10

12.8K 1.2K 34
                                    

Nata memperhatikan tubuh yang masih terbujur di brankar. Fisiknya masih lemah, bisa dilihat dari wajah pucat Kirana.

Dokter mengatakan, Kirana masih syok dan butuh perawatan intensif.

Syok dari mana, batin Nata.

Tadi saja wanita itu lancar berargumen dengannya.

"Minum?"

Kirana sedikit terkejut melihat keberadaan Nata. Namun dengan cepat ia tahu, kalau dirinya masih berada di rumah sakit.

Perlahan ia duduk, memejamkan mata sebentar, mengusir rasa pusing yang mendadak.

Nata sudah mendekat ke arah Kirana. Tapi urung membantu wanita itu meski hanya sekedar memegang tangannya.

Pertanyaannya saja tidak digubris wanita itu.

Ketika pusingnya perlahan menghilang, Kirana membuka matanya. Ia menoleh ke samping, di mana botol air mineral dan sebuah gelas berada.

Melihat gelagat wanita itu, Nata tahu. Kirana haus.

Dengan cepat ia bergerak, mengisi gelas kosong tersebut dan menyodorkan pada Kirana.

Benar.

Wanita itu menghabiskan isi gelas tersebut.

"Kita pulang," ucap wanita itu ketika meletakkan gelas di atas nakas.

Tubuhnya sedikit menyerong karena nakas di sampingnya tidak begitu rapat dengan brankar.

Hingga Nata menyadari, Kirana akan jatuh dan dengan cepat tangannya menangkap setengah tubuh istrinya.

"Apa susahnya minta tolong?"

"Kamu sendiri, kenapa mudah sekali menyentuh sembarang wanita?"

Nata tidak percaya.

Seharusnya yang ia dengar ucapan terimakasih.

"Kalau kamu jatuh gimana?"

" Aku sering jatuh, tidak pernah ada bekas yang bisa dilihat orang."  jawaban Kirana memiliki makna mendalam.

Tentu saja. Nata tidak menyadari hal tersebut.

"Mulai sekarang jangan menyentuhku lagi, tau kan, penyakit HIV?"

Rahang Nata mengeras.

"Aku memang tidak mau hidup lagi, tapi tidak juga mati konyol akibat perbuatanmu."

"Kau menghina Meisya!?"

Kirana membalas tatapan tajam pria tersebut.

"Kamu merasa?"

Emosi Nata, berada dalam genggaman Kirana. Ia tahu kapan tepatnya membuat pria itu tertekan.

Namun, Kirana tidak menyadarinya.

"Dia wanita baik-baik---"

"Saking baiknya, menyempatkan diri menjenguk istri pacarnya?"

Nata terkejut, dan Kirana tidak menanggapi pria pengecut itu.

Kaki wanita itu sudah menggantung ke bawah. Bersiap turun dari brankar.

"Kamu mau ke mana?" tanya Nata ketika menyadari Kirana sudah berdiri di samping brankar.

"Pulang."

"Kata dokter kamu belum sembuh!"

"Di manapun, kapanpun... Selama bersamamu, aku akan selalu sakit," jawab Kirana.

Ia sudah berada di pintu keluar.

Ia ingin cepat pulang. Mengurung diri di kamar tanpa gangguan seorangpun.

LARA KIRANA ✔Where stories live. Discover now