(Ina) 9. ....that passed.

1.9K 181 4
                                    

Sepi. Satu kata yang mungkin sangat menggambarkan kehidupan Arthit selama 15 tahun terakhir. Tekanan yang didapat sebagai anak tunggal lelaki menurutnya sangatlah berat. Di usianya yang masih sangat belia, ia harus rela berpisah dengan seseorang yang sangat dikasihinya, seorang yang melahirkannya, ibunya. Tinggal bersama ayah dan beberapa pengasuh di rumah yang cukup luas untuknya bermain sendiri. Ayahnya terus bekerja untuk memenuhi semua kebutuhannya. Temannya tak banyak, karena Arthit ditakuti beberapa anak di kelasnya. Lagipula, ia lebih suka bermain game console daripada bermain bola di taman komplek. Belum lagi desas desus dari teman-teman ayahnya bahwa ketika sudah beranjak dewasa nanti, Arthit harus meneruskan apa yang sudah dimulai ayahnya, sebuah perusahaan.

Tapi masa kecilnya tak seburuk yang ada di novel maupun drama-drama picisan, dimana ia dipaksa mengerti semua hal yang belum siap ia pelajari. Meski sibuk, ayahnya tetap memrioritaskan Arthit di atas segalanya. Ayahnya selalu memerhatikannya, selalu datang ke kamarnya sebelum tidur hanya untuk sekedar mendengarkan keluh kesahnya seharian, selalu memberikan semua yang Arthit mau, selalu menyediakan waktu untuk sarapan dan mengantar Arthit ke sekolah. Seperti dalam hidupnya, hanya Arthit lah yang terpenting. Hidup Arthit sangat terproteksi, nyaman, dan ia menikmatinya.

Butuh waktu yang cukup lama sampai Arthit sadar mengapa waktu itu, ia melihat ibunya mengangkat tiga koper besar ke dalam mobil namun sampai sekarang tak kembali juga ke rumahnya. Waktu yang cukup lama juga dibutuhkannya untuk mencari keberadaan ibunya. Setelah tahu pun ia masih butuh waktu untuk menghubungi dan meminta waktu untuk bertemu. Semua itu terwujud saat ia berada di tahun pertama Sekolah Menengah Atas. Bertemu di sebuah kafe yang terpojok, duduk di tempat paling dalam, pada waktu pulang sekolah, merupakan pertama kalinya pertemuan kembali Arthit dengan ibunya.

Sebelumnya Arthit pernah bertanya pada ayahnya, mengapa ibunya tak pulang sampai saat ini. Ayahnya hanya menangis, dan menyuruhnya istirahat yang akhirnya dituruti Arthit tanpa bertanya lebih lanjut. Kali ini ia bertanya pada ibunya, mengapa ia pergi dari rumah mereka. Jawaban tak bermutu ternyata yang didapat Arthit,

"Ibu menemukan yang lebih baik daripada ayahmu."

Kalimat itu membuatnya berpikir bahwa, untuk menjalani hubungan yang serius kau harus menemukan yang sempurna. Karena jika ia kurang sempurna, maka suatu saat kau akan meninggalkannya seperti yang ibu lakukan kepada ayah.

Meski abstrak, tapi Arthit akhirnya setuju dengan pemikirannya dan tindakan ibunya yang lebih memilih untuk pergi daripada bertahan dengan orang yang tidak lagi kau cintai.

Huh? Apa baru saja keluar kata "cinta"? Apa itu cinta? Apakah itu adalah sebuah kata untuk memperhalus kata "nafsu"? Setidaknya, itulah yang Arthit percaya dan jadikan prinsip setelah pertemuan terakhirnya dengan sang ibu.

Tak ada kata pacar, atau kekasih dalam kamusnya, yang ada hanyalah "teman kencan". Ya, teman kencan. Karena setelah ia memuaskan "cinta"nya, ia akan pergi tanpa menoleh ke belakang.

Pemikiran, prinsip, dan perlakuan itu ternyata hanya bertahan sampai di umurnya yang ke-20. Pada tahun ketiganya di universitas, saat ia seharusnya menjadi orang yang paling ditakuti seluruh mahasiswa baru fakultas teknik, ia dikejutkan dengan hadirnya salah seorang adik didiknya yang dengan lantang menyatakan akan menjadikannya pasangannya. Arthit menganggap si junior hanya bercanda dan cari sensasi. Tapi setelahnya, Arthit dikejutkan dengan kelakuan si junior yang semakin hari semakin menunjukkan bahwa ia tak hanya membual.

