23 - Tres Leches

1.1K 140 22
                                    

*(backsound) Westlife - Open Your Heart*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*(backsound) Westlife - Open Your Heart*

Aku sering mendengar orang lain atau membaca buku mengenai lembaran hidup baru, tanpa pernah mau mengerti makna di baliknya. Hari ini, Jumat sore, selepas satu mata kuliah di pagi hari saat evening shift-ku dimulai, aku tidak mengelak romansa mana pun soal semua serba baru itu.

Mengepel sambil bersenandung lagu latar kafe, menebar senyum pada keramaian pelanggan, mengingat puas bahwa seluruh tugas minggu ini dan sebagian untuk minggu depan telah kukerjakan, makan siang enak pemberian Tante Adi lewat supirnya di kantin kampus, serta kebaikan orang-orang sekitar mengantarku ke dalam virus bahagia.

Semalam, Kak Daffin menghubungiku lewat free call, mengabariku tentang pekerjaannya senja hari di sana. Sementara aku bersiap tidur, ia baru menyelesaikan kelas terakhir. Pembicaraan selama sepuluh menit hampir setiap hari itu berhasil mencerahkan segenap pikiranku, memudarkan perihal negatif akan kondisi keluargaku, dan jauh mensyukuri apa yang kumiliki sekarang ini pada Allah.

Kak Daffin tidak berhenti mewanti-wantiku untuk menjaga kesehatan, istirahat cukup, beribadah tepat waktu, konsentrasi membagi waktu dalam belajar, bergaul bersama teman dan keluarga, dan bekerja. Ia tidak ingin calon istrinya memforsir diri dalam merealisasi janji di masa depan.

Sejauh ini, fokusku masih terjaga. Pekerjaanku terbilang baik dan dapat dikendalikan selagi tugasku sebagai mahasiswa tidak terbengkalai. Aku biasa makan siang dengan Intan dan kadang-kadang bersama Mark juga jika kami berada di kelas mata kuliah yang sama, tak jarang aku menanggapi cerita Intan tentang kecintaannya terhadap Kak Tarra, bagaimana Mark ikut nimbrung untuk mencurahkan isi hati atas perasaannya pada Arin.

Es kopi musim kawin hasil signature beverage di seminggu pertamaku bekerja pun diapresiasi oleh pembeli, dan kini berkembang menjadi es kopi lalu lalang berbahan dasar fine robusta berbentuk double shots espresso, vanilla syrup with raw sugar, dan es batu sebagai penyegar. Benar kata Kak Hangga, aku tak menyangka memiliki bakat di bidang ini.

Meski aku tetap menyembunyikan komunikasi dengan Kak Daffin, Kak Audi tetaplah kakak terbaikku. Mengantar jemputku ke kampus dan bekerja, memasakkan makanan, mencuci dan menyetrika pakaian di hari libur ketika aku menyapu dan mengepel lantai, dan menyayangiku seperti biasa. Entahlah, aku belum percaya saja bila perkataannya waktu itu benar.. tentang ia memperbolehkanku menikah dengan Kak Daffin jika sudah bukan suami orang lagi.

Penghujung semester empat ini bukannya menyesakkan rinduku atas kembalinya Kak Daffin ke London, melainkan memupuk asa agar kami bisa lekas bertemu. Kadang, tak sekali dua kali kukenang masa laluku bersamanya sebelum kepindahanku ke Seoul dan kelanjutannya kuliah di Australia dalam linang air mata. Tapi tak jarang setelahnya aku bersyukur karena masa kelam kemarin telah usai.

ASMARADANA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang