Wattpad Original
Ada 11 bab gratis lagi

Before I Coffee You (I)

62.1K 3.1K 170
                                    

"Gus Lexi, ada telepon di bawah," ucap Men Kalki dari balik pintu kamar Alexi yang tertutup tidak terlalu rapat.

Alexi cemberut mendengarnya. Ia sengaja mematikan ponsel agar tidak terganggu telepon tidak penting. Ia sudah tahu siapa yang menelepon. Pasti Dara, Anggita, atau Rani. Atau entah siapa lagi, ia tidak ingat. Gadis-gadis itu selalu meneleponnya, meskipun Alexi tidak pernah menjawab.

Alexi membuka pintu kamar lebih lebar. Ia menemukan ibu asuhnya itu sedang memegang telepon wireless dengan satu tangan menutup bagian bawah telepon.

"Siapa?" tanya Alexi tanpa suara.

"Maya," jawab Men Kalki, juga tanpa suara.

Entah gadis mana lagi itu. Alexi mengangkat tangannya dan melambai, lalu menutup kembali pintu kamarnya. Jika telepon itu tidak berguna bagi bisnis orang tuanya, Alexi pasti sudah meminta Dad mencopot telepon tersebut.

Lagipula, bukankah sudah ada ponsel? Kenapa harus repot menelepon lewat telepon rumah? Meski biayanya lebih murah, tetap saja, itu merepotkan. Terlebih, gadis-gadis itu jadi leluasa menelepon telepon rumahnya jika ponselnya mati.

Seandainya boleh, ia tidak ingin menyimpan nomor mereka. Namun, tentu saja, itu tidak mungkin. Gadis-gadis itu teman sekolahnya. Dan meskipun Alexi tidak memberikan nomor ponselnya, mereka tetap tahu. Yeah, sepopuler itulah dia di sekolah.

Sekarang, ia kelas tiga SMA. Sebentar lagi, ia lulus dan harus melanjutkan kuliah di luar negeri. Sama seperti kakak sulungnya, Reynald, Alexi harus menghabiskan masa kuliahnya dengan hidup mandiri di negeri orang.

Menjadi seorang pria keluarga Sandjaya berarti kau harus siap kehilangan masa muda. Mulai dari Dad dan semua adik beliau, mereka belajar mengatur perusahaan sejak lulus sekolah menengah. Ya, bisnis keluarga bukan hal main-main. Semua harus diraih dengan kerja keras sejak dini. Bukan hal aneh tiap pulang kuliah, ia harus menghadiri makan malam bisnis atau rapat dengan para investor. Sebuah harga yang harus dibayar untuk semua kemewahan yang mereka nikmati.

Setelah lulus, Alexi berencana kuliah di Belgia. Sejak kecil, ia sudah jatuh cinta dengan negara itu sehingga ia ingin menghabiskan masa kuliahnya di sana. Terlebih, Belgia dekat Prancis. Ya, ia ingin di negara tidak jauh dari kakaknya, Adrienne, yang menetap di Bordeaux.

Tinggal jauh dari wanita itu membuat Alexi selalu merindukannya. Sekarang Adrienne tengah hamil. Seolah satu anak tidak cukup, kakaknya mengandung bayi kembar tiga sekaligus.

Astaga, Alexi tidak bisa membayangkan bagaimana tubuh mungil itu sekarang. Alexi selalu menolak setiap kali Adrienne hendak melakukan panggilan video call. Ia tidak ingin melihat kakaknya. Bukan karena jijik atau apa, Alexi hanya tidak tega. Terlebih, kehamilan itu membuat Adrienne kepayahan.

Alexi menghela napas dan kembali menekuni buku-bukunya. Memikirkan Adrienne selalu membuatnya rindu untuk berada dekat dengan wanita itu lagi. Meskipun mereka lebih banyak bertengkar saat bertemu, itu tidak mengurangi sayang Alexi untuk Adrienne.

