Tiga

9 3 0
                                    

__

Hari pertama aku mulai menjalani aktifitas menjadi siswi di SMK. Kami diwajibkan langsung memakai seragam khas sekolah ini. Bukan putih abu-abu seperti SMA/SMK pada umumnya kami memakai bawahan biru. Biru muda lebih tepatnya.

Tepat pukul enam lewat duapuluh lima bel berbunyi.

Semua siswa/siswi kelas X sampai kelas XII disuruh berkumpul di lapangan upacara.

Berada di sekolah yang banyak siswanya menjadi masalah tersendiri bagi siswi disini. Termasuk aku. Terlebih saat melintas diantara kerumunan mereka.

Aku pikir mereka akan memilki aura yang berbeda. Seperti di cerita-cerita fiksi. Apa aku kebanyakan membaca novel remaja? Karena selama libur aku mengisi hari-hari dengan membaca novel remaja. Maklum saja selama ini aku membaca novel bergenre fantasi. Jadi sedikit terkejut.

Beberapa kali aku melihat wajah-wajah yang tidak asing. Jika dihitung sudah ada belasan orang yang aku kenal. Dan yang pasti semuanya laki-laki.

Aku mulai mencari keberadaan kelasku diantara ratusan kakak kelas yang tingginya kebangetan.

Akhirnya aku menemukannya. Barisan kelasku dekat dengan kantin.

Bukankah masalah besar jika lapangan dekat dengan kantin? Terlebih saat mereka memasak. Bau masakan bisa tercium dari arah sini. Jika tidak ada guru peluang untuk membeli minum dan makan semakin besar.

Mereka bilang tidak akan ada upacara. Hanya akan ada apel pagi.

Acaranya berlangsung sekitar tigapuluh menit. Aku kira setelah ini akan masuk ke kelas. Tapi aku jadi teringat dengan perkataan kakak kelas jika di sekolah ini tidak akan ada kelas tetap. Yang artinya kita akan selalu berpindah-pindah kelas saat jam pelajaran berganti. Merepotkan sekali.

Guru yang bernama Pak Andi menuju ke tempat microphone berada. Ia bilang akan mengumumkan siapa yang akan menjadi wali kelas kami. Satu per satu nama guru diumumkan dan saat itu juga teriakan dari para kakak kelas membuat kami kebingungan.

Aku jadi teringat saat pertama kali masuk SMP. Semuanya seperti itu. Aku membuat spekulasi jika guru-guru yang diteriakan sangat dibanggakan oleh mereka. Bisa jadi mereka membuat cerita yang menakjubkan bersama. Atau yang terakhir dari fisik mereka, mungkin. Terutama untuk guru perempuan.

Aku terus berdoa semoga saja wali kelas kami perempuan. Sampai saat ini aku belum pernah merasakan mendapatkan wali kelas laki-laki. Dan mungkin aku belum begitu bisa akrab dengan guru laki-laki sebaik apa pun guru itu.

Aku pernah merasakan mendapat guru yang begitu menyebalkan. Dia terus saja mencari kesalahan dari diriku. Beruntung, hanya beberapa bulan saja.

Akhirnya kelas X Multimedia diumumkan mendapat walikelas yaitu perempuan. Guru tersebut tergolong masih muda. Kesan pertamaku untuk guru itu satu. Cantik.

Dia memiliki proporsi tubuh seperti Tasya. Dia tidak seperti guru lain, guru itu memakai kerudung yang lebar bisa dikatakan model syari'i. Dia juga menggunakan kacamata

Kelas X Multimedia menjadi kelas terakhir yang diumumkan karena kelas kami lebih tepatnya jurusan kami adalah jurusan baru.

Kami disuruh untuk pergi ke pendopo. Tempat yang bisa disebut sebagai kelas terbuka. Letaknya di belakang gedung teori dan berdekatan dengan gedung jurusan KJ.

Tak lama walikelas kami datang. Dia juga membawa map berwarna biru.

Diah Mustika adalah namanya. Biasa dipanggil Tika. Bu Tika menyampaikan beberapa hal mengenai peraturan di sekolah ini. Terakhir ia bilang untuk tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Apalagi untuk murid baru seperti kami.

Guru untuk pelajaran pertama pun datang.

Dia memiliki tubuh yang terbilang berisi. Rambutnya hanya sebahu. Namanya Fitri Nurmala. Beliau meminta kami menyebutkan namanya dengan sebutan Miss. Dia mengatakan bahwa penyebutan Miss dianggap lebih sopan. Miss Fitri mengajar pelajaran Seni Budaya.

Menurut jadwal mata pelajaran yang dibagikan Bu Tika lewat grup kelas hari ini kami akan belajar sampai jam tiga sore.

Seni Budaya akan berlangsung tiga jam. Dilanjutkan dengan Bahasa Inggris satu jam sebelum istirahat dan dua jam setelah istirahat. Diakhiri dengan pelajaran Matematika sesudah istirahat kedua.

Matematika diakhir menjadi suatu hal yang paling menyebalkan. Walaupun sesudah istirahat tapi tetap saja di jam tersebut otak sudah mulai lelah dan dipikiran hanyalah kasur empuk yang menanti di rumah.

Aku tidak bisa menjelaskan tentang guru yang mengajar Bahasa Inggris. Dia mengingatkanku pada guru SMP kelas VIII. Dia itu aneh. Aku benar-benar tidak bisa menjelaskannya. Mungkin seiring berjalannya waktu aku bisa menjelaskannya.

Terakhir Matematika. Pelajaran yang membutuhkan banyak waktu agar bisa memahaminya. Sometimes, aku bisa mengerti jika guru yang mengajar bisa menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Guru Matematika terbilang masih muda. Namanya Hendrik. Sekilas wajahnya mirip artis yaitu Joshua. Di awal dia sudah menciptakan suasana belajar yang lumayan menyenangkan. Mungkin kedepannya aku bisa mengerti apa yang diajarkan olehnya.

Diakhir pelajaran ditutup dengan doa bersama. Beberapa menit sebelumnya aku sudah mengirim pesan ke Mama agar menjemputku.

Aku belum bisa pulang sendiri walaupun ada teman SMP yang satu kelas. Dengan ojek online pun juga belum bisa. Aku hanya belum terbiasa. Lama-kelamaan pasti aku bisa pulang dengan ojek online.

Aku hanya memerlukan waktu untuk beradaptasi.

.
.
.
.
.

to be continued..........

____

Jakarta, 9-1-20

Three YearsWhere stories live. Discover now