• Sembilan

2.5K 269 21
                                    

=Galang=


Galang merasa jika Papa dan Mama mengabaikan kehadiran dirinya. Entah hanya perasaannya saja, atau mungkin memang Papa dan Mamanya memang mengabaikannya. Semenjak kepulangan sang Kakak—Niara ke rumah, tiga hari yang lalu. Papa dan sang Mama hanya terfokus pada Niara, memang sekarang Niara perlu perhatian yang lebih dari kedua orang tuanya. Tapi apakah harus semua kasih sayang Papa dan Mamanya teralihkan padanya?

Pikiran-pikiran seperti itu selalu terlintas dikepalanya. Namun, ia cepat mengenyahkan pemikiran seperti itu. Karena sekarang, Kakaknya memang lebih membutuhkan itu semua. Seharusnya ia mengerti dengan kondisi yang terjadi sekarang ini, mau bagaimana pun juga semuanya berasal darinya. Ini memang kesalahannya dari awal, dan ia harus menerima semuanya.

Malam keempat semenjak sang Kakak—Niara berada di rumah. Galang merasa jika malam ini suhunya terasa begitu dingin, sampai suasana di dalam rumah pun terasa dingin. Termasuk sikap kedua orang tuanya. Ah, sepertinya ia memerlukan susu coklat hangat untuk menemaninya ditengah malam yang dingin ini.

Galang beranjak dari kasurnya lalu bergegas menuju dapur untuk membuat susu coklat hangat. Galang jadi teringat saat sang Mama yang selalu membuatkan susu coklat hangat setiap malam lalu mengantarkannya ke kamar. Semenjak kejadian itu Mamanya tidak pernah lagi membuatkan susu coklat hangat untuknya.

“Loh, belum tidur kamu?” Galang tersentak saat mendengar suara Papanya.

Galang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Belum, Pah.”

“Kenapa, hmm? Dingin ya.” katanya dengan mengelus kepala Galang.

“Eum, iya.”

“Mau Papa bikinin susu coklat hangat?” tanya Bani.

“Gak usah, Pah. Ini Galang mau bikin,” jawabnya cepat.

Entah memang  perasaannya saja atau tidak, Galang merasa sedikit canggung mengobrol dengan sang Papa.

“Yaudah, kalau gitu Papa ke kamar.”

Galang menatap punggung tegap Papanya, semakin hari ia merasa semakin menjauh dari keluarganya. Kakaknya masih berada di kantor, dia sibuk mengurusi masalah orang lain. Saat hendak menuju kamar, tiba-tiba kepalanya berdenyut sakit. Segelas susu coklat hangat yang ada ditangannya terjatuh begitu saja hingga menimbulkan suara yang nyaring. Kepalanya masih pusing, dan pandangannya pun terasa memburam.

“Ada apa ini?” itu suara Mamanya, Galang masih bisa menangkap suara disekitarnya meskipun pandangannya masih terlihat buram hingga tidak terlalu jelas untuk melihat siapa yang kini ada di depannya.

“Galang, ada apa? Kenapa jatuhin gelasnya, ini sudah malam, nak. Kalau Niara bangun gimana?”

Oh ayolah, jangan mengomelinya dulu. Itu hanya akan membuat kepalanya semakin pusing, apa sang Mama tidak menyadari jika Galang terus saja menundukan pelanya.

“Ada apa ini, Ma?” Bani datang tergopoh saat mendengar suara benda pecah dari arah dapur.

“Ini ulah Galang, dia jatuhin gelas.”

“Mungkin Galang nggak sengaja, Ma. Lang, kamu nggak apa-apa, nak?” tanya Bani khawatir begitu melihat Galang terus menundukan kepalanya.

“Sengaja nggak sengaja, setidaknya Galang harus tetap berhati-hati, Pah. Ini sudah malam,” ucapnya dingin.

“Galang!” pekik Bani dan Utami bersamaan saat melihat tubuh itu meluruh di depannya.

“Sayang, kamu kenapa, nak?” tanya Utami panik. Ia memegang pipi Galang yang terasa panas. Untunglah, Galang tidak pingsan.

GalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang