Part I

14 0 0
                                    

Dingin.

Kurasai sekujur tubuhku menggigil akibat sapuan angin laut. Siang itu matahari tidak secerah biasanya, maka kubiarkan diriku berjalan-jalan di pantai yang letaknya tak jauh dari rumah kerabatku. Dari kejauhan tampak sekelompok burung terbang di atas gulungan ombak yang menderu-deru. Hempasannya begitu kencang, seolah-olah hendak meminta korban. Yah, setidaknya itulah yang sudah terjadi–pada keluargaku.

Perang sudah usai sejak empat bulan yang lalu. Tapi masih banyak orang yang enggan kembali ke kampung halamannya. Aku sendiri tak akan kembali kalau tidak dipaksa kerabatku. Mereka bilang nenekku selamat. Ia masih hidup, meskipun dengan langkah kaki gemetar dan cara berbicara yang semakin tidak karuan. Sebenarnya aku sendiri bingung karena tidak begitu dekat dengan nenekku. Lagipula aku tak tahu caranya merawat orang tua. Tapi karena ia adalah satu-satunya keluarga dekatku yang tersisa, mau tak mau aku harus mengurusnya. Selain itu, kerabat dan para tetanggaku yang mulai kembali juga berjanji akan membantuku, jadi aku tidak bisa menolak. Mereka juga bilang karena kita semua senasib sepenanggungan, setidaknya tolong-menolong adalah cara yang paling tepat untuk membangun kembali puing-puing harapan yang tersisa.

Aku lahir dan besar di kota terpencil yang letaknya tak jauh dari pantai. Saking terpencilnya, kampung halamanku yang sebagian besar dihuni oleh para nelayan ini tidak punya nama. Beberapa dari mereka ada yang menyebutnya "Kota Laut" atau "Desa Nelayan". Meskipun terkesan miskin, hidup kami sangat makmur karena penghasilan yang berlimpah. Sepertinya Tuhan memang berpihak pada kami karena kami tidak pernah merasa kesulitan mendapatkan ikan. Rasanya tak ada habisnya, bahkan di hari-hari penuh terjangan badai sekali pun. Jika nelayan di daerah lain selalu merugi karena tidak bisa melaut saat cuaca memburuk, nelayan kami yang pemberani justru tetap maju ke medan perang dan pulang membawa tangkapan besar...

... sampai akhirnya kami benar-benar menghadapi perang yang sebenarnya.

Lautan Larung BiruWhere stories live. Discover now