Chapter 6

5 1 0
                                    

Dante membelai batu nisan Samuel. Dia terlihat menyesal atas sesuatu.

"Temanku, sepertinya aku tidak bisa menepati janjiku. Daripada Lusie, aku merasa wanita bernama Esom itu lebih membutuhkan aku di sampingnya, dan anehnya aku merasa bahwa aku memang harus bersamanya. Temanku, apakah kau marah pada keputusanku ini?" tanyanya.

"Tentu saja tidak."

Jawaban dari balik punggungnya mengagetkan Dante.

"Ahhhhh ishhhh!" terkejutnya saat melihat sosok Samuel.

"Yaa kenapa kau terkejut?! Kita ini sama-sama roh. Aneh!" tegur Samuel, membuat Dante tersadar.

"Benar juga. Ahhh aku selalu mengenai siapa diriku!" umpatnya.

Samuel tersenyum kecil, "mendengar betapa khawatirnya kau pada wanita itu, sepertinya kau memang harus pergi untuk menemaninya," katanya, membuat Dante membulatkan matanya.

"Sungguh boleh?"

"Tentu saja. Lagipula aku berniat untuk menjaga Lusie sendiri sampai masa 49 hariku (waktu yang diberikan sang maha kuasa untuk bersama orang terkasih sebelum hari penjemputan) habis."

"Kau sungguh tidak akan marah, 'kan?" Dante memastikan.

"Tidak akan! Lagipula kau sudah terlalu lama mengabdi padaku. Kalau tidak salah saat aku masih berada di bangku sekolah menengah pertama," Samuel bernostalgia.

Saat itu dia tidak sengaja menemukan guci abu Dante di gudang, dan membuka segel pengunci di guci itu tanpa sadar bahwa dia membebaskan roh Dante dari sana. Samuel yang saat itu belum dewasa berpikir bahwa Dante adalah jin aladin, sehingga dia menyerukan 3 permintaan pada Dante. Dan permintaan terakhirnya dia gunakan di hari sebelum dia mengalami kecelakaan, yaitu untuk menjaga Lusie.

"Waaahh sudah selama itu, dan kau sudah setua ini, astaga!" gurau Dante.

Mereka tertawa bersama mengingat bahwa kini Samuel terlihat lebih tua dari pada Dante –Dante adalah roh seorang lelaki berusia 25 tahun–

|||

"Kau terlihat tidak sehat. Sebaiknya pergilah ke dokter, atau jika tidak mau kau bisa memanggil dokter ke sini, kau punya banyak uang untuk melakukannya," Dante memberi saran.

"Kau tidak tahu? hampir lebih dari separuh hartaku habis untuk pengembalian dana investor!" tukas Esom, "lagipula kenapa kau masih di sini? Bukankah kau bilang akan pergi?" lanjutnya.

"Hanya...," Dante terdiam barang sejanak, dia merasa tidak baik jika mengatakan bahwa dirinya mengkhawatirkan Esom.

"Hanya apa? Apa karena kau merasa kasihan padaku?" tuduh Esom, membuat Dante menghela nafas panjang.

"Itu karena guciku!" Dante memberi alasan.

"Lalu kau bisa membawanya pergi denganmu!" tukas Esom. Membuat Dante kini mendengus kesal.

"Baiklah, baiklah. Aku tidak pegi karena khawatir padamu, kau puas?" Dante menyerah, dia menyadari bahwa Esom bukan orang yang mudah di tipu.

Esom terkekeh. Melihat tawa wanita itu menjadikan Dante merasa tenang.

"Apa kau sesenang itu aku ada di sini?" tanya Dante. Namun, Esom tak memberikan jawaban, dia hanya terus tertawa kecil.

Bagi Esom, keberadaan Dante memberikan sedikit ketenangan bagi hidupnya yang menakutkan.

"Kau tahu? saat aku mendapatkan pengelihatanku kembali, hal pertama yang kulihat setelah pengkhianatan adalah roh-roh sepertimu. Awalnya aku merasa takut, tapi jika dibandingkan dengan orang-orang yang mengkhianatiku, para roh itu tidak terlalu menakutkan," jelas Esom.

