37. Stay or go?

703 16 0
                                    

Cakka berjongkok di hadapan makam adik kandungnya tersebut. Cowok berambut merah itu menarik napas panjang sebelum mulai memutuskan untuk berbicara.

"Shil, lo tau gak? Semenjak lo pergi semuanya berubah terutama Alvin... akhir-akhir ini dia kayak udah mulai nyerah sama hidupnya. Gue mohon Shil jangan biarin Alvin pergi sama lo, cuman dia satu-satunya yang paling ngertiin gue. " Cakka terdiam sejenak untuk mengambil napas.

"Buat dia ngerti kalo di dunia ini masih banyak yang nunggu dia. Terutama Agni, oh iya Alvin juga udah move on dari lo tau? Dia jadian sama Agni. Gue aja hampir gak percaya, tapi kalo gue liat liat Agni agak mirip sama lo Shil. Pecicilan, bandel, keras kepala. " Usai mengatakan itu Cakka terdiam, air matanya mengalir deras membahasi pipinya. Sejujurnya Cakka rapuh, sangat rapuh. Dia takut jika Alvin akan menyerah pada penyakitnya.

Masih banyak hal yang ingin Cakka torehkan di dalam hidup Alvin. Bahkan kertas pun tak cukup untuk menulis permintaan Cakka di sana.

Tanpa sadar Cakka meremas tanah makam Shilla yang masih sedikit basah karena ia siram dengan Air kembang. Pertahanannya runtuh dalam sekejab. Ia menangis dalam diam, menyalurkan emosi yang selama ini ia pendam di dalam hati. Tak ada yang tersisa.

Cakka merasa dirinya tak mampu lagi berdiri.

Kakinya terlalu lemas untuk sekedar bergerak atau berjalan.

Bugh!

Spontan Cakka mendongak begitu sebuah sesuatu yang hangat menimpa kepalanya  kedua matanya terbelalak lebar begitu melihat Rio berdiri di depannya dengan wajah datar tanpa ekspresi andalannya.

"Pake itu! Nanti lo kedinginan,  " ucap Rio dengan suara yang senada dengan wajah yang ia tunjukan pada Cakka.

Cakka masih terdiam sampai suara dering ponsel mengusik indera pendengarannya. Tapi bukan dari ponsel miliknya karena saat itu juga Rio langsung menempelkan ponsel berlogo apel gigit itu ke telinga.

"Halo? "

"Yo! Buruan kesini! Alvin kritis! " Sayup-sayup Rio mendengar suara tangis Agni, Ify, dan Sivia. Wajah datarnya berubah mengeras. Lantas cowok itu mematikan sambungan telepon secara sepihak lalu menarik Cakka berjalan bersamanya tanpa menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut pemuda berambut merah itu.

Rio sengaja menambah kecepatan laju mobilnya hingga di atas rata-rata. Tapi di sela kepanikan yang melanda, Rio tetap waspada karena ia tidak ingin mati sia-sia.

Sesampainya di rumah sakit. Rio serta Cakka berlari terburu-buru menuju ruang ICU. Tempat Alvin yang sedang kritis ditangani oleh dokter.

"Alvin kenapa, Yel? " tanya Cakka dengan napas yang masih memburu dikarenakan berlari dari parkiran tadi.

Gabriel mengetukan jarinya pada tembok seraya memandang Cakka dengan pandangan sayu. Kejadian tadi masih terekam jelas di dalam benaknya.

Flash back

Agni, Gabriel, Ify, dan Sivia sedang duduk di sofa sambil memakan cemilan yang mereka beli tadi di supermarket seberang jalan menuju ke arah rumah sakit.

"Ni, menurut lo Alvin udah move on dari Shilla belum? " Agni mengerutkan keningnya, tak mengerti dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Gabriel secara mengejutkan itu.

Lantas ia mengangkat kedua bahunya tanda tidak tau. "Tugas gue cuman bikin dia natap masa depan Yel, bukan lupain Shilla yang jelas jelas cinta pertama dia,  " jelas Agni tegas.

Ify mengangguk perlahan. "Gue ngerti maksud lo, Ni. Tapi hal itu juga perlu lo tanyain supaya lo gak salah sama keputusan lo yang nerima Alvin jadi pacar lo. "

"Lo mau gue putus sama Alvin? " Pandangan Agni pada Ify berubah sengit.

"Enggak! Gue gak maksud mau lo putus sama Alvin. Kalian berdua sahabat gue jadi gue berhak buat ngeyakinin lo sebelum semuanya terlambat. "

Ucapan Ify bagai pisau yang langsung menggoreskan luka di ulu hatinya. Agni tak bisa berbuat apa-apa lagi, sebenarnya ia juga sempat ragu jika Alvin sudah mulai melepaskan Shilla. Tapi semua sikap manis Alvin membuat dirinya yakin.

Tut! Tut! Tut!

Kompak keempatnya menoleh ke arah monitor yang tiba-tiba menunjukan garis lurus tidak lagi zigzag seperti tadi. Dan itu tandanya detak jantung Alvin mulai melemah.

Ditambah lagi tubuhnya tersentak beberapa kali sebelum akhirnya terdiam lemas. Monitor itu mengeluarkan suara keras membuat jeritan-jeritan histeris memenuhi ruang ICU yang awalnya tenang itu.

"Alvin! " Agni menjerit sebelum tubuhnya  ditarik paksa keluar oleh Gabriel, Ify, dan Sivia. Gadis tomboy itu terisak keras di dalam pelukan kedua sahabatnya.

Flash back end

Ceklek!

Pintu ruang ICU terbuka. Menunjukan batang hidung dokter paruh baya yang tadi menangani Alvin. Wajah tua itu nampak lesu.

"Gimana kondisi sahabat saya dok? " Gabriel yang emosinya paling stabil di antara sahabat-sahabatnya langsung bertanya tanpa berbasa basi.

"Maaf kondisi pasien...... "

Hola! Maaf ya aku jarang up hihih. Aku mau bilang nih kalo cerita ini akan Up dua hari sekali😊 kenapa ya? Aku ngerasa gak bisa bikin hanya dalam semalam.

Otakku juga enggak nyampe situ sih. Maaf ya? Btw selamat pagi buat kalian semua.

Jangan lupa di akun Rindusenja_18 bakal ada cerita baru, judulnya "Jingga". Nah setelah cerita "Forget you ever and never " Tamat.  cerita Jingga itu akan aku repost.

Bye bye 😘😘

Salam

Luna

Alvin (COMPLETED✔) Where stories live. Discover now