21

1.7K 191 17
                                    

Handphone Prilly berdering dan tertera nama Ali disana. Prilly menatap layar pipih itu sejenak, kalau difikir fikir untuk orang orang diluar sana yg begitu bahagia dengan rencana pernikahan mereka pasti akan mengganti nama kontak pasangan mereka dengan nama kontak yg lucu.

Entah "Hubby" "My Love" atau apapun yg menjadi panggilan sayang mereka, namun tidak dengan Gadis itu. Ali, hanya 3 huruf itu yg menjadi nama kontak calon suaminya tanpa embel embel panggilan sayang apapun.

"Iya?" jawab Prilly setelah mengembalikan kesadarannya.

"Dimana sayang?"

"Lagi di kos"

"Sibuk?"

"Engga, kenapa?"

Ada jeda dari Ali sebentar sebelum kembali berbicara "sebelum nikah, aku mau memperbaiki hubungan kamu sama Peter. boleh?"

Nama itu lagi, kenapa Ali harus menyebut nama itu saat fikiran Prilly sedang berantakan, belum sempat memikirkan bagaimana rasanya akan menjadi istri orang dan sekarang Ali memintanya berfikir bagaimana kalau hubungannya dengan Peter kembali seperti dulu? Apa semua menurut Ali begitu mudah tanpa memikirkan bagaimana rasanya menjadi Prilly?

"kalau kamu belum siap, gak papa sayang, itu bisa di selesaiin nanti"

"aku mau istirahat, boleh?" tanya Prilly sopan meskipun sebenarnya ia sudah semakin muak dengan semua ini.

"yaudah, besok aku jemput. see you tomorrow"

"bye" jawab Prilly singkat lalu mengakhiri pembicaraan mereka dengan kepala yg mulai pening.

Begitu mudahnya semua orang memperlakukan Prilly layaknya boneka yg bisa mereka giring kemanapun sesuka hati mereka tanpa pernah memikirkan perasaannya. apa semua masalah yg Prilly hadapi adalah masalah yg gampang bagi semua orang?

Apa kehilangan kedua orang tua adalah hal yg biasa aja? hidup bertahun tahun dalam kebohongan seperti orang bodoh adalah sebuah hal yg biasa? bagaimana mereka semua menganggap hidup Prilly ini seperti lelucon?

Gadis itu tertawa pelan "sampah" lirihnya kemudian ia mengambil jaketnya di atas kursi dan berlalu keluar dari kamar kosnya.

***

Devin menepikan mobilnya ketika melihat seorang wanita sedang berjalan di trotoar sendirian dan sepertinya ia tau siapa wanita ini.

"Prilly kan?" Tanya Devin setelah membuka kaca pintu penumpang.

Prilly menatap kedalam mobil sebentar setelah sadar bahwa itu Devin, ia hanya mengangguk.

"Masuk sini, gue anter ke tempat Ali"

"Saya lagi nggak mau kesana, Bapak duluan aja"

"Masuk atau gue telfon Ali sekarang? Dia nggak sulit kalau cuma harus nemuin lo sampai ke lubang tikus di seluruh Indonesia"

Pasrah, bukan karena takut dengan ancaman Devin, hanya saja Prilly sedang tidak dalam mood yg baik bertemu Ali. Gadis itu masuk kedalam mobil tanpa ekspresi dan kata kata apapun lalu terduduk dan memandang ke depan.

"Lo mau kemana?"

"Nggak tau Pak"

"Bersantem sama Ali?"

"Nggak"

"Ya terus kenapa? Cerita aja. Gak akan gue bocorin ke Ali"

"Sejauh apa saya  bisa percaya sama Bapak atas ucapan Bapak tadi?"

"Ya, ya gak usah jauh jauh. Kan gue nya disini" ucapnya cengengesan namun tak mendapat respon apapun lagi dari Prilly.

Mobil Devin berhenti di sebuah coffee shop langganannya bersama Ali "ngopi dulu kuy biar santuy"

KOMOREBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang