencengkram kuat dagu Gulita.

Wanita itu merintih tak bisa menjawab apa-apa. Ia lelah dan terlalu lemah. Yang benar saja, sudah berapa jam ia diperlakukan dengn begitu kasar oleh pria ini!

"Lo jelek dan makin jelek aja dengan muka sembab gini!" Gulita tak menanggapinya ia hanya butuh tidur sekarang, mencoba memejamkan mata Gulita tak peduli pada pria diatasnya itu.

"Lo belum boleh tidur! Gue belum selesai sama lo!" Dan hentakan keras Adit pada inti tubuhnya kembali membawa Gulita pada kesadaran. Rasanya ia ingin mati saja sekarang.
.
.
.
.
Ia memang tak pernah menutup gorden jendelanya, membuat sinar mentari menerobos masuk begitu saja.

Gulita Yang Menerang (TAMAT)Where stories live. Discover now