Sial! Apakah ini karena aku menerima taruhannya pada saat ia mengatakannya?

Setiap hari, entah dari mana junior bernama Kongpob itu mendapat nomor teleponnya, ia selalu menerima pesan singkat menggelikan seperti,

Jangan lupa makan, p'Arthit

Jangan tidur terlalu larut, p'Arthit

Jaga kesehatanmu, p'Arthit

Sampai bertemu di aula nanti sore, phi!

Aku suka p'Arthit!

dan segudang pesan menggelikan lainnya yang tentunya tak pernah ia balas.

Disamping pesan-pesan menggelikan itu, perlakuan Kongpob pun tak jauh berbeda dengan isi pesannya. Sama-sama menggelikan dan mengganggu. Bocah culun sok polos itu selalu membatah perkataan Arthit selama ospek, kemudian akan menungguinya selesai rapat dengan para panitia ospek, dan mengantarnya sampai depan gedung dorm-nya sambil terus mengoceh tanpa henti tentang bagaimana ia melewati harinya, betapa ia suka Arthit yang tegas dan galak diatas podium aula ospek, bagaimana ia menganggap bahwa kepribadian Arthit sangat cocok dengan kriterianya sebagai seorang kekasih, yang tentu saja terus diacuhkan Arthit.

Arthit masih sabar selama proses ospek berlanjut, karena ia sadar dimana ia berpijak saat ini. Jabatannya tak memungkinkannya untuk tiba-tiba saja membentak dan menghajar Kongpob di tempat dan membiarkannya berdarah-darah pingsan di pinggir jalan. Ia berjanji dengan dirinya sendiri, ia akan membalaskan dendam dan amarah yang selama ini ditahannya tepat setelah ia melepas jabatan sialan ini.

Tapi tebak apa yang akhirnya terjadi? Bahkan belum sempat ia membalaskan dendamnya, suatu malam dengan wajah yang teramat serius, tatapan yang teramat tajam, suara yang amat dalam, malam Valentine's Day, di depan kamarnya berdiri seorang pangeran dengan bunga dan cokelat di tangannya.

"P'Arthit, selamat hari kasih sayang. Aku sayang p'Arthit. Maukah p'Arthit menghabiskan hari esok denganku?"

Jika awalnya Arthit pikir ia akan bebas setelah mengambil bunga dan cokelat itu, maka ia akui itu adalah kesalahan besar. Karena nyatanya, di akhir hari, selesai keduanya makan malam, Kongpob menatapnya lagi seperti semalam, "Aku akan membuat p'Arthit jatuh cinta padaku dan menyatakannya! Aku juga akan pastikan phi tidak akan berpaling! Lihat saja, aku akan mewujudkan apa yang pernah aku katakan pada awal ospek!"

Kata-kata itu bukan bualan, atau omong kosong.

Karena setelahnya Arthit sadar apa yang selama ini diperbuat Kongpob selalu sesuai dengan apa yang dikatakannya.

Malam itu Arthit menyatakan, ia jatuh cinta.

dan tak dapat berpaling.

Meski ia sudah berusaha menghilangkan perasaannya dengan menjauhi si junior culun itu.

Meski ia sudah menyakiti pemuda itu berkali-kali agar ia mundur dan memudahkan Arthit untuk bergerak menjauh.

Meski ia sudah memutuskan hubungannya persis di tempat ia menyatakan cintanya.

Meski ia sudah melihat mantan kekasihnya itu bahagia dengan sahabatnya.


Kalau sekarang kalian bertanya sekali lagi pada Arthit tentang apa itu cinta? Maka jawabnya adalah Kongpob.

Segala hal tentang cinta ada padanya. Perhatian, perjuangan, pengorbanan, keberanian, kejujuran, kesabaran. Segalanya tentang Kongpob adalah cinta baginya.

Mungkin Kongpob adalah sesuatu yang ia cari selama ini. Kesempurnaan.

Meski ia bukanlah sempurnanya Kongpob.

✔️ (INA) INNOCENT [KONGPOB x ARTHIT]Where stories live. Discover now