Rencana Perpisahan (4)

437 62 0
                                    

"Tuan Yoon Jinhyuk sudah kembali ke Korea satu hari yang lalu."

Seseorang yang tampaknya adalah orang kepercayaan ayah Sanha baru saja memberitahunya. Setelah pergi meninggalkan para hyeong-nim-nya, Sanha tidak langsung pulang ke rumah Nabila, melainkan ke apartemen tempat ayahnya tinggal.

"Kalau begitu ... bolehkah aku berkunjung sebentar?"

"Tentu saja, Tuan. Apartemen ini milik ayah Anda. Silakan gunakan sesuka hati Anda."

"Baiklah, terima kasih banyak."

Sanha segera memasuki tempat tersebut setelah orang kepercayaan ayahnya undur diri. Dengan yakin Sanha berjalan menuju suatu tempat dan menaiki liftnya. Sepertinya ia sudah pernah mengunjungi apartemen itu sebelumnya.

Setelah menaiki beberapa lantai, kini sampailah Sanha di lantai tertinggi, yaitu rooftop. Ia berjalan perlahan di tempat tersebut.

Sanha melangkah semakin dekat ke pinggiran rooftop yang menampilkan jalanan dan kendaraan yang berlalu lalang di bawahnya. Juga lampu-lampu bangunan yang bersinar terang. Sanha bergidik ngeri melihatnya.

Ugh, mengerikan.

Sanha lantas mundur ke belakang, sambil memejamkan matanya sejenak meredakan ketakutan. Entah apa yang membawanya ke atas sana. Padahal, hingga saat ini ia masih saja takut ketinggian.

"Oh! Bintang itu!"

Sebuah bintang yang paling bersinar di langit. Itulah yang Sanha cari hingga ia rela mengabaikan ketakutannya. Bintang itu melambangkan sesuatu yang sangat penting baginya. Hanya di tempat seperti itulah ia dapat melihat bintang tersebut dengan jelas.

Suatu hari nanti, kami ingin menjadi bintang itu. Paling bersinar di antara yang lainnya.

Bisakah kami melakukannya?

Sanha menatap bintang tersebut dengan mata yang berbinar. Akan tetapi, tatapannya berubah sendu setelah menyadari kenyataan pahit yang menghadangnya.

Jika aku memilih bintang itu, apa yang akan terjadi dengan hatiku?

***

"Kak, Kakak ngapain duduk di situ?" tanya Syifa setelah menyadari bahwa Kakaknya sudah duduk berjam-jam di kursi tamu. Semenjak ia pulang dari rumah temannya.

"Ahh ... gak liat, ya? Kakak lagi baca buku tau! Nih, nih!" sahut Nabila sambil menunjukkan buku-bukunya yang tergeletak di meja tamu.

Syifa mengerutkan dahinya. "Baca buku bisa di kamar aja kali."

Nabila gelagapan. Bingung ingin berkata apa lagi.

"Eh, ngomong-ngomong Kak Sanha mana, ya? Kok gak keliatan? Jangan-jangan ... sekarang Kakak lagi nungguin Kak Sanha?" pertanyaan Syifa membuat jantung Nabila semakin berdebar karena yang diucapkannya memang benar.

"A-a-ah ... iya ... Sanha, kan udah tidur di kamarnya tadi. Sebenernya ... Kakak khawatir karena ibu belum pulang. Kakak gak bisa tenang di kamar kalo ibu belum pulang," jawab Nabila asal-asalan.

"Hmmm ... gitu, ya. Tapi, bukannya ibu nginap di rumah Tante Maya, ya?"

"HAH? NGAPAIN?" Nabila refleks berdiri.

"Errr ... kenapa, ya? Syifa lupa. Tapi, emangnya ibu gak ngasih tau lewat SMS ke Kakak, ya?"

Nabila dengan cepat menggelengkan kepalanya. Bermaksud mengatakan tidak. Padahal, ia sudah mendapat SMS yang dimaksud Syifa.

"Yaudah, deh terserah. Yang penting Kakak udah tau. Syifa mau tidur dulu, ya." Syifa pun berlalu meninggalkan Nabila yang masih berdiri di ruang tamu. Sesaat setelah adiknya tersebut masuk ke kamarnya, ia kembali duduk di sofa sambil menjumput salah satu bukunya.