"Benarkah? Apa kau sudah melihat Roh perawan tua? Mereka sangat menakutkan! Aku yakin kau akan menarik kembali ucapanmu jika melihat roh perawan tua itu."

"Apakah seseram itu?"

"Emm, dia...," Dante menghentikan perkataannya ketika pintu kamar Esom terketuk, menampilkan Jeniffer dari baliknya.

"Astaga, wanita itu lagi. Aku yakin apa yang dibawanya dapat mencelakaimu!" kata Dante, sembari memandang sinis Jeniffer yang kini menghampiri Esom.

"Nona, ini waktunya anda meminum obat."

Jeniffer hendak meletakkan cangkir beserta wadah obat Esom ke atas meja, ketika Dante menepis kedua benda itu, membuat cangkir dan wadah obat itu hancur membentur dinding.

Jeniffer terkejut, begitupun dengan Esom, dia memandang Dante dengan mata membulat.

"Jangan pernah memasukkan apa yang wanita ini berikan ke dalam mulutmu, mengerti?!" titah Dante.

"Nona, maafkan saya, saya tidak sengaja menjatuhkannya. Akan saya ambilkan lagi obat anda," kata Jeniffer.

"Tidak perlu, aku tidak merasa sakit sehingga harus meminum obat. Jadi pergilah, dan jangan ganggu aku!" titah Esom, masih dengan mata yang menatap Dante.

Jeniffer keluar dari kamar Esom dengan kecewa. Sedangkan Esom masih terpana oleh Dante.

"Kenapa kau melakukannya?" tanya Esom.

"Sudah kukatakan bahwa aku mengkhawatirkanmu," jawab Dante, dia merengkuh kedua bahu Esom. Seraya melanjutkan perkataannya, "kenapa tidak kau pecat dia? Atau cari tahu siapa yang mengutusnya kemari, emm?"

Esom tersenyum kecut, "kau pikir aku tidak melakukannya? Sebelum wanita itu, ada banyak orang yang dikirm untuk menyingkirkanku. Aku merasa bosan melihat wajah baru yang dikirim untuk menyingkirkanku, karena itu aku membiarkannya tetap di sini," jelas Esom.

"Kau tahu siapa yang mengirim mereka?"

"Awalnya aku meyakini bahwa itu adalah Mary. Namun,... entahlah." Esom tertunduk, dia menjadi ragu bahwa Mary yang mengutus orang-orang itu untuk menyingkirkannya setelah mendengar perkataan Mary sebelumnya.

"Kenapa? Kau takut bahwa orang yang memberikan perintah adalah orang yang kau percayai?" tanya Dante.

Esom mengangkat kepalanya yang tertunduk, dan berkata, "aku sungguh tidak ingin membahasnya. Bisakah kita membahas tentang dirimu saja? Sempat kudengar bahwa kau akan terkena kutukan, apa maksudnya?"

Sebenarnya Dante tidak ingin mengubah topik pembicaraan. Namun, dia merasa bahwa membicarakan hal lain akan membuat Esom merasa lebih baik.

"Aku juga tidak yakin, aku mendengar kutukan itu secara samar-samar, entah itu adalah sepenggal dari ingatanku, atau mungkin seseroang yang memberitahukannya padaku. Yang jelas aku tidak akan bisa terbebas dari guci itu sebelum aku menemukan tujanku, begitu yang kudengar."

"Lalu apa tujuanmu?"

"Entahlah, aku tidak bisa mengingat apapun."

"Kita mungkin bisa menemukan jawabannya jika mencaritahu tentang dirimu semasa hidup," kata Esom.

"Apakah bisa?" Dante tak yakin.

"Tentu saja bisa, aku akan membantumu sebisaku."

Dante tersenyum, ada bentuk ketidakpercayaan di wajahnya.

"Wahh aku tidak tahu bahwa kau sebaik ini?" goda Dante.

"Kalau begitu kutarik perkataanku!"

"Yaa!"

TO BE CONTINUE

EVENT BY: 


Punishment: Day With YouOù les histoires vivent. Découvrez maintenant