YAM | 1

125 17 4
                                    

Seorang laki-laki sedang berlari kecil menghampiri perempuan yang sedang mendongan sambil hormat menatap bendera. "Hai, Retta. Kepanasan ya? Makanya jadi cewek, jangan males." Ucapan Leon membuat Loretta dongkol.

Meski dongkol, dia hanya melirik sinis ke arah Leon. Dan, lebih memilih memandang bendera yang berkibat akibat angin.

Leon yang melihat Loretta kesal semakin senang mengganggu perempuan itu, "yee, di ajak ngomong diem aja. Bisu lo?" Masih tetap diam.

Loretta hanya mengumpat dalam hati yang tentu saja diarahkan untuk Leon. Perempuan itu, saat ini sangat ingin menendang Leon dari hadapannya. Tapi, dengan stock kesabarannya yang masih ada, dia masih menahannya.

Re, lo gak boleh kepancing sama ucapan Leon. Lebih baik, mandangin bendera, keliatan lebih cakep daripada si Leon. Dia terus mengucapkan kata itu dalam hati, karena ia tahu Leon hanya memancing emosinya saja.

Leon yang melihat Loretta masih diam dan melihat wajah perempuan itu semakin tenang, malah kesal dan semakin mengganggu perempuan di sampingnya.

"Woi, beneran bisu lo, ya?! Gak punya sopan santun? Kalo diajak ngomong itu, liat muka orangnya. Orang tua lo gak pernah ngajarin sopan santun, hah?!" Cukup. Loretta tidak tahan, apalagi sampai membawa orang tua stock kesabarannya sudah habis.

"EH LO, KALO KESINI CUMA BUAT MAKI-MAKI. PERGI AJA SANA, GUE UDAH CUKUP SABAR YA SAMA SIKAP LO. IYA, GUE KEPANASAN, KENAPA EMANGNYA? MAU KASI TISSUE LO, HAH?! ENGGA, KAN. JADI, PERGI SANA!! " Leon hanya melongo, mendengar teriakan Loretta yang hampir memecahkan gendang telinganya.

"Yeee, becanda aja kali. Sensi amat sih." Leon pun pergi, dia tidak mau mendengar teriakan Loretta lagi, karena dia masih sayang dengan gendang telinganya.

***

Perempuan itu tengah duduk di kantin, bersama teman-temannya. Tapi, dia hanya diam karena lelah. Lelah karena hukuman yang dijalaninya.

"Ret, Retta!" Mauren, gadis yang sangat menyayangi dan sangat pengertian pada Retta. Sangat beruntung Loretta mempunyai sahabat seperti Mauren.

"Iya, Ren. Denger kok gue, kenapa si sheyeng?" Loretta tersenyum menatap sahabatnya, dan menunggu sahabatnya akan mengatakan apa.

"Lo kenapa diem aja? Lo gak ketawa-ketiwi sama kita-kita?" Loretta hanya tersenyum, dan menggelengkan kepalanya.

"Capek, Ren. Habis pandang-pandangan sama bendera." Mauren langsung tertawa mendengar celetukan Loretta, Loretta hanya mengernyitkan keningnya sambil menggelengkan kepalanya.

"Woi, ketawa ga ngajak-ngajak lo ya!" Teriak Andini, di antara teman-teman Loretta ia lah yang paling heboh, untuk masalah apapun.

"Yeee, sini makanya deketan. Jauh-jauh amat lo," Mauren masi belum menyelesaikan tawanya.

"Eh, Ren. Otak lo miring ya, apa lucunya coba." Loretta memutar bola mata, malas. Dia tidak tahu, apa yang lucu dari perkataannya.

"Retta, itu lucu kali. Lo nya aja yang terlalu datar." Tidak mau kalah, Mauren tetap membela dirinya. Padahal tidak ada yang lucu sama sekali.

"Dingin dingin gigi lo. Panas nih, dingin dingin." Loretta memutas bola matanya, lagi. Dia bangkit dari tempat duduknya, lebih memilih kelas yang menggunakan AC, daripada di kantin.

"Ret, mau kemana lo?! Ngambek ya?!" Putri, salah satu teman Loretta yang paling santai.

"Gak, gerah. Mau ke kelas aja!!" Loretta berlari kecil menuju kelasnya.

You Are MineWhere stories live. Discover now