"Ishhh ... Sanha ke mana, sih?! Telepon gak diangkat. LINE juga gak dibalas. Hhhh ...."

***

Ceklek

Pintu tersebut terbuka. Menampilkan seseorang yang sudah lama Nabila tunggu kehadirannya. Orang tersebut bukan lain adalah Sanha. Ia pulang larut malam. Entah apa yang dilakukannya, yang jelas ia sudah terlalu lama hingga Nabila ketiduran di sofa karena menunggunya.

Sanha pun mendekati gadis yang menutup wajahnya dengan buku tersebut. Ia menyentuh pundaknya dan sedikit menggoyang-goyangkannya agar gadis itu terbangun.

"Nabila. Nabila ...."

Nabila belum juga terbangun. Yang ada malah buku yang menutupi wajahnya yang terjatuh. Sanha pun terpana melihat wajah tidur Nabila.

Dia tetap cantik meski tertidur. Aku tak bisa berhenti melihatnya.

Sanha memandangi Nabila sambil tersenyum bahagia selama beberapa menit. Setelahnya, ia pun tersadar.

Kepalanya akan sakit jika ia tidur di sini. Aku harus membawanya ke kamarnya.

Sanha menyusupkan salah satu tangannya di bawah lutut Nabila. Sedangkan salah satu tangannya lagi ia susupkan di punggung Nabila. Ia bersiap-siap untuk mengangkat kekasihnya tersebut.

"Arghh!"

Sayangnya realita tak seindah Drama Korea. Sanha tak sanggup mengangkat Nabila yang terlalu berat untuknya. Akhirnya, Nabila pun terbangun karena suara keras Sanha.

Nabila mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat matanya terbuka sempurna, betapa terkejutnya ia. Wajah Sanha berada tepat di depan matanya. Sanha pun segera menarik tangannya dan wajahnya menjauh dengan cepat.

"S-Sanha?"

"M-maaf. Tadi kamu tertidur, jadi aku—"

"Kamu ke mana aja, sih? Mentang-mentang udah bisa naik motor, ya ... jadi kamu sekarang jalan-jalan seenaknya!"

"Tidak. Aku hanya mampir sebentar di ...." Sanha terdiam setelah matanya dan mata Nabila bertemu. Ia berjalan mendekati Nabila sambil terus menatapnya semakin dalam.

"Ma-mampir ke ma—" Nabila tak mampu berkata-kata lagi. Sanha tiba-tiba memeluknya dengan erat.

"S-sanha?" Nabila kebingungan dengan tingkah Sanha. Sanha bertingkah tak seperti biasanya.

"Aku hanya ingin terus bersamamu," lirih Sanha. Sambil mengeratkan pelukannya.

Nabila terdiam sejenak. Tangannya bergerak ke arah punggung Sanha lalu menepuknya pelan.

"Tenang saja. Aku gak bakal pergi, kok. Sekarang aku ada bersamamu. Kamu mau ngomong sesuatu?"

Pertanyaan Nabila segera mendapat anggukan dari Sanha. Sanha pun dengan perlahan melepaskan pelukannya.

Nabila lalu membawanya duduk di sofa. Mereka duduk bersebelahan.

"Kamu mau ngomong apa? Aku janji, deh gak bakal tidur selama kamu cerita."

Perkataan Nabila tak mendapat sahutan dari Sanha. Sanha malah diam membisu sambil menampilkan ekspresi sedihnya.

"Kalo kamu gak cerita ... biar aku aja yang cerita." Nabila mengingat-ngingat sesuatu sejenak. "Eh, eh. Kamu tau gak? Sewaktu di aula karena dipanggil Kak Ve, kami ngomongin rencana perpisahan."

Sanha yang tadinya menunduk, lantas mengangkat pendangannya menatap Nabila. "Rencana perpisahan?"

"Anggota paduan suara, tapi khusus cewek diminta ngasih persembahan buat perpisahan siswa pertukaran pelajar semester ini."

"M-maksudnya???"

"Masa kamu gak tau, sih? Siswa pertukaran pelajar, kan ada yang cuma selama satu semester. Kalo yang dua semester mau satu semester juga bisa malah."

"Apa?"





To be continued . . .




1 Year With My Cutie Boy || Sanha ✔️Kde žijí příběhy. Začni objevovat