Jika ditanya siapa dua wanita yang paling ia cintai di dunia ini, jawabannya Adrienne dan Abriel, ibunya. Adrienne nomor satu, baru Mom. Jangan tanyakan alasannya, ia sendiri juga tidak tahu.

Alexi baru akan kembali membaca jurnalnya ketika pintu kamarnya kembali diketuk. Ia mengerang dan berteriak, "Siapa?"

"Gus, ada telepon lagi." Suara Men Kalki terdengar teredam dari balik pintu.

"Bilang Alexi pergi!!" teriaknya lagi tanpa bermaksud membuka pintu.

"Tapi... tapi, Gus..."

Alexi tidak mempedulikan lagi ucapan Men Kalki. Ia memang tidak berniat untuk menjawab telepon itu. Namun, Men Kalki kembali mengetuk pintunya dengan tidak sabar.

Astaga! Apa para gadis itu tidak punya pekerjaan lain selain mengganggunya? Dua hari lagi mereka akan melaksanakan ujian. Demi Tuhan!

Alexi membuka pintu dan Men Kalki menyerahkan telepon itu sebelum Alexi membuka mulut. Alexi cemberut saat wanita paruh baya itu menyeringai dan buru-buru pergi dari hadapannya. Sejenak, ia tergoda untuk membiarkan telepon itu, tetapi ia ingin memarahi siapa pun gadis yang menelponnya agar tidak mengganggu orang lain seperti ini.

"Kak..."

"Jadi, kau pura-pura tidak ada di rumah agar tidak perlu menjawab telepon para penggemarmu?"

Alexi tersenyum mendengar suara itu. Oh, ia menarik kembali ucapannya.

"Aku harus belajar, Kak! Dan mereka semua menggangguku."

Adrienne terkekeh. "Jadi, aku juga mengganggumu? Kalau begitu..."

"Kecuali Kakak! Hamba akan melayani Tuan Putri dengan senang hati."

Adrienne kembali terbahak, tetapi kemudian mengaduh. Alexi rasa, bayinya menendang atau entahlah apa itu. Ya Tuhan, kenapa lama sekali Adrienne melahirkan?

"Kau baik-baik saja, Kak?" Alexi berdeham untuk menghilangkan suara seraknya.

Alexi mendengar suara tawa Adrienne. "Ya, aku baik-baik saja, Baby Boy! Mereka menendangku."

Suara Adrienne terdengar bahagia, meskipun wanita itu bicara dengan agak terengah-engah. Selama hamil, Adrienne tidak pernah mengeluh, meskipun mengalami banyak kesulitan. Mungkin karena Adrienne sudah pernah merasakan kehilangan anak di kandungannya.

"Aku merindukanmu, Kak."

Di sekolah, ia bisa menjadi Alexi dingin dan tidak peduli dengan semua perhatian yang diberikan padanya. Namun, di rumah, ia pria berbeda. Terutama di depan Adrienne.

"Aku juga. Kau harus sering mengunjungiku saat kuliah di Belgia nanti."

Alexi tersenyum. Ya, itu sudah jadi rencananya. Ia akan pergi ke Bordeaux setiap akhir pekan. Hingga Max, suami Adrienne, kesal setengah mati karena Alexi menempel pada Adrienne

"Kakak, sehat 'kan?"

"Sesehat yang bisa dirasakan wanita dengan tiga bayi di perutnya."

Oh, Alexi tidak akan menikah nanti. Bagaimana bisa ia melihat wanita yang dicintainya mengalami kepayahan semacam itu dan bahkan selalu berkata baik-baik saja?

Tidak. Alexi tidak akan membiarkannya. Itu pun seandainya ia bisa jatuh cinta. Tapi, jangan kalian pikir, ia seorang homoseksual! Tidak. Ia hanya tidak ingin jatuh cinta.

Tidak, ketika ia tahu, tidak ada wanita seperti Adrienne di luar sana.

Aku, Kamu, dan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang